Rabu, 30 November 2016

Putri Bah Tei # 10

http://cryptozoology.blogspot.co.id/2011/04/mencari-kebenaran-adanya-naga.html
Oleh. Rohmat Sholihin.

Pada Hari Ketiga
            Setelah mengarungi petualangan yang mengerikan selama dua hari, kini Joko memasuki kesulitan-kesulitan pada hari ketiga. Dalam hatinya terus berusaha keras menjaga kewaspadaan, jangan sampai hatinya lengah dan goyah yang bisa membuat jiwanya kalah dan gagal dalam menjalani Ajian Melebur Bayu Sukma. Tubuhnya masih terlihat stabil, menggelantung seperti kelelawar, matanya terpejam, terkadang mulutnya terlihat bergerak-gerak seperti melafalkan doa-doa. Dan sesekali mulutnya ia buka perlahan-lahan, mengharap ada setetes embun jatuh dari daun, agar tubuhnya kembali segar dan kuat.
            Kembali pikirannya tercerabut, terbawa angin sepoi-sepoi pada suatu senja di danau mati, airnya tidak mengalir, kecuali diwaktu musim hujan yang airnya melimpah-ruah. Kala senja itu ia sedang bermain dengan teman-teman sebayanya, mandi dengan asyiknya, berteriak, menjerit, tertawa penuh suka. Berlari-lari mengitari danau yang riuh, sampai lupa waktu.
“Kita pulang, hari semakin senja, sebentar lagi gelap.”
“Sebentar, aku masih belum puas.”
“Tenanglah.”
“Kenapa kau gugup?”
“Tak tahu, aku ingin cepat pulang.”
“Sebentar lagi ya, jika matahari benar-benar tak tampak, kita pulang.”
“Keburu malam.”
“Ini masih senja. Belum malam. Kita masih bisa bermain lagi sepuasnya.”
“Besok kita mandi lagi ke sini.”
“Gampang, yang penting kita mandi dulu saja.”
Temannya itupun mengikutinya. Tak berapa lama ketika mereka masih asyik mandi, tiba-tiba air danau menjadi berputar-putar, semakin cepat dan semakin cepat, arusnya menghancurkan dan membawa benda-benda disekitarnya, rumput, bahkan teman-teman ikut terbawa arus, suara jerit ketakutan menyelimuti teman-teman yang ikut terbawa arus air yang semakin dahsyat. Air satu danau seakan-akan tersedot oleh benda asing, tubuh mereka satu persatu hilang tertelan arus air yang semakin kencang. Tampaklah benda raksasa menyerupai ular, tubuhnya panjang menggelapar-gelepar, kepalanya mengerikan dan matanya merah menyala, apapun ditelan, tanpa tersisa. Teman-temannyapun ludes tak ada batang hidungnya.
‘Lepaskan, lepaskan, lepaskan teman-temanku.” Teriak Joko seperti orang ketakutan.
Tak ada suara dari binatang aneh dan keji itu, mulutnya menyeringai, taring-taringnya tajam mengerikan.
“Lepaskan!” tantang Joko.
Dengan sekejap kepalanya mendekati tubuh Joko yang menggigil ketakutan. Lidahnya ia julur-julurkan, mata merahnya tajam menatap Joko,
“Hentikan semedimu!, teman-temanmu akan aku lepaskan.” Jawab binatang yang menyerupai naga.
“Tak akan kuhentikan semediku naga tengik. Lepaskan teman-temanku!.” Gertak Joko.
Dengan cepat tubuh binatang aneh itupun melilit tubuh Joko. Tubuh Joko yang tak terlihat itupun semakin tak berdaya, kekuatan yang telah ia miliki seakan-akan musnah, yang tersisa hanya nafasnya yang tersengal-sengal. Binatang aneh itupun terus melilit Joko. Tak ada perlawanan. Dalam hatinya terus ia melafalkan doa-doa, setidaknya jika ia mati dalam keadaan masih memegang iman. Binatang aneh itupun masih kuat terus melilit tubuh Joko. Joko merasakan tulang dan persendiannya mulai rontok satu persatu, sakit. Ia mau menjerit tetap tak bisa. Hanya pasrah yang ia lakukan. Tubuhnya semakin lemas, namun ia tetap terus melafalkan doa-doa yang telah diberikan oleh Ki Baroto. Menjalani semedi untuk menyempurnakan ilmu Ajian Melebur Bayu Sukma seperti hidup dalam ketertindasan, pikiran mengawang-awang tak tentu, sedangkan hati terus dibiasakan dalam keadaan tenang meski banyak perasaan-perasaan yang terus menggoda pikirannya yang sulit terbendung. Hidup seperti dimainkan oleh perasaan, ancaman, kekhawatiran, meski semuanya berlalu tapi kita harus kuat bertahan dalam keadaan dan situasi apapun. Dan intinya hidup adalah tidak boleh terumbar oleh sifat iri dan dengki apalagi kesombongan yang dapat menggerogoti iman dalam hati.
“Lihatlah Ki!, sepertinya Joko semakin lemas Ki.”
“Tenang Bah Tei, berdoalah! Semoga Joko selalu kuat bertahan dengan tindihan-tindihan perasaan dan pikirannya, ia tidak berperang dengan musuhnya tapi ia sedang berperang dengan dirinya sendiri melawan perasaan dan pikirannya sendiri, ia harus bisa menaklukan kekuatan yang ada dalam dirinya sendiri.”
“Tapi,…..”
“Tenanglah, ia pasti bisa menguasai dirinya dengan kesulitan-kesulitan yang ia hadapi secara terus menerus sehingga ia bisa menjadi terbiasa.”
“Aku semakin khawatir Ki dengan kondisi Joko, aku khawatir ia tidak mampu bertahan dengan situasinya yang semakin sulit.”
“Syukurlah, jika kau mulai mengkhawatirkan dia.”
“Ki….”
“Iya Bah Tei, itu tandanya kau mulai perhatian dan tertarik dengan dia.”
“Aku sudah tidak punya siapa-siapa Ki selain dia, Babah, orang yang satu-satunya aku banggakan kini telah hidup mengungsi mencari keselamatan di negeri Tumasek. Dan kini aku juga belum tahu kabarnya.”
“Semoga Babahmu selamat Tei.”
“Iya Ki, semoga Babah sampai di Tumasek dengan sehat dan bertemu dengan  Bibi Lou.”
“Semoga.”
Ki Baroto dan Bah Tei berbincang-bincang disela-sela selesai berlatih kanoragan, dengan setia mereka terus menunggui Joko yang sedang bersemedi dengan segala resiko dan tantangan-tantangan yang ia hadapi. Tubuhnya semakin lemas dan tak bergerak, pikirannya dihimpit oleh binatang aneh yang meyerupai naga di danau mati tempat ia dan kawan-kawan kecilnya mandi. Binatang itu kini telah melilit tubuhnya dan mengancam untuk menghentikan semedinya. Tubuh Joko tak berdaya, semakin lemah dan tak kuasa menahan lilitan binatang aneh yang menyerupai naga itu. Namun ia tetap tabah dan sabar menahan sakit yang tak terperikan, meski hanya perasaan dan pikirannya saja tapi sungguh membuat tubuh Joko lungset seperti kertas buram. Dengan bertahan terhadap lilitan binatang aneh yang menyerupai naga itu, ia terus memusatkan pikirannya yang bercerai-berai meninggalkan jasadnya terbang ke awang-awang, lama-kelamaan tenaganya mulai pulih lagi, sisa-sisa kekuatan dalam tubuhnya kembali mengaliri peredaran darahnya dan terpusat pada pikirannya yang kembali tenang.
“Pergi saja kau binatang busuk, dan tak berguna, lepaskan juga kawan-kawanku yang telah kau sandera diperutmu itu.”
“Enak saja anak muda. Kau dan kawan-kawanmu akan kulumat.”
“Aku tak takut ancamanmu itu naga busuk.”
“Cepat hentikan semedimu atau aku lumatkan tubuhmu ini!.”
“Silahkan saja, aku sudah siap mati untuk ini.”
“Enak saja kau mintanya langsung mati, akan aku cincang dulu tubuhmu ini, dan sebelum kau hentikan semedimu itu, cepat hentikan semedimu, kau sudah ditunggu perempuanmu itu yang makin cemas menunggumu.”
“Maaf aku tidak takut dengan ancamanmu naga tengik.”
“Goblok kau anak muda, apa yang kau cari dalam semedimu ini?”
“Aku tak cari apa-apa, hanya ingin menaklukan hawa nafsuku.”
“Kurang ajar!, kau memang keparat anak muda.”
“Terserah apa katamu naga tengik.”
“Persetan kau anak muda.”
“Kau sendiri yang menyerupai syetan.”
“Apa aku ini syetan?”
“Bukan hanya syetan tapi iblis.”
Dengan dikatakannya iblis, tubuh binatang aneh yang menyerupai naga itupun perlahan-ahan luluh lantah, dan sirna. Asap putih menyebar  memenuhi danau bersama tubuh anak-anak muda bergelimpangan dipinggir danau dalam keadaan  tertidur. Tubuh Jokopun kembali segar dan tegar. Bersamaan dengan itu, tubuh-tubuh itupun juga menghilang, Joko seperti bangun dari tidur, semua kembali seperti dari awal lagi. Mulut Joko terus melafalkan doa-doa yang telah diberikan Ki Baroto.

Bersambung…

Bangilan, 1 Desember 2016.

Label:

Kamis, 17 November 2016

Surat Kartini Untuk Negeri

Bagian Satu

https://id.wikipedia.org/wiki/Kartini 

Oleh. Rohmat Sholihin*

Orang-orang Belanda itu menertawakan dan mengejek kebodohan kami, tapi kami berusaha maju, kemudian mereka mengambil sikap menantang terhadap kami. Aduhai! Betapa banyaknya duka cita dahulu semasa masih kanak-kanak disekolah; para guru kami dan banyak diantara kawan-kawan sekolah kami mengambil sikap permusuhan terhadap kami. Tapi memang tidak semua guru dan murid membenci kami. Banyak juga yang mengenal kami dan menyayangi kami, sama halnya terhadap murid-murid lain. Kebanyakan guru itu tidak rela memberikan angka tertinggi pada anak Jawa, sekalipun murid berhak menerimanya. Pendidikan kolonial yang selalu membeda-bedakan, pendidikan hanya sarana menghegemoni dan melanggengkan kekuasaan atas penindasan. Tak ingin anak-anak jajahan bisa memperoleh kedudukan yang sama, mempunyai hak yang sama sebagai manusia, mengajukan pendapat yang sejajar dalam kedudukan, bertukar pikiran dengan kritis, menerima kritik dan mengkritik. Ah manusia dimanapun selalu sama, bersaing dan ambisi untuk saling menguasai.

Bagaimanapun juga orang pribumi tak kan boleh maju, tetap harus dalam posisi dijajah, alamnya dikeruk, budayanya di ambil, dan di adu domba. Biar semakin terjajah dan lumpuh, itu merupakan penderitaan yang tak terkira pedihnya. Anak-anak pribumi tak boleh sekolah, hanya beberapa saja yang berkasta menengah ke atas baru boleh sekolah, pembodohan masiv dengan rentang waktu yang lama, mencukur pola pikir rakyat pribumi, semua buta huruf, tak bisa membaca, semua hanya orang-orang yang dianggap tak tahu apa-apa, membebek dan bisu. Budaya kritisnya diberangus. Pribumi sungguh menjadi manusia yang berkasta binatang. Sekelas budak yang bermamah biak dikandangnya sendiri.

Berhari-hari aku merasakan bahwa hidup hanya untuk mengabdi pada juragan, serba diatur, ketat, bahkan kentut saja harus melapor, memangnya kita hidup ditanah asing? Ini adalah tanah moyang kami, aku dibesarkan dibumi moyang kami, seharusnya kebebasan kami tak dibatasi oleh sistem kolonial Belanda yang tak bisa adil dalam sistem sosial. Kami rakyat pribumi tetap diperlakukan sebagai kasta terendah yang tak boleh tahu apa-apa, bahkan dibutakan oleh pengetahuan-pengetahuan, budaya, bahkan cara baca tulis, dan bahasa. Rakyat pribumi dibiarkan terkapar dengan segala resiko yang mengancam. Aku gusar menulis surat ini, karena emosiku yang meledak-ledak melihat tangis ratap anak bangsa yang serba menderita, tiada kira.

Jika persatuan dan kesatuan terus dipupuk, kita bisa melawan dengan segala bentuk perlawanan yang kita hadapi. Mustahil, dengan persatuan dan kesatuan apa yang tidak bisa kita lakukan, gunung saja bisa kita pindah, laut juga bisa kita pindah, bahkan samudera bisa kita bendung, apalagi sistem penjajahan Belanda pasti dengan mudah bisa kita hancurkan. Bersatulah kawan, kita sudah bosan dan menderita dengan perpecahan, perang saudara yang ruginya kembali pada kita sendiri, yang mengambil untung adalah musuh kita, musuh yang telah menjajah kita seakar-akarnya sampai kita sekarat dan tak berdaya. Suatu saat kita pasti bisa. Selagi matahari masih bersinar, dan embun masih membasahi rerumputan dan dedaunan kita masih bisa melawan dengan daya upaya yang kita miliki sepenuhnya.

*Penulis anggota Komunitas Kali Kening Bangilan-Tuban



Label:

Rabu, 16 November 2016

Pemuda Plat Nomor



http://atjehcybermedia.blogspot.co.id/2015/07/vivacoid_31.html

Oleh. Rohmat Sholihin*

            Ia oleh banyak orang dikatakan gila, kurang kerjaan dan aneh. Kebiasaanya yang selalu mencatat nomor plat mobil semenjak ia gagal masuk angkatan polisi menjadikan ia sedikit kurang waras. Dicemooh, dikucilkan, dan dihina habis-habisan oleh orang-orang sekitar. Orang tuanya juga merasa sedih tentang kebiasaan anaknya yang super aneh itu. Merasa malu dan tertekan jika banyak orang-orang mengatai anaknya telah menjadi gila karena gagal masuk polisi. Ketika hari menjelang tidur malam, bapaknya mengajaknya bicara diruang tamu sebelum tidur.
“Nak, kebiasaan burukmu itu menjadi banyak gunjingan tetangga-tetangga, aku sebagai bapakmu merasa malu nak, bisakah kau hentikan kebiasaanmu menulis plat nomor mobil yang tak ada gunanya itu.” Bicara bapaknya dengan nada halus.
“Aku hanya iseng saja pak, tak lebih dari itu.” Jawab Tegar tenang.
“Tapi kenapa iseng harus setiap hari mulai dari pagi sampai sore, kenapa kau lakukan itu nak?”
“Ehm, bagiku merasa asyik pak, bisa menulis dan menghafal plat mobil seseorang, bagiku plat mobil itu bukan sekedar huruf, angka, bulan dan tahun saja pak, plat nomor itu ibarat tanda atau kode kendaraan yang selalu dibawa kemana-mana, seperti kita juga pak, sebagai manusia punya identitas sendiri-sendiri atau makom sendiri-sendiri.yang selalu kita bawa sampai kita tiada.”
Bapaknya merasa sedih atas jawaban anaknya yang aneh, “apa istimewanya menulis dan menghafal plat nomor mobil milik orang lain, plat mobilku sendiri saja aku tak hafal. Aneh, benar-benar aneh anak ini. Apa ia kecewa dengan kegagalannya masuk angkatan polisi?, ia dari kecil memang selalu bercita-cita menjadi detektif seperti dalam film-film Amerika seperti tokoh film Hunter, Lethal Weapon, Sherlock Holmes, Zodiac, Vertigo, Prisoners, dan masih banyak lagi, apa ini obsesi dari hobinya menonton film kehebatan detektif dalam mengungkap komplotan kejahatan?” Pikiran bapaknya terus berkecamuk.
“Boleh-boleh saja nak tapi jangan sampai berlebihan, kamu masih punya banyak kesempatan untuk menjadi polisi tahun depan dan tahun depannya lagi, tapi jangan seperti orang aneh begini, kamu masih muda masih banyak kegiatan positif lainnya, membaca buku, berolah raga, bersepeda, renang dan karate. Bapak tidak melarang atau membatasi dan mengatur kebiasaan-kebiasaanmu nak, bapak kasihan kamu selalu digunjingkan banyak orang ini dan itu, kamu anak bapak harus bisa membuktikan kepada semua bahwa kamu bukan keturunan keluarga aneh.” Bicara bapak sedikit dengan nada keras. Meski dalam hatinya sangat tidak tega kepada anaknya yang tak pernah menyusahkan itu, harus minta ini, minta itu.
“Sudahlah bapak. Tak perlu mengurusi dan menanggapi omongan orang lain, biarkan mereka mau bicara apa saja, biarkan saja aku tak mau ambil pusing dengan omongan mereka, yang penting Tegar tidak merugikan mereka.” Jawab Tegar santai.
“Iya nak, tapi bapak dan keluarga juga panas mendengarkan omongan mereka.”
“Tak perlu panas pak, tanggapi saja dengan senyum pak, biar mereka mengataiku gila, terserah, yang penting Tegar baik-baik saja.”
“Tolong hentikan nak, kebiasaanmu tentang menulis dan menghafal plat nomor itu, saya rasa kurang kerjaan nak.”
‘Iya itu bagi bapak, tapi bagi Tegar menulis dan menghafal plat nomor adalah bagian misi kemanusiaan, pak.”
“Apa?, kemanusiaan?, aduh nak, tolong hentikan itu, mereka akan selalu mengatakan kau memalukan dan aneh, kau akan selalu diketawai terus oleh mereka, bahwa kau telah menjadi gila nak.”
“Sudahlah pak, bapak tidur saja. Hari sudah malam dan besok bapak harus ke kantor pagi-pagi. Nanti bapak terlambat.”
“Aku tidak bisa tidur nak, memikirkan kebiasaan anehmu itu.”
“Bapak tak perlu khawatir dengan Tegar, tidak ada yang aneh, hanya saja mereka orang-orang yang mengataiku gila tak pernah tahu kejadiannya dan tidak tahu apa dibalik kebiasaanku sesungguhnya.”
“Termasuk bapakmu ini nak, tak tahu apa yang ada dalam benakmu itu, kebiasaanmu yang selalu menulis dan menghafal plat nomor mobil itu, kurang kerjaan nak.”
“Di dunia ini tidak ada yang tidak berguna bapak, semua orang melakukan aktifitas masing-masing sesuai dengan ukuran dan fungsinya yang seimbang bapak.”
“Dari mana kau tahu kalimat-kalimat itu?”
“Dari plat nomor mobil pak.”
“Apa hubungannya nak, kau semakin gila nak, sebaiknya kau hentikan kebiasaan anehmu itu!”
“Maaf bapak, aku sudah terlanjur mencintai hobi baruku ini, tak sadar hampir 2 tahun aku lakukan identifikasi tentang plat nomor mobil beserta kejadian-kejadian aneh didalamnya.”
“Apa maksudmu nak?, aku semakin bingung dengan otakmu itu, kau kebanyakan melihat film detektif di televisi nak, sudah besok harus dihentikan kebiasaanmu itu. Kau bukan detektif nak, kau anakku yang harus punya kegiatan positif yang lain. Tahun depan dan ajaran baru kau harus masuk kuliah, kau harus mendaftarkan diri di kampus yang kau sukai.”
‘Baiklah bapak, aku mau kuliah, tapi maaf kebiasaanku ini tetap jalan, karena ada hubungannya dengan kemanusiaan dan keselamatan semua orang bapak.”
“Kemanusiaan, kemanusiaan lagi, bingung aku, apa buktinya kalau kebiasaanmu itu berhubungan dengan kemanusiaan? Buktikan!”
“Baiklah bapak, aku pasti akan membuktikan, tapi belum bisa sekarang, maaf!”
“Jangan sok belagu kau nak.”
“Bukan bapak.”
“Coba berapa nomor plat mobil bapak?”
“Q 2367 SD, Warna biru metalik, Sedan Corolla tahun 2001. Hampir semua mobil di daerah ini aku hafal bapak.” Bapaknya geleng-geleng hampir tak percaya.
“Z 5679 DF, punya orang baru pindahan dari Jakarta, jenis mobil angkutan warna merah metalik.”
“D 9012 NM, mobil dinas milik atasan bapak dikantor. Jenis sedan Mercedez Bens terbaru tahun 2016.”
“Kau hanya pandai menghafal saja tak ada sisi kemanusiaannya bukan.”
Tegar hanya diam tak mau melanjutkan pembicaraannya dengan bapaknya karena malam semakin larut, ia mengalah dan minta izin masuk kamarnya. Bapaknya hanya mengangguk pelan mengiyakan.

            Beberapa hari berlalu dan orang-orang masih saja terus menertawakan kebiasaan aneh Tegar, baik di warung kopi, pasar bahkan tempat-tempat umum lainnya. Hingga mereka juga dikejutkan oleh beberapa sedan Patwal Polisi yang berduyun-duyun, berbaris-baris menuju rumah Tegar. Ada apa? Orang-orang malah semakin bingung, sisi lain mengecap Tegar sudah gila, disisi lain banyak petugas polisi ke rumah Tegar, tak tanggung-tanggung pejabat teras Polisi langsung datang ke rumah Tegar. Orang-orangpun ikut berduyun-duyun penasaran untuk melihatnya. Terlihatlah Tegar dengan dikawal Polisi masuk ke dalam mobil Patwal dan seperti gembong teroris yang telah diamankan. Berkembang lagi isu di masyarakat sekitarnya Tegar telah menjadi anggota teroris. Semua terbelalak dan ngeri, tak percaya apa yang telah dilakukan Tegar. Rumah Tegar menjadi ramai. Orang-orang berduyun-duyun datang untuk memastikan kebenarannya. Hampir semua anggota keluarga Tegar tidak dirumah, hanya rumah itu telah dijaga Polisi dengan pakaian preman.
“Pak, apa benar Tegar telah menjadi teroris?” tanya salah satu dari warga
“Kata siapa?” jawab Polisi berpakaian preman.
“Kata orang-orang tadi waktu Tegar diamankan.”
“Bukan, itu berita bohong, justru nak Tegar inilah yang menyelamatkan kita semua dari rencana pengeboman oleh teroris. Dan berhasil mengungkap beberapa kejahatan-kejahatan lainnya  seperti pengedaran narkoba, perampokan, dan penculikan.” Jawab Polisi berpakaian preman.
“Ah bapak bohong, mana ada orang gila bisa mengungkap kejahatan?”
“Pemuda aneh yang hanya bisa menulis dan menghafal plat nomor mobil itu.”
“Lha itu yang dicari bapak komandan, Tegar bisa mengungkap kejahatan dari plat mobil, ada barang bukti yang telah dikumpulkan oleh saudara Tegar dari menulis dan menghafal plat nomornya, beberapa bulan ini Polisi bingung untuk mengungkap kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan oleh beberapa oknum kejahatan, dan kebetulan saudara Tegar memberikan pesan kepada Komandan kami tentang data-data itu, kebetulan saudara Tegar masih punya data lengkap dari hasil pengumpulan plat mobil selama ini, yaitu menulis dan menghafal plat mobil, beserta beberapa foto-foto yang telah digunakan sebagai barang bukti kami. Sebagai Polisi kami sangat berterima kasih atas bantuan saudara Tegar. Karena telah membantu dan memudahkan untuk mencocokkan dengan data-data yang Polisi punyai.” Jelas Polisi berpakaian preman dengan tegas.

Orang sekampung masih saja bingung. Dan masih menganggap Tegar tetap tak waras alias aneh. Apalagi keberadaan Tegar setelah dibawa pergi Polisi sudah tak pernah lagi pulang ke rumahnya. Bapaknya tak berapa lama telah pensiun dari kantornya dan pindah ke daerah lain. Setiap kali bapaknya ditanya tentang keberadaan Tegar yang sebenarnya, jawab bapaknya dengan bangga Tegar telah masuk pada Akademik Polisi. Kerja keras selama ini yang dilakukan oleh Tegar ternyata tidak sia-sia, naluri detektif nya telah melekat sejak masih kecil, meski banyak orang dan bapaknya mengatakan ia gila ternyata dapat dimentahkan oleh beberapa kalimat lama, bahwa semua orang punya kecerdasan masing-masing yang apabila dikembangkan dengan sabar pasti akan berguna. Terbukti sudah jawaban dari Tegar untuk bapaknya. Tegar kau memang tegar. Gila dan genius hanya selisih tipis bahkan tak ada bedanya.

Bangilan, 17 Nopember 2016.

*Penulis guru MI Salafiyah Bangilan, anggota Forum Komunikasi Mahasiswa Bangilan (FKMB) dan anggota Komunitas Kali Kening Bangilan.




Label:

Selasa, 08 November 2016

Pendidikan Ramah Lingkungan, Mengapa Tidak?

 
https://1m4m92.wordpress.com/2012/03/07/pendidikan-lingkungan-hidup/

Oleh. Rohmat Sholihin*)

            Terkadang sekolah menjadi tempat yang sangat membosankan bagi peserta didik atau siswa. Dengan sistem pembelajaran yang monoton dan tidak menarik merupakan faktor utama kejenuhan bagi peserta didik. Peserta didik kurang tertarik dengan materi ajar yang datar-datar saja dan kurang memberikan kesan baru bagi peserta didik, jika itu terus berlanjut dan menjadikan hal yang biasa bagi guru, proses belajar mengajar akan menjadi kurang bermutu dan tidak sukses. Anak didik selalu mengidolakan guru yang suka memberikan ide segar, hal-hal baru bagi anak didik, berani, dan apa yang diajarkan oleh guru bukan hanya bersifat teori semata. Guru harus tampil dominan di depan anak didik, meyakinkan dan bertanggung jawab memberikan pelayanan prima dengan sabar, jangan hanya selalu mengedepankan nilai-nilai ujian semata, berilah kesempatan pada anak didik untuk bereksplorasi sesuai dengan apa yang mereka inginkan dengan satu catatan apa yang telah mereka lakukan bernilai positif. Guru yang hebat juga akan melahirkan peserta didik yang hebat pula.
            Mengajar anak didik tidak harus kaku di dalam kelas saja, ajaklah mereka bersuka ria dengan penuh canda untuk berdiskusi tentang materi-materi ajar dengan luwes tanpa terbebani dengan hasil nilai-nilai. Bisa bermain sambil diskusi di taman sekolah, di hutan buatan milik warga sekitar, mengunjungi area persawahan dan perkebunan milik masyarakat sekitar, mengunjungi pasar, mengunjungi bendungan hasil peninggalan kolonial Belanda, dan mengunjungi tempat-tempat yang mengandung nilai-nilai sejarah lainnya dengan senang. Dalam kegiatan itu sempatkan untuk memotret atau mengambil gambar sampel sebagai bentuk kegiatan pembelajaran, bisa juga sambil melakukan wawancara dengan masyarakat sekitar untuk melatih keberanian anak didik bertanya pada nara sumber, sehingga anak didik akan mendapatkan informasi penting sebagai laporan hasil kunjungan atau pengamatan. Pihak sekolah harus menjalin hubungan baik dengan masyarakat sekitar demi terciptanya suasana pendidikan yang kondusif. Kenalkan anak didik untuk akrab dengan lingkungannya, baik lingkungan alam dan lingkungan sosial. Menjalin hubungan baik dengan tokoh-tokoh setempat, mengobrol dan menanyakan banyak hal tentang informasi yang dibutuhkan. Melatih berdiskusi dan berinteraksi sejak dini sangat perlu untuk dibiasakan agar dikemudian hari anak didik terbiasa dengan budaya saling bicara, menyapa, menyelesaikan permasalahan dengan baik. Bagaimanapun juga proses pembiasaan-pembiasaan yang mengesankan seperti di atas akan selalu dikenang oleh anak didik sampai mereka lulus. Bahkan setelah lulus mereka akan selalu merindukan sentuhan-sentuhan pengajaran seperti itu.
            Jika kebiasaan-kebiasaan positif dan menyenangkan selalu dikenalkan dan dibiasakan kepada peserta didik. Anak didik tidak punya kesempatan berfikir ke arah yang negatif, narkoba, tawuran, seks bebas, ogal-ogalan, dan kebiasaan-kebiasaan yang menyimpang lainnya. Selama kita dengan tulus memperhatikan mereka. Dan mengajak ke arah pembelajaran-pembelajaran yang revolusioner, dalam artian pembelajaran-pembelajaran yang unik dan progresif. Bukan pembelajaran yang biasa-biasa saja dan miskin ide, kaku, dan hanya bertumpu pada nilai-nilai ujian, dan PR yang menjemukan.
            Di negara-negara maju pendidikan tidak hanya transfer of knowledge semata tapi juga transfer of culture and value, budaya-budaya lokal juga menjadi prioritas utama untuk anak didik, dikenalkan, didiskusikan, dan dipelajari. Sedangkan di negara kita tercinta Indonesia yang kaya akan kemajemukan budaya sangat berpotensi untuk mempelajari banyak kekayaan budaya bangsa sebagai alur keberagaman budaya. Bahwa keberagaman bukan akar permasalahan atau  perpecahan tapi keberagaman adalah hasanah kekayaan bangsa yang harus dijaga, dilestarikan bersama. Dengan pendidikan yang ramah akan lingkungan nilai-nilai kebersamaan dan rasa solidaritas menjaga amanat bangsa akan lebih mengena. Sehingga rasa persaudaraan dan persatuan kesatuan bangsa tetap terjaga.
            Dewasa ini ikut prihatian kejadian-kejadian yang menyimpang di dunia pendidikan kita. Ada banyak kasus yang membuat hati kita miris dan menjadi ketakutan bagi masyarakat terutama orang tua. Tawuran pelajar sampai berbuntut kematian, pelecehan seksual, narkoba, balapan liar dan lainnya. Alangkah baiknya jika peran lingkungan atau issu lingkungan mulai diperkenalkan pada anak didik, anak didik mulai diperkenalkan hidup bersih. Menjaga lingkungan itu sangat penting.
Seperti contoh, Pendidikan ramah lingkungan air merupakan kebutuhan manusia untuk hidup sehingga upaya pengelolaannya perlu dilakukan secara lestari dan berkelanjutan. Salah satu upaya untuk melestarikan pengelolaan sumberdaya air, maupun dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan pada umumnya, adalah melalui jalur sekolah atau pendidikan. Melalui pendidikan akan diberikan bekal kepada siswa sekolah untuk dapat bertahan hidup, memahami dan mengenali potensi dan daya dukung lingkungan, serta memiliki kemampuan untuk pengelolaan dan pelestariannya. Kondisi lingkungan sekitar sangat berpengaruh pada pemikiran dan tingkah laku anak didik atau siswa sekolah. Kehidupan sehari-hari anak haruslah dikedepankan untuk bekal hidup mereka dari pada pendidikan yang menyajikan impian yang jauh dari kehidupan anak. Inovasi dan kreatifitas untuk menghadapi kehidupan sehari-hari tersebut akan menjadikan anak belajar untuk mengenal diri dan lingkungannya beserta kemampuan untuk dapat bertahan dalam hidup. Penggunaan lingkungan sekitar sebagai media belajar siswa saat ini belum dimaksimalkan. Guru masih terkungkung dalam ruangan kelas, padahal banyak potensi yang ada di lingkungan sekitar yang bisa menjadi bahan ajar untuk siswa. Sumberdaya dalam komunitas lokal meliputi sumberdaya manusia (orang atau masyarakat), tempat-tempat, atau lokasi yang bisa memfasilitasi pencapaian tujuan pendidikan. Pendidikan lingkungan memberikan peluang untuk sebuah pendidikan yang berorientasi komunitas lokal. Penggunaan sumberdaya lokal dapat mempertinggi nilai dan memperluas kurikulum sekolah. Sumberdaya komunitas lokal dapat membantu sekolah dan guru untuk mengajar lebih efektif dengan cara memberikan motivasi kepada siswa, membantu siswa mencapai tujuan pembelajarannya, dan menghubungkan langsung siswa dengan model peranan dan situasi kenyataan hidup. Perilaku hidup bersih dibutuhkan manusia dalam hidup adalah lingkungan yang bersih, sehat, aman dan nyaman. Berperilaku hidup bersih dan sehat sebenarnya telah menjadi bagian dari kesadaran masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Namun apakah kesadaran ini telah mampu menjadi bagian dari kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari, suatu hal yang masih memerlukan adanya peningkatan kapasitas lebih mendalam. Pemberian pengetahuan dan pembentukan kesadaran tentang perilaku hidup bersih dan sehat dirasa sangat efektif ketika dilakukan semenjak usia dini. Berdasarkan pada kondisi ini implementasi program penyadaran perilaku hidup bersih dan sehat cukup tepat dilakukan pada murid Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah. Di sisi lain peran guru dalam proses belajar mengajar di Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah masihlah dominan. Oleh sebab itu, kepala sekolah/madrasah, guru dan Komite Sekolah perlu dilibatkan secara aktif dalam pelaksanaan program penyadaran perilaku hidup bersih dan sehat. Sekolah sebagai salah satu wadah peningkatan pengetahuan dan kemampuan anak memiliki peran penting dalam menyumbang perubahan yang terjadi di dalam keluarga. Bagaimana menghargai air bersih, memahami pentingnya penghijauan, memanfaatkan fasilitas sanitasi secara tepat serta mengelola sampah menjadi poin tidak terpisahkan dalam upaya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat. Sebagai komponen terkecil dalam masyarakat, perubahan yang terjadi dalam keluarga akan memberi pengaruh pada masyarakatnya. Kesadaran masyarakat di daerah hulu sungai terhadap kebersihan, kesehatan dan penghijauan lahan akan menjadi titik awal menguntungkan dalam upaya menjaga kelestarian sumberdaya alam dan fungsi lingkungan hidup. Peran serta semua pihak sangat dibutuhkan dalam rangka konservasi dan upaya menjaga kelestarian lingkungan hidup tersebut. Dibutuhkan dukungan dan kontribusi masyarakat, terutama peran media dalam mendukung pemasyarakatan isu Clean, Green and Hygene (CGH), serta penyebarluasan lebih meluas tentang kesehatan air dan sanitasi lingkungan. Peranan masyarakat dan dukungan media sangat penting dan sangat diperlukan sebagai pengawal isu pelestarian. Peran media sangatlah penting disini sebagai penyambung dan penyebarluasan informasi. Penyebaran informasi ini diharapkan dapat merubah perilaku dari peduli ke tindakan. Pada saat ini, peran masyarakat dan dukungan media belum banyak terlibat dalam penyebarluasan isu tentang CGH dan kesehatan air. Penyelenggaraan pendidikan yang ramah lingkungan perlu terus didorong agar dapat diwujudkan perilaku masyarakat yang menghargai hidup bersih, sehat, aman dan nyaman dalam lingkungan hidup yang terjaga kelestariannya. Pendidikan ramah lingkungan perlu didukung oleh semua pihak, baik melalui bangku sekolah, pendidikan keluarga maupun dukungan dan peran media dalam memberikan informasi tentang pentingnya hidup sehat dan bersih dalam lingkungan yang aman dan nyaman.
            Kerusakan alam pada saat ini telah mencapai tingkat yang memprihatinkan. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya sampah yang bertebaran di jalan-jalan, sungai, bahkan di lingkungan pemukiman. Hal ini menunjukkan rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menyelematkan lingkungan dengan menjaga kebersihan. Meskipun limbah pabrik dan industri juga menyumbang pencemaran lingkungan, akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa limbah rumah tangga juga menyumbang limbah dengan jumlah yang cukup signifikan.
Anak-anak dan siswa sekolah merupakan calon-calon kader penyelamat lingkungan yang ideal. Mereka harus dibina menjadi kader penyelamat lingkungan karena pemikiran mereka masih berkembang dan kebiasan-kebiasaan yang mereka lakukan juga belum terbentuk secara utuh, sehingga masih terbuka peluang untuk menanamkan nilai-nilai positif terkait perilaku sehari-hari yang berefek positif bagi lingkungan, seperti membuah sampah pada tempatnya. Dengan demikian sekolah pun menjadi laboratorium yang tepat untuk melakukan pembiasaan penyelamatan lingkungan, karena sekolah merupakan institusi yang mempunyai struktur, fasilitas, dan sumber daya yang cukup memadai dibandingkan dengan kondisi masyarakat di luar lingkungan sekolah.  
Dalam kaitannya dengan pelajaran kerajinan, para siswa juga sebaiknya diajarkan untuk berkreasi dengan berbagai macam kerajinan dengan barang-barang bekas, seperti kaleng, botol, kertas bekas, dan lain-lain. Berbagai keterampilan dengan memanfaatkan barang bekas mempunyai banyak keunggulan, seperti meningkatkan nilai ekonomis barang-barang bekas dan mengurangi jumlah sampah.
Sekolah, dengan semua warganya, harus bersinergi untuk menyelamatkan lingkungan sekitar. Para guru, terutama yang berkaitan dengan lingkungan, seperti guru biologi, fisika, kerajinan, dan semua guru pada umumnya, seharusnya menjadi pionir dalam usaha pengkaderan para siswa menjadi agen penyelamat lingkungan. Selain mengajarkan para siswa berbagai usaha penyelamatan lingkungan, mereka juga harus menjadi contoh dalam kehidupan sehari-hari, jangan sampai apa yang mereka sampaikan ternyata berlawanan dengan apa yang mereka lakukan. Seperti melarang para siswa membuang sampah sembarangan akan tetapi mereka sendiri justru membuang sampah sembarangan atau membiarkan kotoran sampah bertebaran dan tidak melakukan tindakan apapun. Jika usaha penyelamatan lingkungan dan menjaga kebersihan sukses di lingkungan sekolah, maka mewujudkan masyarakat yang sadar lingkungan bukanlah suatu kemustahilan. Pendidikan ramah lingkungan, mengapa tidak?

*)Guru Kelas di MI Salafiyah Bangilan-Tuban.

           


Label:

Kembali ke Kota Kenangan

https://adventureinhealth1201.wordpress.com/2014/09/10/jeep-lava-tour-sunrise-merapi/
Oleh. Rohmat Sholihin*

Lima belas tahun berlalu.
            Kereta api senja masih terus melaju. Kini aku akan hadir lagi pada kota tua, kota penuh kenangan. Kota yang mengajari aku tentang makna aksara. Aku akan datang di Villa tua itu lagi atas permintaan kawan-kawan lama diacara Reuni dengan diisi diskusi bedah buku yang telah aku terbitkan, kumpulan cerpen Rindu Itu Berganti Hujan, aku berharap kau ada dan datang diacara reuni dan diskusi bedah buku terbaruku. Tapi, aku tak berharap penuh bisa bertemu denganmu. Disituasi seperti ini semua telah sibuk dengan urusan dan kesibukan masing-masing. Kita bisa bertemu dalam satu forum, bersenda gurau merupakan kenikmatan tersendiri. Tak sabar rasanya ingin segera sampai dan melepas lelah bersama mereka.
            Kereta api berhenti sejenak distasiun yang aku tak tahu, namun dengan susah payah aku cari-cari tulisan nama stasiun melalui jendela, ternyata aku lihat dipojok dekat toilet ada tulisan Stasiun Sragen (SR), aku kembali duduk dan meluruskan kakiku yang terasa kaku, maklum perjalanan panjang Surabaya Gubeng-Lempuyangan Yogyakarta. Daripada terdiam ku keluarkan buku kumpulan cerpen Rindu Itu Berganti Hujan, ku baca lagi satu cerpen Stasiun Tua Dikampungku, kembali terasa pikiranku ke masa kecil, ketika bermain di stasiun dekat rumah yang rindang dengan pohon-pohon Meh yang besar, ada empang penuh dengan ikan, bermanja-manja dengan alam yang masih bersahabat.
            Kereta api berjalan lagi. Kupanggil pelayan kereta dan memesan segelas kopi panas. Ku pandang lagi keadaan luar jendela. Stasiun Sragen akan ku tinggalkan. Mendengar cerita dari orang yang duduk didepanku, bahwa stasiun Sragen ini bernama Mojosragen karena dekat dengan keberadaan pabrik gula Mojo.  
“Angker, nak.”
“Oh iya.”
“Bangunan yang dibangun oleh Belanda hampir semua terkesan angker, bentuknya megah, besar dan kuat bertahan selama bertahun-tahun. Cara membangunnya selalu memperhatikan kaidah-kaidah kontruksi yang sesuai tehnik arsitektur, bukan asal dan…”
“Dan tidak korupsi.”
“Bisa juga.”
‘Perhatikan bangunan-bangunan stasiun diberbagai daerah hampir semua bisa bertahan, mulai dari stasiun Gubeng sampai stasiun Jakarta Kota. Luar biasa kuatnya, bentuk kontruksinya, tepat sekali.”
“Bukan hanya bangunan stasiun saja pak, bendungan-bendungan juga masih kokoh berdiri. Hanya saja kita tidak mau merawatnya dengan baik, jadinya perlahan-lahan mulai rusak.”
“Kesannya kita hanya bisa jadi bangsa pengrusak.”
“Bisa juga.”
“Bukan.”
“Kau tak terima?”
“Ehm, iya.”
“Alasan?”
“Kita bisa membangun lagi.”
“Buktinya?,”
“Monas.”
“Itu bangunan setelah merdeka, sebelum jauh abad bangsa bule datang ke bumi pertiwi ini sudah ada bukti-bukti sejarah peninggalan dari nenek moyang kita, candi-candi, dan kubah masjid.”
“Dan kau mengaguminya?”
Aku hanya mengangguk pelan.
“Mas hendak pergi kemana?”
“Yogyakarta, dan bapak?”
“Sama. Ada kepentingan apa? Kuliah?”
“Tidak pak, saya sudah lulus. Hanya ada undangan dari kawan-kawan lama, ya semacam reunian bapak.”
“Dimana?”
“Wisma Kaliurang bapak.”
“Ogh, asyik punya kesempatan untuk bertemu lagi.”
“Ya begitulah bapak.”
Obrolan semakin jauh dan akrab, berbagai macam isu hangat menjadi perbincangan santai dalam kereta. Hingga tak terasa telah sampai di Stasiun Lempuyangan Yogyakarta. Kuajak jabat tangan sambil mengucapkan,”terima kasih bapak dan selamat jalan semoga kita bisa bertemu lagi.”
Bapak tersenyum,
“Broto,”
“Abrasyi,”
“Nama bagus.”
“Terima kasih.”
Akupun segera turun.
“Inilah kota kenangan. 15 tahun yang lalu. Tepatnya tahun 2001, bersama rombongan kawan-kawan dari kota Malang dan Pekalongan. Kini aku datang lagi dengan kegugupan-kegugupan usiaku yang tak lagi muda. Yogyakarta aku datang lagi dengan semangat gempita, suara yang tetap menyala, dan senyum yang selalu tersimpul pada seutas manis bibirku. Mata dan hati yang selalu menyulam raut, entah raut siapa? Tentu raut kenangan yang tertinggal pada bekas guratan-guratan dinding hati yang terdalam, aku masih punya kesempatan menyapa kota dengan materi yang berbeda, berbeda dari kemarin ketika aku berjibaku dengan segumpal ide dan sepotong sunyi, menyanyikan lagu mars mu dengan tangan mengepal, berteriak dijalanan, suaranya kini semakin menghilang hanya jadi gaung asa,” gumamku.

            Tiba-tiba mataku memandang suatu tempat. Warung kopi stasiun. “Ah, suasana yang masih tetap sama, selalu ramai, dan penjualnya masih tetap sama, meski wajahnya mulai dihiasi keriput tapi senyum dan empatinya pada semua orang masih tetap sama seperti yang dulu, 15 tahun tahun bukan waktu yang singkat, ternyata Tuhan masih menuntunku menginjak tempat ini. Syukurlah, aku masih punya kesempatan merajut kenangan yang telah pudar oleh waktu, semoga ada hikmah dalam perjalanan hidup yang singkat, setidaknya aku telah melihatnya kembali sebelum mati.” Pikirku. Aku mulai menempati tempat duduk diluar warung, kutaruh tas rangselku dimeja, lalu memesan nasi gudeg dan segelas teh hangat. Kembali mataku memandang situasi stasiun yang ramai. Tak sengaja aku memandang paras yang sedang duduk dengan sebatang rokok dimulut serta segelas kopi pahit didepannya. Pandangannya garang segarang rambutnya yang gondrong tak terurus dan kumis serta janggutnya yang lebat. Tubuhnya tinggi dan ceking. Kulihat dari sikap dan perangainya ia masih lajang meski aku tak tahu kehidupannya sekaligus. Aku hanya menebak saja dengan perkiraan-perkiraanku. Lagi pula aku tak ada urusan dengannya. Tapi hatiku membayangkan sesuatu pada raut itu, entah raut itu benar atau tidak, aku tak mau mengkhayal, kubiarkan mataku memandang yang lain, tapi raut itu semakin jelas, kau. “Ah, bukan. Hanya pikiranku saja yang nakal, hanya pikiranku saja yang masih penasaran tentang keberadaanmu, hanya pikiranku saja yang minta dijelaskan tentang kebangsatanku dimatamu.” Batinku. Segera hidangan kusantap meski sesekali aku melihat gerak-gerik bahasa tubuhnya yang hampir mirip kau. “Ah sudahlah banyak orang mirip didunia ini.” Batinku.
            Makanan ku bayar, lalu melanjutkan lagi menuju Bugisan. “Tapi lebih baik aku mampir buang air kecil dulu,” pikirku. Dan segera aku cari toilet stasiun. Baru mau masuk ruangan toilet pria, aku sedikit tersentak, mendengar suara gertakan dari arah belakang yang tidak begitu keras, namun cukup mengancam, dan aku tak asing dengan suara itu.
“Cepat serahkan dompetmu atau pisau ini menikammu!”
“Cepat, tunggu apa lagi!”
“Kau bangsat!” teriaknya setengah keras.
Dengan cepat kubalikkan badanku. Ternyata pria dengan rambut gondrong, kumis dan janggut lebat yang kulihat diwarung sewaktu makan. Dan, aku tak asing lagi dengan suara “bangsat” itu, juga tatapan matanya.
“Rinto.”
“Kau.”
Dengan secepat kilat kau pun melompat menghindariku dan berlari sekuat tenaga mencari titik aman. Aku tak mau ketinggalan juga memburumu dari arah belakang. Berkejar-kejaran. Kau berlari melompat ke jalan kereta api, tak ketinggalan aku juga memburumu. Tak perduli kereta api dari arah berlawanan, kau terus berlari menghindariku, benar-benar nekat. Kereta api semakin dekat.
“Rinto, minggir, awas!” tubuhku melompat ke samping begitu juga kau. Aku segera bangkit, berlari dan menangkap tubuhmu yang belum sempat berdiri.
“Rinto. Tak usah lari lagi, capek.”
“Lepaskan aku, bangsat.”
“Kau selalu membawa sial.”
“Sial apa?”
“Sial segalanya.”
“sudahlah, aku salah apa? Kenapa kau bisa begini To? Apa yang salah dengan otakmu?”
“Cemburu.”
“Hah, cemburu? Dimana otak filsafatmu itu, dari pagi sampai malam selalu bicara filsafat, tapi kenapa kau menempuh jalan hitam begini.”
“Sudah tak usah khotbahi aku,”
“Aku berhak khotbahi kau, kau salah, kau jahat, kau cemburu padaku? Apa yang kau cemburui?, bukankah kau lebih lincah, lebih hebat dariku, dimana filsafatmu?”
“Sudah pergi saja kau!”
“Tak bisa, kau sakit, jiwamu itu perlu diobati. Kau sudah tak waras, begitukah filsafat yang kau pelajari selama ini hanya begini hasilnya, penodong, merampas milik orang lain.”
‘Sudah, berhenti, aku muak dengan ocehanmu, berhenti kau membeo, aku tak butuh pidato-pidato murahanmu.”
“Bukankah kau yang murahan. Menodong orang lain.”
Dengan kesal kutampar wajah sangarnya, “plak”, ia kaget dan mau membalasku, namun kutampar lagi, “plak”.
“Bunuh saja aku, Brasy, aku kalah,” dengan menyodorkan pisaunya padaku.
“Tak berguna aku membunuhmu, tak berguna.” Kutatap wajah kalahnya lagi.
“Kenapa kau bisa sampai tersesat disini.” Tanyaku
“Aku kalah denganmu Brasy. Aku kalah.”
“Kalah apa?”
“Dimana Puti?”
Aku kaget dan tersentak,
“Astaghfirullohaladzim, kau menyukai Puti? Kau cemburu padaku, kau marah-marah padaku saat kau mabuk di Villa itu,hingga kau begini. Sinting kau!”
“Dimana dia?”
“Dia sudah menikah dengan orang lain. Itu kabar yang aku dengar.”
“Dan kau tak jadi menikahinya Brasy?”
“Oh Rinto, aku sedikit tak ada niat untuk menikahinya. Paham?”
“Kenapa kau tak menikahinya?”
“Aku tak mencintainya.”
“Kenapa kau selalu dekat dengannya?”
“Tak lain ketika ia curhat padaku tentang ketidak beranianmu untuk mendekatinya, padahal…”
“Cukup, tak usah kau teruskan lagi kata-katamu, ayo kita lekas berlalu sebelum polisi menangkap kita!”
“Kau takut polisi?”
“Ya sekarang, karena aku salah.”
“Kalau dulu?”
“Tidak, aku menyuarakan kebenaran.”
“Kenapa kau bisa begini?”
“Entahlah, aku muak dengan perasaanku sendiri. Aku putus asa dengan ketidak jelasan hidupku. Bangsat!”
“Ulangi!”
“Bangsat!”
“Kau hanya fasih bilang kata-kata kotor itu. Apa tidak ada yang lain?”
“Tidak.”
“Ayo sekarang ikut aku!”
“Kemana?”
“Bugisan.”
“Hah, Bugisan. Untuk apa?”
“Iya, Bugisan. Aku ingin kau turut aku.”
“Baiklah.”

            Reuni dan bedah buku kumpulan cerpen Rindu Itu Berganti Hujan pun dimulai. Villa tua masih seperti yang dulu. Sejuk. Namun, kenangan-kenangan lama yang membeku perlahan-lahan mulai mencair. Bersenda gurau penuh keakraban. Hampir semua kawan-kawan bisa hadir, dan tak terduga Rinto telah aku temukan di ruang pojok hitam dunianya. Dan lebih mengejutkan lagi kabar yang sempat aku dengar tentang Puti yang sudah menikah hanya kabar kabur saja. Kuperhatikan seluruh ruangan dan kawan-kawan yang hadir tak ada mereka berdua. Aku keluar ruangan sebentar, melihat taman sekitar Villa tua.
“Bangsat! Kau telah menghiasi tamannya.”
Kaliurang, 6 Oktober 2016.
                       
*Penulis adalah Guru MI Salafiyah Bangilan dan aktif di Komunitas Literasi Kali Kening Bangilan-Tuban.





Label:

Sabtu, 05 November 2016

Lorong Gelap


https://uniania.wordpress.com/category/racauan-si-galau/

Oleh. Rohmat Sholihin*

“Ndok, pokoknya kamu harus mau menikah dengan Mas Rustam. Ia itu orangnya baik, dewasa, punya status jelas, pekerjaannya jelas, dan masa depan yang cemerlang.” Bicara Ibu diruang tamu.
“Memangnya, Ibu sudah tahu banyak tentang dia? Aku punya pilihan hati sendiri Ibu. Dan tolong kasih ruang padaku untuk memilih sesuai dengan kata hatiku, Ibu. Apa jadinya jika Tami menikah dengan orang yang tidak Tami cintai Ibu?” jawab Tami dengan perlahan.
“Apakah kau akan tetap melanjutkan hubunganmu dengan pacarmu itu, yang belum jelas statusnya, Ibu tidak rela kau menikah dengannya, Ibu malu dengan tetangga-tetangga, apa kata mereka? Kamu ini anak Ibu yang ragil Tami, Ibu harus memilihkan laki-laki yang special untuk anak Ibu.”
“Dan pilihan ibu belum tentu cocok di hati Tami. Kenapa mesti malu ibu? Yang menjalani itu kan Tami, bukan ibu. Biarlah omongan para tetangga dan rasa malu biar Tami yang rasakan, ibu tenang saja, tak usah pusing-pusing ikut memikirkan jodohku.”
“Tak bisa begitu Tami, kau menikah juga berkewajiban memadukan dua keluarga. tidak boleh menikah hanya untuk egois memikirkan dirimu dan calon suamimu saja. Kita ini mencari jodoh juga harus lihat-lihat Tami, bentuk rupanya atau fisiknya, keluarganya, kekayaannya, ilmunya, dan juga tanggung jawabnya. Tak boleh anak ibu cari suami hanya asal laki-laki biasa, harus luar biasa.”
“Ah ibu, jangan buat Tami tambah merasa bingung terus hanya permasalahan jodoh, ibu. Tami capek, belum tentu laki-laki pilihan Tami jelek di hadapan ibu, dan belum tentu pilihan ibu yang selama ini ibu anggap baik, baik untukku. Biarkan Tami bebas menentukan pilihan.”
“Pokoknya Tami terima saja, mas Rustam itu baik.””
“Aduh ibu jangan paksa Tami.”
“Tidak, kamu harus terima saja dulu Ndok. Titik.”
“Ibu.”
“Iya.”
“Ibu jangan paksa Tami.”
“Terima saja dulu.”
“Ibu, ini sudah zaman kemajuan, sudah tidak zaman seperti ibu dulu, jika zamannya ibu dulu mau menikah dipilihkan sama orang tua, ini zaman sudah beda ibu. Sudah bukan zaman Siti Nurbaya.”
“Halah, siapa Siti Nurbaya itu? Siti temanmu itu juga sudah menikah.”

            Memang sangat susah menjelaskan pada ibu, jika sudah punya kemauan, mau tak mau kita harus menurutinya meskipun hati kita tidak cocok, dan hampir semua saudara-saudaraku begitu. Menikah dipilihkan oleh ibu. Dan yang jadi pilihan ibu tentunya faktor kekayaan. Entah punya jabatan, sawah yang luas, dan kaya. Hingga terkenal dimata orang-orang sekitar bahwa ibu adalah keluarga matre.         
 
            Akhirnya waktu yang sangat ditunggu-tunggu ibu tiba. Ibu telah mempersiapkan segala persiapan kedatangan keluarga mas Rustam untuk bersilaturrohmi ke rumah. Hatiku menjadi semakin kecewa, marah, benci, kenapa ibu tidak pernah mendengarkan penjelasanku. Dan tanpa sepengetahuanku terlebih dahulu tiba-tiba ibu mengambil sikap yang sangat membuatku kecewa. Namun, aku tak patut marah. Bagaimanapun bentuknya aku tetap yang keliru karena marah kepada wanita yang telah melahirkanku. Aku tak bisa berbuat apa-apa, aku hanya menyerah dan pasrah. Dengan hati berat aku menuruti kemauan ibu untuk menemui keluarga mas Rustam. Hatiku kecut, pikiranku melayang pada seorang laki-laki yang aku cintai sejak masih sekolah setingkat SLTP, hubungan kami terus berlanjut meski ibu tak pernah mau sedikitpun menyukainya. Namun, melihat kegigihan cintanya padaku, hatiku mulai tertambat perlahan-lahan sampai aku benar-benar merasakan cinta. Kita sudah berikrar disaksikan senja bahwa kita akan mengarungi hidup bersama. Membuktikan pada dunia bahwa cinta bisa merubah segalanya, termasuk upayamu untuk membuktikan cintamu bahwa kau lelaki yang bertanggung jawab. Bahkan kau rela bekerja apa saja untuk membuktikan bahwa kamu mampu. Dan itu bukan masalah yang mudah, harga diri taruhannya, pernah kau bekerja sebagai kuli bangunan, penjual es keliling, bahkan yang terakhir kau membuka usaha bubur ayam, dan itupun tak lepas dari ideku, kita harus bisa membuka usaha sendiri, dengan modal kita sendiri, aku rela menjual gelangku dari menyisihkan gajiku sebagai seorang pengajar di taman kanak-kanak dikampungku. Dan itupun aku tak pernah bilang pada ibu, aku tak ingin ibu marah-marah dan bisa membuat penyakit hipertensinya kambuh. Jika ibu tanya tentang gelangku, aku jawab kujual untuk beli HP baru.

            Suasana kekeluargaan dan keramah-tamahan malam ini sangat aneh kurasakan. Tidak seperti pada ibu, bapak, dan saudara-saudaraku yang tersenyum senang.
“Ganti baju yang baru Tam!” perintah mbakku.
“Tidak, ini sudah bagus, lagian yang punya tamu kan ibu, bukan aku.” Jawabku ketus dengan hati yang sungkel.
“Iya, tapi kalau tampil cantik kan lebih bagus toh Tam.”
“Begini saja sudah cukup.” Kataku sambil kembali ke kamar dan kutumpahkan segala perasaanku yang kecewa, takut, benci, menjadi haru biru dalam kalbu. Hatiku menangis dalam diam, tak ada yang membelaku, tak ada yang memahami hatiku, “huuuuuuh, rasanya ingin pergi jauh.” Batinku.
“Tami, rombongan mas Rustam sudah tiba, ndok. Ayo keluar!”  ajak ibu.
“Iya, sebentar.” Jawabku pelan. Segera ku usap air mata yang membasahi pipiku, ku tutup lagi dengan bedak agar tak terlihat sedih dan pucat. Aku menuju ruang tamu yang sudah ada keluarga mas Rustam dan keluargaku. Aku duduk disebelah ibu, menunduk dan menunduk, seakan-akan aku tak punya keberanian mendongak untuk menatap semua yang hadir, hatiku terasa teradili oleh kekeliruan yang fatal, yaitu memberi ruang harapan pada keluarga mas Rustam bahwa aku juga bersedia menjalin silaturrohmi yang ujung-ujungnya adalah menuju pernikahan. Hatiku hancur berkeping-keping, disisi lain aku merasa berdosa pada lelaki pilihanku yang telah berikrar sehidup semati. Dan aku telah memakan janjiku sendiri, mengingkari prasasti yang telah aku catat dalam hati, bahwa kita akan hidup bersama.

Ramah tamahpun selesai sudah. Dan yang paling membuatku terbang ke awang-awang tentang keputusan ibu yang terlalu cepat dan tidak memberikan kesempatan padaku untuk bicara. Bahwa hari pernikahan ditentukan tujuh hari ke depan. Aku seperti disambar petir tujuh kali sampai remuk dan hancur. Apa yang akan terjadi padaku dan kamu? Jika kau sampai tahu dan mendengar berita ini. Betapa kecewanya hatimu, pasti kau akan melaknatku. Menyumpahiku setinggi langit, bahwa aku adalah perempuan iblis. Dan apa yang harus aku lakukan? Entah.
Waktu terus berjalan. Tak perduli pada hati yang telah gundah, bingung, putus asa dan mencekam. Sedangkan waktu pernikahan semakin dekat, kurang tiga hari. Ibu memang sengaja mempercepat pernikahanku supaya aku tak punya ruang untuk berfikir lagi. Berita rencana pernikahanku semakin menyebar dan bahkan banyak tetangga-tetanggapun mengetahuinya melalui beberapa surat undangan yang telah disebarkan, tak terkecuali kamu yang sedang duduk di warung bubur ayam usaha kita. Aku sempatkan datang untuk memberikan penjelasan yang masuk akal dan solusi yang terbaik untuk kita.
“Mas, maafkan aku mas, tentunya mas sudah mendengar dari banyak orang-orang, bahwa aku telah dijodohkan sama lelaki pilihan ibu.” Kau masih tenang dan tak bereaksi. Hanya matamu menatapku tajam seperti mata elang.
“Kau serius?”
“iya, ini serius.”
“Kau mau?”
“Aku tak bisa berbuat apa-apa mas, aku tak punya pihak untuk bisa aku ajak kerjasama, semua saudaraku tak ada yang berani sama ibu, hampir mereka semua saudara-saudaraku juga begitu…..”
“Cukup. Kita tutup hubungan kita sampai disini dan kita sudahi warung kita ini.” Dengan marah kau melempar mangkuk disudut tembok dengan keras suaranya “pyar” memekakkan telingaku.
“Sudah, pulanglah kau. Cintamu hanya sebatas di mulut saja. Biarkan semua barang-barang yang ada disini aku hancurkan bersama dengan hatiku yang juga hancur. Aku sudah menduga dari awal hubungan kita bahwa kau hanya bisa bermain-main saja.”
“Tapi mas,”
“Sudahlah kita selesai.”
Dengan hati yang hancur akupun pulang. Hatiku remuk redam serasa tak ada kekuatan, pikiranku tumpul, aku tak tahu lagi apa yang harus aku lakukan, hatiku sangat marah dan kecewa hingga terasa aneh. Sesampai dikamarku aku luapkan kekecewaanku pada diri yang sunyi, sendiri tertikam luka hati yang tak ada obatnya. Mau berkeluh kesah pada ibu pasti marah, bapak hanya menurut saja pada keputusan ibu. Saudara-saudaraku, mereka sudah punya kesibukan sendiri bersama dengan keluarganya masing-masing. “Hah….aku benci.” Hatikupun memberontak. Jemariku mengambil HP yang tergeletak sunyi di tolet kamar, aku ingin coba berkeluh kesah lagi denganmu melalui SMS, dan semoga kau mau mengerti keadaanku. Namun percuma tak ada balasan sedikitpun darimu, aku tahu kau masih sangat marah.
“Mas, jika kau anggap aku tak mencintaimu, baiklah. Aku rela kau ajak pergi dari rumah sekalipun.” SMS ku kirim. Masih tak ada jawaban. Semakin banyak aku luapkan terus tulisan keluh kesahku padamu, namun sekatapun tak ada balasan, tetap sunyi.
“Mas, jika kau masih marah padaku, baiklah, kau boleh mengataiku iblis, hantu, pengkhianat, namun dalam diriku, dari pada aku kawin dengan orang yang tak aku cintai, dan kau sudah membenciku, lebih baik aku mati, mas.” SMS terakhir aku lontarkan, namun juga tetap sunyi. Aku semakin bingung dan ketakutan, hatiku limbung, pikiranku kosong. Ada bayang-bayang dalam otakku, jelas sekali, wajah ibu yang sedang kecewa, wajah bapak yang diam, wajah mas Rustam yang tertawa terbahak-bahak, dan tentu ada wajahmu yang telah melototiku. Aku tak tahu lagi apa yang terjadi, aku kalap, lebih baik aku mati. Tiba-tiba kamarku berubah menjadi gelap, ibu sedang menjerit histeris, bapak pingsan, orang-orang yang datang semua pada menangis, saudara-saudaraku menjerit histeris memanggilku, semua orang berduyun-duyun datang, kau juga datang membisikkan secarik kata, “iya aku mencintaimu,” namun telah terlambat, aku tak bisa bangkit untuk meraih tanganmu. Hanya air mataku meleleh, aku telah pergi ke lorong gelap dan takkan kembali. Seribu sesal tak ada guna, seperti iman didada telah lenyap dari dalamnya.

*Penulis aktif di Komunitas Literasi Kali Kening Bangilan-Tuban.



Label:

Jumat, 04 November 2016

Resensi Buku Karya Yus R. Hernandez Seni Mengajar ala Pelatih Top Sepak Bola Dunia



http://menatapena.blogspot.co.id/2013/07/seni-mengajar-ala-pelatih-top-sepak.html


Oleh. Rohmat Sholihin*

            Guru yang ideal adalah guru yang sanggup mengajar dengan pendekatan-pendekatan sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya. Maka dari itu, buku ini dapat menjadi referensi baru dalam proses belajar mengajar. Buku ini sengaja menjadikan dunia sepak bola sebagai rujukan yang inspiratif, utamanya pada trik pelatih sepak bola dalam menyusun strategi hingga menggenjot dan menggembleng anak asuhnya dengan metode-metode yang bertumpu pada semangat dan kedisiplinan.

            Banyak inspirasi yang dapat diambil oleh seorang guru dari para pelatih sepak bola, tidak hanya pada metode yang diterapkan, tetapi juga pada semangat mereka yang tak pernah bosan “mencari tantangan”. Dalam konteks ini menjadi pelajaran menarik bagi seorang guru bahwa dalam mengajar, harus ada semangat yang tak pernah pudar untuk menyambut tantangan baru guna memotivasi peserta didik.

            Sering kali, masalah yang dihadapi dunia pendidikan pada umumnya tidak lain adalah soal ketidakcakapan seorang guru dalam mengajar. Sehingga anak didik mudah bosan dan tidak menarik dengan model dan cara mengajarnya. Seni mengajar merupakan hal fundamental karena berkaitan dengan metode yang mempengaruhi daya tangkap siswa terhadap materi ajar. Guru harus bisa menjadi sosok yang penuh inspiratif dan pantas ditiru oleh peserta didik (para pemain sepak bola). Mereka manyampaikan taktik atau strategi permainan serta memberikan porsi latihan yang cukup menarik, mulai dari fisik, teknik, penggemblengan mental, kerja sama tim, strategi permainan, memilih sang kapten, memberikan tugas tendangan finalti, memberikan tugas tendangan sudut, memberikan tugas tendangan bebas, pergantian pemain, pola permainan, menentukan nomor punggung pemain, belum lagi porsi menu makanannya, menu istirahat, rekreasi, semua sang pelatih harus selalu ikut terlibat. Pemain atau peserta didik harus selalu tampil prima dan meraih kemenangan.

            Melihat dunia sepak bola yang juga hampir komplit seperti pendidikan, seorang guru atau pelatih harus benar-benar menguasai segala macam teknik dan karakter para pemainnya atau anak asuhnya. Jangan sampai seorang pelatih lengah atau teledor yang bisa menyebabkan kekalahan. Seorang guru juga harus selalu memahami karakter anak didiknya sehingga guru akan lebih mudah menyampaikan materi ajar dengan segala jenis teknik yang sudah dipersiapkan. Mengajar tidak harus plek atau persis seperti dalam aturan kurikulum yang telah diberlakukan akan tetapi dengan cerdas seorang guru harus bisa menempatkan makna dasar tujuan kurikulum yang dimaksud. Karena dalam permainan sepak bola dilapangan kemungkinan-kemungkinan yang tidak terduga akan selalu muncul namun dengan persiapan matang baik fisik, teknik, dan mental yang baik, pemain kita akan selalu siap dan selalu tangguh dalam menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, pemain kita akan cepat beradaptasi dengan pola permainan, faktor lapangan, tipikal lawan, penonton, bahkan faktor non teknis lainnya. Sama halnya juga dengan guru, ada banyak kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di sekolahan, baik itu kurang konsentrasinya anak didik, bertengkar, lupa tidak membawa buku, tidak membawa pulpen, tidak membawa pencil, belum mengerjakan pekerjaan atau tugas, mengantuk, mencontek, dan masih banyak lagi. Guru harus tanggap dan cepat untuk bereaksi dengan tipikal karakter guru, bukan tipikal preman yang selalu mengutamakan kekerasan dan hukuman yang tidak pantas diberikan kepada murid, suatu missal berdiri di depan kelas dengan kaki satu, atau hukuman-hukuman yang bisa membuat mental tanding anak didik menjadi down atau jatuh. Berikan dia sanksi yang mendidik ibaratnya dalam aturan sepak bola juga ada pelanggaran, jika pelanggaran yang tidak terlalu fatal, kasih peringatan, jika lebih dari itu, kartu kuning, lebih dari itu lagi kartu merah atau skors. Itupun tidak dengan kekerasan.

            Ada banyak tokoh-tokoh pelatih sepak bola dunia, Sir Alex Ferguson yang jenius menyusun strategi dari waktu ke waktu. Sehingga Manchester United yang dilatihnya sejak tahun 1986 menjadi tim yang sukses dan disegani di Eropa. Kepada Jose Mourinho, kita juga dapat menimba ilmu atau pengalaman tentang rahasia melatih yang baik, disiplin, dan penuh prestasi. Kepada Josep Guardiola, kita pun bisa mengambil sebuah pelajaran bahwa dalam melatih (mengajar), kasih sayang juga penting di samping strategi permainan yang brilian, seperti yang diterapkannya pada tim Barcelona yang diasuhnya sejak tahun 2000 hingga 2012.

            Demikian pula yang berlaku pada pelatih-pelatih hebat lainnya, macam Carlo Ancelotti, Arsene Wenger, Arrigo Sacchi, Vicente del Bosque, Fabio Capello, Harry Redknapp, Guus Hiddink, dan masih banyak lagi. Mereka adalah pelatih-pelatih top dunia dengan segudang prestasi. Tentu saja 1001 rahasia di balik “seni” melatih mereka yang terbilang sukses ketika memoles sebuah tim. Dunia pendidikan kiranya pantas meniru atau mengambil inspirasi dari pola dan metode melatih mereka yang sangat dahsyat. Dihasilkannya pemain-pemain yang berkualitas, baik sebagai individu dan tim, juga trofi juara sebagai symbol kesuksesan, adalah bukti “tangan dingin” mereka dalam mendidik para atlet.

            Munculnya pemain-pemain legendaris macam Pele, Diego Maradona, Michael Platini, Alfredo de Stefano, Zinedine Zidane, dan kini Wayne Rooney, Chritiano Ronaldo, serta Lionel Messi, misalnya, pasti tidak lepas dari “tangan dingin” pelatih mereka. Namun demikian, kita pun tidak bisa memungkiri jika mereka memang memiliki skill yang luar biasa sehingga muncul istilah “pemain dari planet lain”.

            Dalam buku yang ditulis Yus R. Hernandez dan diterbitkan oleh Diva Press ini bermaksud menghadirkan sebuah kesadaran bahwa mengajar adalah tugas mulia. Dengan demikian, tentu dibutuhkan strategi atau metode disamping kecerdasan dan komitmen tentunya yang lebih segar dan inspiratif. Salah satunya adalah dengan bercermin pada strategi dan taktik pelatih-pelatih top sepak bola dunia dalam memoles sebuah tima yang terdiri dari beragam individu, baik skill maupun karakternya. Misal, dalam cuplikan buku ini ada tipologi kepribadian anak:
  1. Koleris, anak-anak yang memiliki kepribadian koleris biasanya sering bersikap tegas.  Ketegasan ini dibarengi dengan kecenderungan untuk selalu berada di atas, atau lebih tepatnya, kecenderungan untuk memimpin.
  2.  Sanguinis, kepribadian sanguinis mengindikasikan keterbukaan, keceriaan, dan mudah menjadi pusat perhatian. Itulah anak-anak dengan kepribadian sanguinis. Di mana-mana, kepribadian macam ini selalu ingin menghibur dan membuat anak-anak lain di sekelilingnya tertawa ceria.
  3. Melankolis, cerdas dan rapi. Itulah ciri menonjol dari anak-anak yang memiliki kepribadian melankolis. Di dalam kelas ia memiliki kecerdasan yang sangat bagus.
  4. Plegmatis, ciri utama dari tipe kepribadian ini adalah setia dengan segala sesuatu yang telah ditentukan. Anak plegmatis tidak suka memikirkan kembali apa yang diperintahkan kepada dirinya untuk dikerjakan. Sederhananya, anak plegmatis adalah anak penurut yang rela duduk atau berdiri jika memang ia diperintahkan begitu.  (hal. 39-42).


Siapa pun yang berkiprah di dunia pendidikan. Terutama seorang guru, harus pandai-
pandai bersyukur. Sebab, ada banyak inspirasi yang bisa dijadikan metode dalam mengajar, salah satunya, sebagaimana dibahas dalam buku setebal 174 halaman ini, ialah seni mengajar ala pelatih top sepak bola dunia. Selamat membaca!.



            *Penulis aktif di Komunitas Literasi Kali Kening Bangilan-Tuban.

            

Label: