Senin, 17 September 2018

“Rantaimu Takkan Mampu Membelenggu Otakku.”


 Indonesiana Cerita dari Blora
“Rantaimu Takkan Mampu Membelenggu Otakku.”

Foto diambil dari pameran cukil 1000 wajah Pram di Sasana Bhakti Blora.

            Ketika kakiku menginjakkan di rumah masa kecil Pram, Blora, saat acara Indonesiana yang bertema “Cerita dari Blora” yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Pariwisata dengan Ikon, Sastra Blora, Sastra Dunia. Dari tanggal 12-15 September 2018. Seakan-akan, “Pram belum mati, ia masih hidup.” Rasanya beliau masih ada di sekitar rumah masa kecilnya itu. Menanam jati, membakar sampah, merokok, bahkan sedang berada di depan mesin ketik tuanya yang ber-merk Optima produk Inggris sambil cetak-cetek menuliskan buah pikirannya lalu diteruskan dengan menggunting-gunting surat kabar untuk dikliping. Dengan telaten beliau selalu mengumpulkan berita-berita yang dikemas menjadi beberapa tulisan. Pram menulis selalu dengan data. Saking banyaknya data yang dikumpulkan jika ditumpuk bisa sampai beberapa meter tingginya. Lahirlah karya-karya beliau yang memukau dunia, seperti cover-cover buku karyanya yang telah dipajang di rumah masa kecilnya, ada 50 karya. Meski beberapa yang lain telah dibakar, dilarang dan hilang ditelan sunyi.
Ruang depan rumah masa kecil Pram itu telah berhasil disulap dengan apik dan unik, hingga menjadi Pameran Memoribilia Pram. Ada juga patung Pram, foto dan lukisan-lukisan wajah Pram, serta barang-barang peninggalan Pram seperti asbak, jam tangan dan barang pecah belah (gelas,piring). Mataku mencari kesana kemari tidak menemukan topinya. Entah disimpan di mana? Ada mesin jahit, bifet kuno yang berisi perkakas-perkakas kuno dan kertas.
Sebentar lagi rumah masa kecil Pram ini akan segera di revitalisasi oleh pemerintah sebagai rumah sastra. Disediakan pula aula diskusi bagi yang akan diskusi, kamar-kamar untuk menginap bagi pengunjung dari seluruh dunia. Pram tidak lagi menjadi milik masyarakat Blora saja akan tetapi telah menjadi milik anak semua bangsa. Sesuai dengan nama perpustakaannya yaitu Pataba, Pramoedya Ananta Toer anak semua bangsa, perpustakaan yang kini telah dikelola adiknya yaitu Soesilo Toer.
Dalam rangkaian acara Indonesiana, Cerita dari Blora. Hari pertama Rabu, 12 September 2018 mulai pukul: 09.00 WIB-Selesai, Pameran Memoribilia Pram yang dilaksanakan di rumah masa kecil Pram (Perpustakaan Pataba Blora), ceremony pembukaan pameran oleh Bapak Bupati Blora dan Soft lounching “Rumah Sastra Blora”, mengangkat tokoh Pramoedya karena karyanya telah diakui dunia. Sebagai pengarang, karya-karya Pram tidak lahir begitu saja, hampir semua karya-karyanya lahir dengan proses dan perjuangan yang berdarah-darah, hidup dari penjara ke penjara yang sangat melelahkan, 1965-1979, tanpa tahu apa perkaranya dan tidak pernah diadili, itulah bukti bahwa dirinya sosok pejuang yang tidak mudah menyerah, konsisten, idealis, bahkan kekuasaan manusia tak bisa membelenggu hati dan pikirannya, beliau tetap konsisten menyuarakan idenya dengan tulisan-tulisan yang memukau. “Rantai takkan mampu membelenggu otakku.” Beliau tetap terus menulis, menulis, menulis. Seperti apa yang pernah beliau tulis: menulis adalah tugas nasional. Jika ingin hidup abadi, menulislah! Ada lagi: manusia boleh pandai setinggi langit, namun jika ia tak menulis ia akan hilang ditelan sejarah.
Meskipun Pramoedya yang telah di akui oleh dunia lewat beberapa karya-karyanya, banyak juga warga Blora yang tidak mengenalnya jika beliau adalah seorang sastrawan dunia yang pernah lahir di Hindia Belanda, tepatnya Kabupaten Blora. 6 Pebruari 1925 dan meninggal di Jakarta pada tanggal 30 April 2006 dalam usia 81 tahun. Banyak warga sekitar yang tinggal di sekitar Jetis di Jalan Sumbawa nomor 40 tidak mengenalinya, mereka bahkan mengira bahwa rumah masa kecil Pram itu adalah rumah hantu, angker, dan kosong, tak ada yang berani mendekati, baru pak Soesilo Toer adik kandung Pram kembali ke Blora dan tinggal di rumah itu, banyak tamu-tamu berdatangan silih berganti, bahkan juga banyak yang datang dari luar negeri. Orang-orang sekitar tidak mengira jika Pram adalah orang yang punya dedikasi tinggi terhadap ilmu pengetahuan, beliau sangat menyukai buku, membaca buku, menulis, dan membuat catatan-catatan sejarah. Seperti apa yang telah dikatakan oleh Muhidin M Dahlan sekitar tahun 1960-an bahwa Pram adalah seorang guru; pengajar sejarah Indonesia di Universitas Republika dan mentor utama di Akademi Multatuli sebagai bukti telah banyak lahir karya buku-buku: Arus Balik, Sang Pemula, Panggil Aku Kartini saja, Daendels, Mangir, Arok-Dedes, dan masih banyak lagi. Pram dan Blora seperti bertalian, segala kisah bentuk emosi manusia yang serba-serbi beliau tulis dengan lindap, Cerita dari Blora. Mengisahkan kesedihan, kemelaratan, ketertindasan, dan penyimpangan-penyimpangan sosial. Di mana kota Blora sebuah daerah yang kaya raya namun banyak penduduknya yang hidup tenggelam dalam kemelaratan dan kemiskinan. Ironis.
Pram selalu hadir di garda paling depan dan paling berani menyuarakan ketidakadilan. Pram membela dengan caranya sendiri. Dengan tulisan-tulisan yang beliau kumpulkan, menyusun dan mendokumentasikan menjadi sebuah laporan tertulis. Bentuk perlawanan jurnalistik kemanusiaan yang membuat penguasa megap-megap. Ketakutan dan was-was. Buatlah perlawanan yang tidak hanya cukup melawan namun buatlah perlawanan yang berdasarkan bukti dan realitas. Dalam tetralogi Buru, seorang tokoh Minke yang telah melawan dengan ketajaman penanya, ketajaman analisis datanya, melawan dengan bukti, meski kalah dan tersisih namun setidaknya diri ini telah melawan.
Pram adalah simbol perlawanan. Dalam Cukil 1000 wajah Pram, rangkaian Indonesiana hari ke-4, Sabtu, 15  September 2018 pukul 09.00 WIB-Selesai bertempat di Gedung Sasana Bhakti yang dimeriahkan oleh banyak komunitas seni seluruh Indonesia bahwa Pramoedya mampu menjelma menjadi banyak tokoh yang tidak hanya menulis namun juga membela. Setidaknya ajaran-ajaran Pram telah tersampaikan, nilai-nilai kritik sosial dalam bentuk karya lain seperti dalam karya cukil dengan tema seribu wajah Pram. Hampir seperti apa yang ada dalam setiap tokoh-tokoh yang beliau gambarkan pada karya-karya bukunya. Memang benar bahwa rantaimu takkan mampu membelenggu otakku, Pramoedya Ananta Toer. Piss!

Blora, 14 September 2018.
Rohmat Sholihin
Penulis aktif di Komunitas Kali Kening Bangilan-Tuban.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda