“Rantaimu Takkan Mampu Membelenggu Otakku.”
Indonesiana Cerita dari Blora
“Rantaimu Takkan Mampu
Membelenggu Otakku.”
Foto diambil dari pameran cukil 1000 wajah Pram di Sasana Bhakti Blora.
Ketika
kakiku menginjakkan di rumah masa kecil Pram, Blora, saat acara Indonesiana
yang bertema “Cerita dari Blora” yang diselenggarakan oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan dan Pariwisata dengan Ikon, Sastra Blora, Sastra
Dunia. Dari tanggal 12-15 September 2018. Seakan-akan, “Pram belum mati, ia masih
hidup.” Rasanya beliau masih ada di sekitar rumah masa kecilnya itu. Menanam
jati, membakar sampah, merokok, bahkan sedang berada di depan mesin ketik
tuanya yang ber-merk Optima produk Inggris sambil cetak-cetek menuliskan buah
pikirannya lalu diteruskan dengan menggunting-gunting surat kabar untuk
dikliping. Dengan telaten beliau selalu mengumpulkan berita-berita yang dikemas
menjadi beberapa tulisan. Pram menulis selalu dengan data. Saking banyaknya data yang dikumpulkan jika ditumpuk bisa sampai
beberapa meter tingginya. Lahirlah karya-karya beliau yang memukau dunia, seperti cover-cover buku karyanya yang
telah dipajang di rumah masa kecilnya, ada 50 karya. Meski beberapa yang lain
telah dibakar, dilarang dan hilang ditelan sunyi.
Ruang depan rumah
masa kecil Pram itu telah berhasil disulap dengan apik dan unik, hingga menjadi
Pameran Memoribilia Pram. Ada juga patung Pram, foto dan lukisan-lukisan wajah
Pram, serta barang-barang peninggalan Pram seperti asbak, jam tangan dan barang
pecah belah (gelas,piring). Mataku mencari kesana kemari tidak menemukan
topinya. Entah disimpan di mana? Ada mesin jahit, bifet kuno yang berisi
perkakas-perkakas kuno dan kertas.
Sebentar lagi
rumah masa kecil Pram ini akan segera di revitalisasi oleh pemerintah sebagai
rumah sastra. Disediakan pula aula diskusi bagi yang akan diskusi, kamar-kamar
untuk menginap bagi pengunjung dari seluruh dunia. Pram tidak lagi menjadi
milik masyarakat Blora saja akan tetapi telah menjadi milik anak semua bangsa. Sesuai
dengan nama perpustakaannya yaitu Pataba, Pramoedya Ananta Toer anak semua
bangsa, perpustakaan yang kini telah dikelola adiknya yaitu Soesilo Toer.
Dalam
rangkaian acara Indonesiana, Cerita dari Blora. Hari pertama Rabu, 12 September
2018 mulai pukul: 09.00 WIB-Selesai, Pameran Memoribilia Pram yang dilaksanakan
di rumah masa kecil Pram (Perpustakaan Pataba Blora), ceremony pembukaan
pameran oleh Bapak Bupati Blora dan Soft lounching “Rumah Sastra Blora”, mengangkat
tokoh Pramoedya karena karyanya telah diakui dunia. Sebagai pengarang,
karya-karya Pram tidak lahir begitu saja, hampir semua karya-karyanya lahir
dengan proses dan perjuangan yang berdarah-darah, hidup dari penjara ke penjara
yang sangat melelahkan, 1965-1979, tanpa tahu apa perkaranya dan tidak pernah
diadili, itulah bukti bahwa dirinya sosok pejuang yang tidak mudah menyerah, konsisten,
idealis, bahkan kekuasaan manusia tak bisa membelenggu hati dan pikirannya, beliau
tetap konsisten menyuarakan idenya dengan tulisan-tulisan yang memukau. “Rantai
takkan mampu membelenggu otakku.” Beliau tetap terus menulis, menulis, menulis.
Seperti apa yang pernah beliau tulis: menulis adalah tugas nasional. Jika ingin
hidup abadi, menulislah! Ada lagi: manusia boleh pandai setinggi langit, namun
jika ia tak menulis ia akan hilang ditelan sejarah.
Meskipun
Pramoedya yang telah di akui oleh dunia lewat beberapa karya-karyanya, banyak
juga warga Blora yang tidak mengenalnya jika beliau adalah seorang sastrawan
dunia yang pernah lahir di Hindia Belanda, tepatnya Kabupaten Blora. 6 Pebruari
1925 dan meninggal di Jakarta pada tanggal 30 April 2006 dalam usia 81 tahun.
Banyak warga sekitar yang tinggal di sekitar Jetis di Jalan Sumbawa nomor 40
tidak mengenalinya, mereka bahkan mengira bahwa rumah masa kecil Pram itu
adalah rumah hantu, angker, dan kosong, tak ada yang berani mendekati, baru pak
Soesilo Toer adik kandung Pram kembali ke Blora dan tinggal di rumah itu,
banyak tamu-tamu berdatangan silih berganti, bahkan juga banyak yang datang
dari luar negeri. Orang-orang sekitar tidak mengira jika Pram adalah orang yang
punya dedikasi tinggi terhadap ilmu pengetahuan, beliau sangat menyukai buku,
membaca buku, menulis, dan membuat catatan-catatan sejarah. Seperti apa yang
telah dikatakan oleh Muhidin M Dahlan sekitar tahun 1960-an bahwa Pram adalah seorang
guru; pengajar sejarah Indonesia di Universitas Republika dan mentor utama di
Akademi Multatuli sebagai bukti telah banyak lahir karya buku-buku: Arus Balik,
Sang Pemula, Panggil Aku Kartini saja, Daendels, Mangir, Arok-Dedes, dan masih
banyak lagi. Pram dan Blora seperti bertalian, segala kisah bentuk emosi
manusia yang serba-serbi beliau tulis dengan lindap, Cerita dari Blora.
Mengisahkan kesedihan, kemelaratan, ketertindasan, dan
penyimpangan-penyimpangan sosial. Di mana kota Blora sebuah daerah yang kaya
raya namun banyak penduduknya yang hidup tenggelam dalam kemelaratan dan
kemiskinan. Ironis.
Pram selalu
hadir di garda paling depan dan paling berani menyuarakan ketidakadilan. Pram
membela dengan caranya sendiri. Dengan tulisan-tulisan yang beliau kumpulkan,
menyusun dan mendokumentasikan menjadi sebuah laporan tertulis. Bentuk perlawanan
jurnalistik kemanusiaan yang membuat penguasa megap-megap. Ketakutan dan
was-was. Buatlah perlawanan yang tidak hanya cukup melawan namun buatlah
perlawanan yang berdasarkan bukti dan realitas. Dalam tetralogi Buru, seorang
tokoh Minke yang telah melawan dengan ketajaman penanya, ketajaman analisis
datanya, melawan dengan bukti, meski kalah dan tersisih namun setidaknya diri
ini telah melawan.
Pram adalah
simbol perlawanan. Dalam Cukil 1000 wajah Pram, rangkaian Indonesiana hari
ke-4, Sabtu, 15 September 2018 pukul
09.00 WIB-Selesai bertempat di Gedung Sasana Bhakti yang dimeriahkan oleh
banyak komunitas seni seluruh Indonesia bahwa Pramoedya mampu menjelma menjadi
banyak tokoh yang tidak hanya menulis namun juga membela. Setidaknya
ajaran-ajaran Pram telah tersampaikan, nilai-nilai kritik sosial dalam bentuk
karya lain seperti dalam karya cukil dengan tema seribu wajah Pram. Hampir
seperti apa yang ada dalam setiap tokoh-tokoh yang beliau gambarkan pada
karya-karya bukunya. Memang benar bahwa rantaimu takkan mampu membelenggu
otakku, Pramoedya Ananta Toer. Piss!
Blora, 14 September 2018.
Rohmat Sholihin
Penulis aktif di Komunitas Kali Kening Bangilan-Tuban.
Label: Essai
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda