Mandi Bunga Tujuh Rupa
https://berugaqelen2010.wordpress.com/2015/09/10/menyaksikan-pohon-purba-di-pantai-pidana/
Pohon Meh raksasa itu masih mengepulkan asap hitam. Dan dupa-dupa yang
telah dibakar membuat hidung menjadi kembang kempis. Bau kemenyan menyengat
menjadikan nafas tersengal-sengal. Mantra-mantra terus dibaca dengan bahasa
yang sulit dipahami. Bahasanya campuran, ada Jawa, Arab, Latin bahkan bahasa Kawi.
Mendengar mantranya hati menjadi bergidik, bayangan terlintas menuju dedemit
penunggu pohon-pohon meh raksasa. Seakan kepalanya menyembul dari pohon meh
raksasa dengan taring dan tanduk dikepalanya. Dan menjadikan nyali semakin
ciut.
Perlahan sesepuh dan Paranormal
Kerajaan Kali kening yang tersohor, Ki Kofo mengeluarkan bunga tujuh rupa dari
tas kantong berwarna hitam. Matanya setengah mengatup ketika bunga itu
ditaburkan disekitar pohon meh raksasa. Udeng-udeng
yang dipakainya menambah kharisma tersendiri bahwa ia adalah orang pintar atau
orang yang mempunyai ilmu ghoib tingkat tinggi. Satu langkah, ia berhenti untuk
menaburkan bunganya di pohon meh raksasa, satu langkah ia berhenti lagi dan
menaburkan bunganya pada pohon itu, setiap satu langkah ia selalu berhenti,
begitu terus hingga selesai mengitari pohon meh raksasa. Ketika telah selesai
tubuhnya kembali bersimpuh dengan khusyuk, ia membaca lagi mantra-mantra yang
kian tak jelas maknanya. Orang-orang mempercayai bahwa mantra itu adalah media
dialog dengan makhluk ghoib penunggu pohon meh raksasa. Seluruh rakyat Kali
Kening juga sangat menghormati pohon meh raksasa yang konon telah berusia lebih
dari tiga abad. Ada lebih dari tujuh pohon meh raksasa yang masih berdiri kokoh
dengan akar-akarnya yang menancap kuat di makam keramat Ki Bangining.
Ki Bangining ini dulunya seorang Raja yang sakti mandraguna serta bijak
luar biasa. Ia terkenal sebagai Raja yang mencintai rakyatnya. Begitu juga
sebaliknya, rakyat Bangining sangat
mengagungkannya. Di tengah-tengah pohon meh raksasa itulah jasadnya
dikebumikan. Ada gundukan tanah merah dengan batu alam sebagai nisannya.
Sederhana namun terlihat angker.
Raja baru Kali Kening, Raden Mas
Ikal masih terdiam duduk bersila didepan salah satu pohon meh raksasa. Tubuh
cekingnya menggigil kedinginan tersapu angin pohon meh raksasa. Hatinya sedikit
ciut ketika melihat Ki Kofo menceburkan bunga tujuh rupa di danau kecil dekat pohon
meh raksasa. Mulutnya komat-komit membacakan mantra lagi, kabut tipis mulai
memenuhi seisi danau, sepertinya danau itu tahu jika ada sesuatu yang telah
mengusiknya. Danau semakin gelap oleh kabut. Ki Kofo geragapan seperti
terbangun dari mimpi buruk dalam tidurnya.
“Tuan Raja Ikal, ada sesuatu yang
aku tangkap dalam prosesi penyucian bunga tujuh rupa di pohon meh raksasa ini.
Pesan itu dibawa oleh ikan lele emas beranting-anting satu. Bahwa Paduka Raja
harus memperistri putri Ulla dan putri Ainis, yang sekarang berada di pinggiran
Kerajaan Kali Kening.”
“Apa, Ki, menikahi dua-duanya?”
“Iya Tuan Raja. Apakah Tuan Raja
pernah bertemu dengan mereka?”
“Aku pernah mendengar nama itu
ketika aku melakukan penelitian di desa Etab. Kedua putri itu adalah seorang
putri yang cerdas dan mengelola Taman Baca Kerajaan Kali Kening di kawasan
Etab. Dan banyak karya-karya tulisan lahir dari desa Etab.”
“Apakah mereka telah mengetahui
keberadaan Paduka Raja?”
“Tidak. Aku telah menyamar sebagai
seorang peneliti bukan sebagai keluarga Kerajaan Kali Kening. Ratu Tria dan
Ratu Sundar memerintahkan kepadaku untuk meneliti seberapa majukah pola pikir
desa Etab dan Kabarnya semakin maju dunia literasi di desa tersebut.”
Ki Kofo diam dan manggut-manggut
sebagai tanda setuju dan terkesima mendengar keterangan Raja Ikal yang terkenal
dengan karya-karyanya yang monumental. Bahkan telah menjadi bacaan wajib bagi
Kerajaan Kali Kening dengan syair-syair indahnya. Patung di Kepala menjadi buku pujaan setiap rakyat Kali Kening.
Alasan itulah dua Ratu mengangkatnya sebagai pejabat Kerajaan bahkan kini telah
berhasil menjabat sebagai Raja Kali Kening menggantikan kedua Ratu yang telah
tiada. Karir yang bagus dan melejit sesuai dengan kepiawaiannya dia dalam
menuliskan karya-karyanya dalam bentuk sastra. Kemudian Raja Ikal berbicara
lagi.
“Ratu Tria dan Ratu Sundar sangat
antusias ketika mendengar rakyatnya yang mempunyai kebiasaan membaca dan
berkarya. Bahkan telah banyak beberapa karya yang telah lahir dari
tangan-tangan mereka. Dan kabar yang telah beredar karyanya telah banyak
tersebar ke seluruh dunia, memasuki negara bangsa kulit putih Arya, bangsa
bermata sipit Moghul, bangsa Arab Keling, dan bangsa Hindis, dan masih tersebar
ke negara-negara mitra dagang Kerajaan Kali Kening lainnya.”
“Ampun, Raja. Dan yang menjadi kendala saat
ini adalah Tuan Raja harus berjuang untuk bisa mempersunting kedua putri
tersebut karena siapa tahu ada pihak-pihak lain yang akan merebutnya.”
“Kenapa aku harus mempersunting
kedua putri tersebut Ki?”
“Itu tadi pesan yang aku tangkap
Tuan Raja, bahwa ikan lele emas beranting-anting satu yang datang memberikan
pesan sebagai bisikan pendiri Kerajaan Kali Kening yang megah ini, Ki
Bangining, karena sebelum Ratu Tria dan Ratu Sudar Banong menjadi penguasa Kali
Kening, Ki Bangining telah membangunnya meski belum menjadi kerajaan seperti
ini tapi itu adalah cikal bakalnya.”
“Baiklah Ki Kofo aku akan menuruti
permintaan itu.”
“Bagus Tuan Raja, sekarang Tuan Raja
harus mandi di danau yang telah aku berikan sesaji bunga tujuh warna dan
mantra-mantra untuk mengizinkan kepada Ki Bangining agar segala tindak dan
tanduk selama Raja Ikal memangku jabatan sebagai Raja Kali Kening selalu
mendapatkan keselamatan dan kesuksesan juga mampu membawa Kerajaan Kali Kening
terbang tinggi menuju kesejahteraan dan kejayaan.”
“Tapi bukankah selain aku masih ada
pejabat-pejabat tinggi lainnya yang lebih pantas menjadi Raja di Kerajaan Kali
Kening ini, Ki? Kenapa harus aku yang menjadi penguasa menggantikan dua Ratu
hebat itu?”
“Itu sudah menjadi suratan takdir
dari penguasa alam ini, Tuan Raja. Mereka memang terkenal sebagai
pejabat-pejabat yang mumpuni, seperti Patih Dino Jumantha, Mpu Rosho, Panglima
Kafabiha, Penasehat JoyoJuwoto, namun mereka lebih suka yang menjadi Raja
adalah Tuan Raja Ikal.”
“Aku ini anak muda, Ki, kenapa
mereka percaya sama anak muda?”
“Bukan begitu Tuan Raja. Sudah
seharusnya kekuasaan itu yang memegang adalah anak muda yang masih enerjik dan
lincah.”
“Baiklah, Ki, aku manut pada
ketetapan Dewan Paseban Agung Kerajaan Kali Kening. Jika aku salah tegurlah,
jika masih tidak bisa ditegur, ingatkanlah, jika tak bisa diingatkan, bunuhlah,
dengan satu tekad demi kebenaran bersama.”
Ki Kofo terdiam dan berusaha
mencatat percakapan Tuan Raja Ikal dalam ingatannya. Kemudian menuntun Raja
Ikal menuruni tangga yang terbuat dari bebatuan dan ditata dengan rapi menuju
danau, airnya telah menjadi dingin sedingin es. Kabut masih tetap memenuhi
seputar danau. Ketika tubuh Raja Ikal mulai terendam perlahan-lahan masuk ke
dalam air danau, seakan-akan ada perubahan dalam tubuhnya, ia merasakan
dinginnya air danau telah membuat seluruh persendian tubuhnya menjadi kaku, ia
menyembul keluar dengan cepat dan geragapan.
“Ada apa Tuan Raja?” Ki Kofo
memberanikan diri untuk bertanya.
“Tubuhku terasa kaku, Ki.”
“Tak apa Tuan Raja, itu hanya
sebentar. Setelah itu tubuh Tuan Raja akan terbiasa.”
“Baiklah akan aku coba lagi.”
“Aku akan tetap setia mendampingi
Tuan Raja disini.”
‘Terima kasih, Ki.”
“Sama-sama, itu sudah menjadi tugas hamba.”
Kembali tubuh Tuan Raja Ikal
diceburkan lagi pelan-pelan. Ia mulai merasakan kesegaran tubuhnya, pikirannyapun
mulai segar dan kepercayaan dirinya mulai perlahan-lahan tumbuh memenuhi
pori-pori. Kedua mata ia pejamkan. Nafasnya ia tahan. Seakan-akan ia sedang
tidak berada dalam air. Lama ia terus bertahan didalam air. Pikirannya terbang
memenuhi cakrawala berfikirnya yang mulai longgar. Pikirannya bertemu dengan
sosok orang tua yang berjenggot putih dan bersorban hitam. Sepertinya ia
melakukan pembicaraan dengannya.
“Cucuku, untuk menjadi raja yang
baik, hati harus tetap sabar, tabah, dan tegar. Dari ketiga faktor rasa itu
ketenangan pola pikir akan selalu kau dapatkan. Memerintah tidak harus
menggunakan kekuatan pedang ataupun pukulan, tapi memerintah lebih bijak adalah
menggunakan ketajaman pola pikir yang brilian dan keramahan hati nurani.”
“Baiklah, Kakek, saya akan terus
berusaha menjaga pesan Kakek.”
“Kalau boleh tahu Kakek ini siapa?”
“Saya adalah Bangining.”
“Terima kasih, Kakek Bangining.”
Dalam sekejap Kakek Bangining hilang
ditelan air. Tiba-tiba dari kejauhan ada benda yang bergerak terseot-seot
mendekat. Sepertinya itu ikan.
“Ampun Tuan Raja, saya adalah Ikan
Lele Emas Beranting-anting satu, saya datang untuk memberikan pesan kepada Tuan
Raja, bahwa Tuan Raja harus menikahi dua putri dari desa Etab, Putri Ulla dan
Putri Ainis. Namun ingat jangan pernah kau sakiti hati keduanya, karena kedua putri
itu adalah penulis hebat, jika kau sampai hati menyakiti penulis namamu akan
selalu dikenang seumur hidup. Dan ingat! Menikahi kedua putri itu sama dengan
kau menikahi kekuasaan. Karena kedua putri tersebut mempunyai kebiasaan membaca
buku, banyak informasi-informasi yang telah ia simpan dalam otaknya. Sebelum
ada musuh yang akan lebih dulu menikahinya, dan kau akan terjatuh.”
Raja Ikal kaget.
“Baiklah Ikan Lele Emas
Beranting-anting satu.”
Sekejap tubuh ikan itupun
menghilang. Raja Ikalpun dengan cepat kembali menyembul ke permukaan. Kedua
matanya masih terpejam kemudian ia mendengar pelan suara serak-serak basah dari
Ki Kofo. Perlahan-lahan kedua matanya pun terbuka.
“Bagaimana Tuan Raja, apakah Tuan
Raja bertemu dengan bayangan-bayangan?”
Dengan pelan dan masih tak percaya
Raja Ikalpun mengangguk.
“Iya, Ki Kofo.”
“Siapa gerangan?” Tanya Ki Kofo
penasaran.
“Kakek Bangining dan ikan lele emas
beranting-anting satu.”
Ki Kofo tersenyum puas.
“Bagus.”
Dengan
pelan-pelan tubuh Tuan Raja Ikal naik lagi ke permukaan dan suasana sekitar
pohon-pohon meh raksasa kembali cerah. Kabut-kabut yang telah menutupi danau
sekitar pohon meh raksasa lenyap seketika.
“Tuan Raja, tugas saya dalam prosesi
penyucian Tuan Raja dengan bunga tujuh rupa telah selesai dan semua hampir
telah berjalan dengan baik dan lancar bahkan penunggu danau pohon meh raksasa
telah merestui Tuan Raja untuk memerintah Kerajaan Kali Kening yang telah
kosong kekuasaan semenjak dua Ratu itu tiada.”
“Terima kasih, Ki Kofo telah
memberikan bantuan kepadaku.”
“Sama-sama Tuan Raja itu sudah
menjadi tugas hamba sebagai paranormal Kerajaan Kali Kening.”
“Sampai bertemu lagi di Kerajaan,
Ki.”
“Siap Tuan Raja.”
Dan Tuan Raja pun meninggalkan Ki
Kofo yang masih duduk di depan pohon meh raksasa. Wajahnya terlihat lelah.
Keringatnya disekitar wajahpun ia seka dengan sapu tangan warna merah jambu. Dalam
hatinya bergumam, “semoga Kali Kening mampu mengatasi kesulitan-kesulitan yang
ada.”
Bangilan, 27 Nopember 2017
Rohmat Sholihin
Anngota Komunitas Kali Kening.
Label: cerpen
1 Komentar:
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda