Senin, 27 November 2017

Mandi Bunga Tujuh Rupa

https://berugaqelen2010.wordpress.com/2015/09/10/menyaksikan-pohon-purba-di-pantai-pidana/
Pohon Meh raksasa itu masih mengepulkan asap hitam. Dan dupa-dupa yang telah dibakar membuat hidung menjadi kembang kempis. Bau kemenyan menyengat menjadikan nafas tersengal-sengal. Mantra-mantra terus dibaca dengan bahasa yang sulit dipahami. Bahasanya campuran, ada Jawa, Arab, Latin bahkan bahasa Kawi. Mendengar mantranya hati menjadi bergidik, bayangan terlintas menuju dedemit penunggu pohon-pohon meh raksasa. Seakan kepalanya menyembul dari pohon meh raksasa dengan taring dan tanduk dikepalanya. Dan menjadikan nyali semakin ciut.
            Perlahan sesepuh dan Paranormal Kerajaan Kali kening yang tersohor, Ki Kofo mengeluarkan bunga tujuh rupa dari tas kantong berwarna hitam. Matanya setengah mengatup ketika bunga itu ditaburkan disekitar pohon meh raksasa. Udeng-udeng yang dipakainya menambah kharisma tersendiri bahwa ia adalah orang pintar atau orang yang mempunyai ilmu ghoib tingkat tinggi. Satu langkah, ia berhenti untuk menaburkan bunganya di pohon meh raksasa, satu langkah ia berhenti lagi dan menaburkan bunganya pada pohon itu, setiap satu langkah ia selalu berhenti, begitu terus hingga selesai mengitari pohon meh raksasa. Ketika telah selesai tubuhnya kembali bersimpuh dengan khusyuk, ia membaca lagi mantra-mantra yang kian tak jelas maknanya. Orang-orang mempercayai bahwa mantra itu adalah media dialog dengan makhluk ghoib penunggu pohon meh raksasa. Seluruh rakyat Kali Kening juga sangat menghormati pohon meh raksasa yang konon telah berusia lebih dari tiga abad. Ada lebih dari tujuh pohon meh raksasa yang masih berdiri kokoh dengan akar-akarnya yang menancap kuat di makam keramat Ki Bangining.
Ki Bangining ini dulunya seorang Raja yang sakti mandraguna serta bijak luar biasa. Ia terkenal sebagai Raja yang mencintai rakyatnya. Begitu juga sebaliknya, rakyat Bangining  sangat mengagungkannya. Di tengah-tengah pohon meh raksasa itulah jasadnya dikebumikan. Ada gundukan tanah merah dengan batu alam sebagai nisannya. Sederhana namun terlihat angker.
            Raja baru Kali Kening, Raden Mas Ikal masih terdiam duduk bersila didepan salah satu pohon meh raksasa. Tubuh cekingnya menggigil kedinginan tersapu angin pohon meh raksasa. Hatinya sedikit ciut ketika melihat Ki Kofo menceburkan bunga tujuh rupa di danau kecil dekat pohon meh raksasa. Mulutnya komat-komit membacakan mantra lagi, kabut tipis mulai memenuhi seisi danau, sepertinya danau itu tahu jika ada sesuatu yang telah mengusiknya. Danau semakin gelap oleh kabut. Ki Kofo geragapan seperti terbangun dari mimpi buruk dalam tidurnya.
            “Tuan Raja Ikal, ada sesuatu yang aku tangkap dalam prosesi penyucian bunga tujuh rupa di pohon meh raksasa ini. Pesan itu dibawa oleh ikan lele emas beranting-anting satu. Bahwa Paduka Raja harus memperistri putri Ulla dan putri Ainis, yang sekarang berada di pinggiran Kerajaan Kali Kening.”
            “Apa, Ki, menikahi dua-duanya?”
            “Iya Tuan Raja. Apakah Tuan Raja pernah bertemu dengan mereka?”
            “Aku pernah mendengar nama itu ketika aku melakukan penelitian di desa Etab. Kedua putri itu adalah seorang putri yang cerdas dan mengelola Taman Baca Kerajaan Kali Kening di kawasan Etab. Dan banyak karya-karya tulisan lahir dari desa Etab.”
            “Apakah mereka telah mengetahui keberadaan Paduka Raja?”
            “Tidak. Aku telah menyamar sebagai seorang peneliti bukan sebagai keluarga Kerajaan Kali Kening. Ratu Tria dan Ratu Sundar memerintahkan kepadaku untuk meneliti seberapa majukah pola pikir desa Etab dan Kabarnya semakin maju dunia literasi di desa tersebut.”
            Ki Kofo diam dan manggut-manggut sebagai tanda setuju dan terkesima mendengar keterangan Raja Ikal yang terkenal dengan karya-karyanya yang monumental. Bahkan telah menjadi bacaan wajib bagi Kerajaan Kali Kening dengan syair-syair indahnya. Patung di Kepala menjadi buku pujaan setiap rakyat Kali Kening. Alasan itulah dua Ratu mengangkatnya sebagai pejabat Kerajaan bahkan kini telah berhasil menjabat sebagai Raja Kali Kening menggantikan kedua Ratu yang telah tiada. Karir yang bagus dan melejit sesuai dengan kepiawaiannya dia dalam menuliskan karya-karyanya dalam bentuk sastra. Kemudian Raja Ikal berbicara lagi.
“Ratu Tria dan Ratu Sundar sangat antusias ketika mendengar rakyatnya yang mempunyai kebiasaan membaca dan berkarya. Bahkan telah banyak beberapa karya yang telah lahir dari tangan-tangan mereka. Dan kabar yang telah beredar karyanya telah banyak tersebar ke seluruh dunia, memasuki negara bangsa kulit putih Arya, bangsa bermata sipit Moghul, bangsa Arab Keling, dan bangsa Hindis, dan masih tersebar ke negara-negara mitra dagang Kerajaan Kali Kening lainnya.”
             “Ampun, Raja. Dan yang menjadi kendala saat ini adalah Tuan Raja harus berjuang untuk bisa mempersunting kedua putri tersebut karena siapa tahu ada pihak-pihak lain yang akan merebutnya.”
            “Kenapa aku harus mempersunting kedua putri tersebut Ki?”
            “Itu tadi pesan yang aku tangkap Tuan Raja, bahwa ikan lele emas beranting-anting satu yang datang memberikan pesan sebagai bisikan pendiri Kerajaan Kali Kening yang megah ini, Ki Bangining, karena sebelum Ratu Tria dan Ratu Sudar Banong menjadi penguasa Kali Kening, Ki Bangining telah membangunnya meski belum menjadi kerajaan seperti ini tapi itu adalah cikal bakalnya.”
            “Baiklah Ki Kofo aku akan menuruti permintaan itu.”
            “Bagus Tuan Raja, sekarang Tuan Raja harus mandi di danau yang telah aku berikan sesaji bunga tujuh warna dan mantra-mantra untuk mengizinkan kepada Ki Bangining agar segala tindak dan tanduk selama Raja Ikal memangku jabatan sebagai Raja Kali Kening selalu mendapatkan keselamatan dan kesuksesan juga mampu membawa Kerajaan Kali Kening terbang tinggi menuju kesejahteraan dan kejayaan.”
            “Tapi bukankah selain aku masih ada pejabat-pejabat tinggi lainnya yang lebih pantas menjadi Raja di Kerajaan Kali Kening ini, Ki? Kenapa harus aku yang menjadi penguasa menggantikan dua Ratu hebat itu?”
            “Itu sudah menjadi suratan takdir dari penguasa alam ini, Tuan Raja. Mereka memang terkenal sebagai pejabat-pejabat yang mumpuni, seperti Patih Dino Jumantha, Mpu Rosho, Panglima Kafabiha, Penasehat JoyoJuwoto, namun mereka lebih suka yang menjadi Raja adalah Tuan Raja Ikal.”
            “Aku ini anak muda, Ki, kenapa mereka percaya sama anak muda?”
            “Bukan begitu Tuan Raja. Sudah seharusnya kekuasaan itu yang memegang adalah anak muda yang masih enerjik dan lincah.”
            “Baiklah, Ki, aku manut pada ketetapan Dewan Paseban Agung Kerajaan Kali Kening. Jika aku salah tegurlah, jika masih tidak bisa ditegur, ingatkanlah, jika tak bisa diingatkan, bunuhlah, dengan satu tekad demi kebenaran bersama.”
            Ki Kofo terdiam dan berusaha mencatat percakapan Tuan Raja Ikal dalam ingatannya. Kemudian menuntun Raja Ikal menuruni tangga yang terbuat dari bebatuan dan ditata dengan rapi menuju danau, airnya telah menjadi dingin sedingin es. Kabut masih tetap memenuhi seputar danau. Ketika tubuh Raja Ikal mulai terendam perlahan-lahan masuk ke dalam air danau, seakan-akan ada perubahan dalam tubuhnya, ia merasakan dinginnya air danau telah membuat seluruh persendian tubuhnya menjadi kaku, ia menyembul keluar dengan cepat dan geragapan.
            “Ada apa Tuan Raja?” Ki Kofo memberanikan diri untuk bertanya.
            “Tubuhku terasa kaku, Ki.”
            “Tak apa Tuan Raja, itu hanya sebentar. Setelah itu tubuh Tuan Raja akan terbiasa.”
            “Baiklah akan aku coba lagi.”
            “Aku akan tetap setia mendampingi Tuan Raja disini.”
            ‘Terima kasih, Ki.”
            “Sama-sama, itu sudah menjadi tugas hamba.”
            Kembali tubuh Tuan Raja Ikal diceburkan lagi pelan-pelan. Ia mulai merasakan kesegaran tubuhnya, pikirannyapun mulai segar dan kepercayaan dirinya mulai perlahan-lahan tumbuh memenuhi pori-pori. Kedua mata ia pejamkan. Nafasnya ia tahan. Seakan-akan ia sedang tidak berada dalam air. Lama ia terus bertahan didalam air. Pikirannya terbang memenuhi cakrawala berfikirnya yang mulai longgar. Pikirannya bertemu dengan sosok orang tua yang berjenggot putih dan bersorban hitam. Sepertinya ia melakukan pembicaraan dengannya.
            “Cucuku, untuk menjadi raja yang baik, hati harus tetap sabar, tabah, dan tegar. Dari ketiga faktor rasa itu ketenangan pola pikir akan selalu kau dapatkan. Memerintah tidak harus menggunakan kekuatan pedang ataupun pukulan, tapi memerintah lebih bijak adalah menggunakan ketajaman pola pikir yang brilian dan keramahan hati nurani.”
            “Baiklah, Kakek, saya akan terus berusaha menjaga pesan Kakek.”
            “Kalau boleh tahu Kakek ini siapa?”
            “Saya adalah Bangining.”
            “Terima kasih, Kakek Bangining.”
            Dalam sekejap Kakek Bangining hilang ditelan air. Tiba-tiba dari kejauhan ada benda yang bergerak terseot-seot mendekat. Sepertinya itu ikan.
            “Ampun Tuan Raja, saya adalah Ikan Lele Emas Beranting-anting satu, saya datang untuk memberikan pesan kepada Tuan Raja, bahwa Tuan Raja harus menikahi dua putri dari desa Etab, Putri Ulla dan Putri Ainis. Namun ingat jangan pernah kau sakiti hati keduanya, karena kedua putri itu adalah penulis hebat, jika kau sampai hati menyakiti penulis namamu akan selalu dikenang seumur hidup. Dan ingat! Menikahi kedua putri itu sama dengan kau menikahi kekuasaan. Karena kedua putri tersebut mempunyai kebiasaan membaca buku, banyak informasi-informasi yang telah ia simpan dalam otaknya. Sebelum ada musuh yang akan lebih dulu menikahinya, dan kau akan terjatuh.”
            Raja Ikal kaget.
            “Baiklah Ikan Lele Emas Beranting-anting satu.”
            Sekejap tubuh ikan itupun menghilang. Raja Ikalpun dengan cepat kembali menyembul ke permukaan. Kedua matanya masih terpejam kemudian ia mendengar pelan suara serak-serak basah dari Ki Kofo. Perlahan-lahan kedua matanya pun terbuka.
            “Bagaimana Tuan Raja, apakah Tuan Raja bertemu dengan bayangan-bayangan?”
            Dengan pelan dan masih tak percaya Raja Ikalpun mengangguk.
            “Iya, Ki Kofo.”
            “Siapa gerangan?” Tanya Ki Kofo penasaran.
            “Kakek Bangining dan ikan lele emas beranting-anting satu.”
            Ki Kofo tersenyum puas.
            “Bagus.”
Dengan pelan-pelan tubuh Tuan Raja Ikal naik lagi ke permukaan dan suasana sekitar pohon-pohon meh raksasa kembali cerah. Kabut-kabut yang telah menutupi danau sekitar pohon meh raksasa lenyap seketika.
            “Tuan Raja, tugas saya dalam prosesi penyucian Tuan Raja dengan bunga tujuh rupa telah selesai dan semua hampir telah berjalan dengan baik dan lancar bahkan penunggu danau pohon meh raksasa telah merestui Tuan Raja untuk memerintah Kerajaan Kali Kening yang telah kosong kekuasaan semenjak dua Ratu itu tiada.”
            “Terima kasih, Ki Kofo telah memberikan bantuan kepadaku.”
            “Sama-sama Tuan Raja itu sudah menjadi tugas hamba sebagai paranormal Kerajaan Kali Kening.”
            “Sampai bertemu lagi di Kerajaan, Ki.”
            “Siap Tuan Raja.”
            Dan Tuan Raja pun meninggalkan Ki Kofo yang masih duduk di depan pohon meh raksasa. Wajahnya terlihat lelah. Keringatnya disekitar wajahpun ia seka dengan sapu tangan warna merah jambu. Dalam hatinya bergumam, “semoga Kali Kening mampu mengatasi kesulitan-kesulitan yang ada.”
           
Bangilan, 27 Nopember 2017
Rohmat Sholihin
Anngota Komunitas Kali Kening.
            

Label:

1 Komentar:

Pada 8 November 2018 pukul 06.53 , Blogger Lady Mia mengatakan...

Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda