Rabu, 16 November 2016

Pemuda Plat Nomor



http://atjehcybermedia.blogspot.co.id/2015/07/vivacoid_31.html

Oleh. Rohmat Sholihin*

            Ia oleh banyak orang dikatakan gila, kurang kerjaan dan aneh. Kebiasaanya yang selalu mencatat nomor plat mobil semenjak ia gagal masuk angkatan polisi menjadikan ia sedikit kurang waras. Dicemooh, dikucilkan, dan dihina habis-habisan oleh orang-orang sekitar. Orang tuanya juga merasa sedih tentang kebiasaan anaknya yang super aneh itu. Merasa malu dan tertekan jika banyak orang-orang mengatai anaknya telah menjadi gila karena gagal masuk polisi. Ketika hari menjelang tidur malam, bapaknya mengajaknya bicara diruang tamu sebelum tidur.
“Nak, kebiasaan burukmu itu menjadi banyak gunjingan tetangga-tetangga, aku sebagai bapakmu merasa malu nak, bisakah kau hentikan kebiasaanmu menulis plat nomor mobil yang tak ada gunanya itu.” Bicara bapaknya dengan nada halus.
“Aku hanya iseng saja pak, tak lebih dari itu.” Jawab Tegar tenang.
“Tapi kenapa iseng harus setiap hari mulai dari pagi sampai sore, kenapa kau lakukan itu nak?”
“Ehm, bagiku merasa asyik pak, bisa menulis dan menghafal plat mobil seseorang, bagiku plat mobil itu bukan sekedar huruf, angka, bulan dan tahun saja pak, plat nomor itu ibarat tanda atau kode kendaraan yang selalu dibawa kemana-mana, seperti kita juga pak, sebagai manusia punya identitas sendiri-sendiri atau makom sendiri-sendiri.yang selalu kita bawa sampai kita tiada.”
Bapaknya merasa sedih atas jawaban anaknya yang aneh, “apa istimewanya menulis dan menghafal plat nomor mobil milik orang lain, plat mobilku sendiri saja aku tak hafal. Aneh, benar-benar aneh anak ini. Apa ia kecewa dengan kegagalannya masuk angkatan polisi?, ia dari kecil memang selalu bercita-cita menjadi detektif seperti dalam film-film Amerika seperti tokoh film Hunter, Lethal Weapon, Sherlock Holmes, Zodiac, Vertigo, Prisoners, dan masih banyak lagi, apa ini obsesi dari hobinya menonton film kehebatan detektif dalam mengungkap komplotan kejahatan?” Pikiran bapaknya terus berkecamuk.
“Boleh-boleh saja nak tapi jangan sampai berlebihan, kamu masih punya banyak kesempatan untuk menjadi polisi tahun depan dan tahun depannya lagi, tapi jangan seperti orang aneh begini, kamu masih muda masih banyak kegiatan positif lainnya, membaca buku, berolah raga, bersepeda, renang dan karate. Bapak tidak melarang atau membatasi dan mengatur kebiasaan-kebiasaanmu nak, bapak kasihan kamu selalu digunjingkan banyak orang ini dan itu, kamu anak bapak harus bisa membuktikan kepada semua bahwa kamu bukan keturunan keluarga aneh.” Bicara bapak sedikit dengan nada keras. Meski dalam hatinya sangat tidak tega kepada anaknya yang tak pernah menyusahkan itu, harus minta ini, minta itu.
“Sudahlah bapak. Tak perlu mengurusi dan menanggapi omongan orang lain, biarkan mereka mau bicara apa saja, biarkan saja aku tak mau ambil pusing dengan omongan mereka, yang penting Tegar tidak merugikan mereka.” Jawab Tegar santai.
“Iya nak, tapi bapak dan keluarga juga panas mendengarkan omongan mereka.”
“Tak perlu panas pak, tanggapi saja dengan senyum pak, biar mereka mengataiku gila, terserah, yang penting Tegar baik-baik saja.”
“Tolong hentikan nak, kebiasaanmu tentang menulis dan menghafal plat nomor itu, saya rasa kurang kerjaan nak.”
‘Iya itu bagi bapak, tapi bagi Tegar menulis dan menghafal plat nomor adalah bagian misi kemanusiaan, pak.”
“Apa?, kemanusiaan?, aduh nak, tolong hentikan itu, mereka akan selalu mengatakan kau memalukan dan aneh, kau akan selalu diketawai terus oleh mereka, bahwa kau telah menjadi gila nak.”
“Sudahlah pak, bapak tidur saja. Hari sudah malam dan besok bapak harus ke kantor pagi-pagi. Nanti bapak terlambat.”
“Aku tidak bisa tidur nak, memikirkan kebiasaan anehmu itu.”
“Bapak tak perlu khawatir dengan Tegar, tidak ada yang aneh, hanya saja mereka orang-orang yang mengataiku gila tak pernah tahu kejadiannya dan tidak tahu apa dibalik kebiasaanku sesungguhnya.”
“Termasuk bapakmu ini nak, tak tahu apa yang ada dalam benakmu itu, kebiasaanmu yang selalu menulis dan menghafal plat nomor mobil itu, kurang kerjaan nak.”
“Di dunia ini tidak ada yang tidak berguna bapak, semua orang melakukan aktifitas masing-masing sesuai dengan ukuran dan fungsinya yang seimbang bapak.”
“Dari mana kau tahu kalimat-kalimat itu?”
“Dari plat nomor mobil pak.”
“Apa hubungannya nak, kau semakin gila nak, sebaiknya kau hentikan kebiasaan anehmu itu!”
“Maaf bapak, aku sudah terlanjur mencintai hobi baruku ini, tak sadar hampir 2 tahun aku lakukan identifikasi tentang plat nomor mobil beserta kejadian-kejadian aneh didalamnya.”
“Apa maksudmu nak?, aku semakin bingung dengan otakmu itu, kau kebanyakan melihat film detektif di televisi nak, sudah besok harus dihentikan kebiasaanmu itu. Kau bukan detektif nak, kau anakku yang harus punya kegiatan positif yang lain. Tahun depan dan ajaran baru kau harus masuk kuliah, kau harus mendaftarkan diri di kampus yang kau sukai.”
‘Baiklah bapak, aku mau kuliah, tapi maaf kebiasaanku ini tetap jalan, karena ada hubungannya dengan kemanusiaan dan keselamatan semua orang bapak.”
“Kemanusiaan, kemanusiaan lagi, bingung aku, apa buktinya kalau kebiasaanmu itu berhubungan dengan kemanusiaan? Buktikan!”
“Baiklah bapak, aku pasti akan membuktikan, tapi belum bisa sekarang, maaf!”
“Jangan sok belagu kau nak.”
“Bukan bapak.”
“Coba berapa nomor plat mobil bapak?”
“Q 2367 SD, Warna biru metalik, Sedan Corolla tahun 2001. Hampir semua mobil di daerah ini aku hafal bapak.” Bapaknya geleng-geleng hampir tak percaya.
“Z 5679 DF, punya orang baru pindahan dari Jakarta, jenis mobil angkutan warna merah metalik.”
“D 9012 NM, mobil dinas milik atasan bapak dikantor. Jenis sedan Mercedez Bens terbaru tahun 2016.”
“Kau hanya pandai menghafal saja tak ada sisi kemanusiaannya bukan.”
Tegar hanya diam tak mau melanjutkan pembicaraannya dengan bapaknya karena malam semakin larut, ia mengalah dan minta izin masuk kamarnya. Bapaknya hanya mengangguk pelan mengiyakan.

            Beberapa hari berlalu dan orang-orang masih saja terus menertawakan kebiasaan aneh Tegar, baik di warung kopi, pasar bahkan tempat-tempat umum lainnya. Hingga mereka juga dikejutkan oleh beberapa sedan Patwal Polisi yang berduyun-duyun, berbaris-baris menuju rumah Tegar. Ada apa? Orang-orang malah semakin bingung, sisi lain mengecap Tegar sudah gila, disisi lain banyak petugas polisi ke rumah Tegar, tak tanggung-tanggung pejabat teras Polisi langsung datang ke rumah Tegar. Orang-orangpun ikut berduyun-duyun penasaran untuk melihatnya. Terlihatlah Tegar dengan dikawal Polisi masuk ke dalam mobil Patwal dan seperti gembong teroris yang telah diamankan. Berkembang lagi isu di masyarakat sekitarnya Tegar telah menjadi anggota teroris. Semua terbelalak dan ngeri, tak percaya apa yang telah dilakukan Tegar. Rumah Tegar menjadi ramai. Orang-orang berduyun-duyun datang untuk memastikan kebenarannya. Hampir semua anggota keluarga Tegar tidak dirumah, hanya rumah itu telah dijaga Polisi dengan pakaian preman.
“Pak, apa benar Tegar telah menjadi teroris?” tanya salah satu dari warga
“Kata siapa?” jawab Polisi berpakaian preman.
“Kata orang-orang tadi waktu Tegar diamankan.”
“Bukan, itu berita bohong, justru nak Tegar inilah yang menyelamatkan kita semua dari rencana pengeboman oleh teroris. Dan berhasil mengungkap beberapa kejahatan-kejahatan lainnya  seperti pengedaran narkoba, perampokan, dan penculikan.” Jawab Polisi berpakaian preman.
“Ah bapak bohong, mana ada orang gila bisa mengungkap kejahatan?”
“Pemuda aneh yang hanya bisa menulis dan menghafal plat nomor mobil itu.”
“Lha itu yang dicari bapak komandan, Tegar bisa mengungkap kejahatan dari plat mobil, ada barang bukti yang telah dikumpulkan oleh saudara Tegar dari menulis dan menghafal plat nomornya, beberapa bulan ini Polisi bingung untuk mengungkap kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan oleh beberapa oknum kejahatan, dan kebetulan saudara Tegar memberikan pesan kepada Komandan kami tentang data-data itu, kebetulan saudara Tegar masih punya data lengkap dari hasil pengumpulan plat mobil selama ini, yaitu menulis dan menghafal plat mobil, beserta beberapa foto-foto yang telah digunakan sebagai barang bukti kami. Sebagai Polisi kami sangat berterima kasih atas bantuan saudara Tegar. Karena telah membantu dan memudahkan untuk mencocokkan dengan data-data yang Polisi punyai.” Jelas Polisi berpakaian preman dengan tegas.

Orang sekampung masih saja bingung. Dan masih menganggap Tegar tetap tak waras alias aneh. Apalagi keberadaan Tegar setelah dibawa pergi Polisi sudah tak pernah lagi pulang ke rumahnya. Bapaknya tak berapa lama telah pensiun dari kantornya dan pindah ke daerah lain. Setiap kali bapaknya ditanya tentang keberadaan Tegar yang sebenarnya, jawab bapaknya dengan bangga Tegar telah masuk pada Akademik Polisi. Kerja keras selama ini yang dilakukan oleh Tegar ternyata tidak sia-sia, naluri detektif nya telah melekat sejak masih kecil, meski banyak orang dan bapaknya mengatakan ia gila ternyata dapat dimentahkan oleh beberapa kalimat lama, bahwa semua orang punya kecerdasan masing-masing yang apabila dikembangkan dengan sabar pasti akan berguna. Terbukti sudah jawaban dari Tegar untuk bapaknya. Tegar kau memang tegar. Gila dan genius hanya selisih tipis bahkan tak ada bedanya.

Bangilan, 17 Nopember 2016.

*Penulis guru MI Salafiyah Bangilan, anggota Forum Komunikasi Mahasiswa Bangilan (FKMB) dan anggota Komunitas Kali Kening Bangilan.




Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda