Pemuda Plat Nomor
http://atjehcybermedia.blogspot.co.id/2015/07/vivacoid_31.html
Oleh. Rohmat Sholihin*
Ia oleh banyak orang dikatakan gila, kurang kerjaan dan
aneh. Kebiasaanya yang selalu mencatat nomor plat mobil semenjak ia gagal masuk
angkatan polisi menjadikan ia sedikit kurang waras. Dicemooh, dikucilkan, dan
dihina habis-habisan oleh orang-orang sekitar. Orang tuanya juga merasa sedih
tentang kebiasaan anaknya yang super aneh itu. Merasa malu dan tertekan jika
banyak orang-orang mengatai anaknya telah menjadi gila karena gagal masuk
polisi. Ketika hari menjelang tidur malam, bapaknya mengajaknya bicara diruang
tamu sebelum tidur.
“Nak, kebiasaan burukmu itu
menjadi banyak gunjingan tetangga-tetangga, aku sebagai bapakmu merasa malu
nak, bisakah kau hentikan kebiasaanmu menulis plat nomor mobil yang tak ada gunanya
itu.” Bicara bapaknya dengan nada halus.
“Aku hanya iseng saja pak,
tak lebih dari itu.” Jawab Tegar tenang.
“Tapi kenapa iseng harus
setiap hari mulai dari pagi sampai sore, kenapa kau lakukan itu nak?”
“Ehm, bagiku merasa asyik
pak, bisa menulis dan menghafal plat mobil seseorang, bagiku plat mobil itu
bukan sekedar huruf, angka, bulan dan tahun saja pak, plat nomor itu ibarat
tanda atau kode kendaraan yang selalu dibawa kemana-mana, seperti kita juga
pak, sebagai manusia punya identitas sendiri-sendiri atau makom
sendiri-sendiri.yang selalu kita bawa sampai kita tiada.”
Bapaknya merasa sedih atas
jawaban anaknya yang aneh, “apa istimewanya menulis dan menghafal plat nomor
mobil milik orang lain, plat mobilku sendiri saja aku tak hafal. Aneh, benar-benar
aneh anak ini. Apa ia kecewa dengan kegagalannya masuk angkatan polisi?, ia
dari kecil memang selalu bercita-cita menjadi detektif seperti dalam film-film
Amerika seperti tokoh film Hunter, Lethal Weapon, Sherlock Holmes, Zodiac,
Vertigo, Prisoners, dan masih banyak lagi, apa ini obsesi dari hobinya menonton
film kehebatan detektif dalam mengungkap komplotan kejahatan?” Pikiran bapaknya
terus berkecamuk.
“Boleh-boleh saja nak tapi
jangan sampai berlebihan, kamu masih punya banyak kesempatan untuk menjadi
polisi tahun depan dan tahun depannya lagi, tapi jangan seperti orang aneh
begini, kamu masih muda masih banyak kegiatan positif lainnya, membaca buku,
berolah raga, bersepeda, renang dan karate. Bapak tidak melarang atau membatasi
dan mengatur kebiasaan-kebiasaanmu nak, bapak kasihan kamu selalu digunjingkan
banyak orang ini dan itu, kamu anak bapak harus bisa membuktikan kepada semua
bahwa kamu bukan keturunan keluarga aneh.” Bicara bapak sedikit dengan nada
keras. Meski dalam hatinya sangat tidak tega kepada anaknya yang tak pernah
menyusahkan itu, harus minta ini, minta itu.
“Sudahlah bapak. Tak perlu
mengurusi dan menanggapi omongan orang lain, biarkan mereka mau bicara apa
saja, biarkan saja aku tak mau ambil pusing dengan omongan mereka, yang penting
Tegar tidak merugikan mereka.” Jawab Tegar santai.
“Iya nak, tapi bapak dan
keluarga juga panas mendengarkan omongan mereka.”
“Tak perlu panas pak,
tanggapi saja dengan senyum pak, biar mereka mengataiku gila, terserah, yang
penting Tegar baik-baik saja.”
“Tolong hentikan nak,
kebiasaanmu tentang menulis dan menghafal plat nomor itu, saya rasa kurang
kerjaan nak.”
‘Iya itu bagi bapak, tapi
bagi Tegar menulis dan menghafal plat nomor adalah bagian misi kemanusiaan,
pak.”
“Apa?, kemanusiaan?, aduh
nak, tolong hentikan itu, mereka akan selalu mengatakan kau memalukan dan aneh,
kau akan selalu diketawai terus oleh mereka, bahwa kau telah menjadi gila nak.”
“Sudahlah pak, bapak tidur
saja. Hari sudah malam dan besok bapak harus ke kantor pagi-pagi. Nanti bapak
terlambat.”
“Aku tidak bisa tidur nak,
memikirkan kebiasaan anehmu itu.”
“Bapak tak perlu khawatir
dengan Tegar, tidak ada yang aneh, hanya saja mereka orang-orang yang
mengataiku gila tak pernah tahu kejadiannya dan tidak tahu apa dibalik
kebiasaanku sesungguhnya.”
“Termasuk bapakmu ini nak,
tak tahu apa yang ada dalam benakmu itu, kebiasaanmu yang selalu menulis dan
menghafal plat nomor mobil itu, kurang kerjaan nak.”
“Di dunia ini tidak ada yang
tidak berguna bapak, semua orang melakukan aktifitas masing-masing sesuai
dengan ukuran dan fungsinya yang seimbang bapak.”
“Dari mana kau tahu
kalimat-kalimat itu?”
“Dari plat nomor mobil pak.”
“Apa hubungannya nak, kau
semakin gila nak, sebaiknya kau hentikan kebiasaan anehmu itu!”
“Maaf bapak, aku sudah terlanjur
mencintai hobi baruku ini, tak sadar hampir 2 tahun aku lakukan identifikasi
tentang plat nomor mobil beserta kejadian-kejadian aneh didalamnya.”
“Apa maksudmu nak?, aku
semakin bingung dengan otakmu itu, kau kebanyakan melihat film detektif di televisi
nak, sudah besok harus dihentikan kebiasaanmu itu. Kau bukan detektif nak, kau
anakku yang harus punya kegiatan positif yang lain. Tahun depan dan ajaran baru
kau harus masuk kuliah, kau harus mendaftarkan diri di kampus yang kau sukai.”
‘Baiklah bapak, aku mau
kuliah, tapi maaf kebiasaanku ini tetap jalan, karena ada hubungannya dengan
kemanusiaan dan keselamatan semua orang bapak.”
“Kemanusiaan, kemanusiaan
lagi, bingung aku, apa buktinya kalau kebiasaanmu itu berhubungan dengan
kemanusiaan? Buktikan!”
“Baiklah bapak, aku pasti
akan membuktikan, tapi belum bisa sekarang, maaf!”
“Jangan sok belagu kau nak.”
“Bukan bapak.”
“Coba berapa nomor plat
mobil bapak?”
“Q 2367 SD, Warna biru
metalik, Sedan Corolla tahun 2001. Hampir semua mobil di daerah ini aku hafal
bapak.” Bapaknya geleng-geleng hampir tak percaya.
“Z 5679 DF, punya orang baru
pindahan dari Jakarta, jenis mobil angkutan warna merah metalik.”
“D 9012 NM, mobil dinas
milik atasan bapak dikantor. Jenis sedan Mercedez Bens terbaru tahun 2016.”
“Kau hanya pandai menghafal
saja tak ada sisi kemanusiaannya bukan.”
Tegar hanya diam tak mau
melanjutkan pembicaraannya dengan bapaknya karena malam semakin larut, ia
mengalah dan minta izin masuk kamarnya. Bapaknya hanya mengangguk pelan
mengiyakan.
Beberapa hari berlalu dan orang-orang masih saja terus
menertawakan kebiasaan aneh Tegar, baik di warung kopi, pasar bahkan
tempat-tempat umum lainnya. Hingga mereka juga dikejutkan oleh beberapa sedan
Patwal Polisi yang berduyun-duyun, berbaris-baris menuju rumah Tegar. Ada apa?
Orang-orang malah semakin bingung, sisi lain mengecap Tegar sudah gila, disisi
lain banyak petugas polisi ke rumah Tegar, tak tanggung-tanggung pejabat teras
Polisi langsung datang ke rumah Tegar. Orang-orangpun ikut berduyun-duyun
penasaran untuk melihatnya. Terlihatlah Tegar dengan dikawal Polisi masuk ke
dalam mobil Patwal dan seperti gembong teroris yang telah diamankan. Berkembang
lagi isu di masyarakat sekitarnya Tegar telah menjadi anggota teroris. Semua
terbelalak dan ngeri, tak percaya apa yang telah dilakukan Tegar. Rumah Tegar
menjadi ramai. Orang-orang berduyun-duyun datang untuk memastikan kebenarannya.
Hampir semua anggota keluarga Tegar tidak dirumah, hanya rumah itu telah dijaga
Polisi dengan pakaian preman.
“Pak, apa benar Tegar telah
menjadi teroris?” tanya salah satu dari warga
“Kata siapa?” jawab Polisi
berpakaian preman.
“Kata orang-orang tadi waktu
Tegar diamankan.”
“Bukan, itu berita bohong,
justru nak Tegar inilah yang menyelamatkan kita semua dari rencana pengeboman oleh
teroris. Dan berhasil mengungkap beberapa kejahatan-kejahatan lainnya seperti pengedaran narkoba, perampokan, dan
penculikan.” Jawab Polisi berpakaian preman.
“Ah bapak bohong, mana ada
orang gila bisa mengungkap kejahatan?”
“Pemuda aneh yang hanya bisa
menulis dan menghafal plat nomor mobil itu.”
“Lha itu yang dicari bapak
komandan, Tegar bisa mengungkap kejahatan dari plat mobil, ada barang bukti
yang telah dikumpulkan oleh saudara Tegar dari menulis dan menghafal plat
nomornya, beberapa bulan ini Polisi bingung untuk mengungkap
kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan oleh beberapa oknum kejahatan, dan
kebetulan saudara Tegar memberikan pesan kepada Komandan kami tentang data-data
itu, kebetulan saudara Tegar masih punya data lengkap dari hasil pengumpulan
plat mobil selama ini, yaitu menulis dan menghafal plat mobil, beserta beberapa
foto-foto yang telah digunakan sebagai barang bukti kami. Sebagai Polisi kami
sangat berterima kasih atas bantuan saudara Tegar. Karena telah membantu dan
memudahkan untuk mencocokkan dengan data-data yang Polisi punyai.” Jelas Polisi
berpakaian preman dengan tegas.
Orang sekampung
masih saja bingung. Dan masih menganggap Tegar tetap tak waras alias aneh.
Apalagi keberadaan Tegar setelah dibawa pergi Polisi sudah tak pernah lagi
pulang ke rumahnya. Bapaknya tak berapa lama telah pensiun dari kantornya dan
pindah ke daerah lain. Setiap kali bapaknya ditanya tentang keberadaan Tegar
yang sebenarnya, jawab bapaknya dengan bangga Tegar telah masuk pada Akademik
Polisi. Kerja keras selama ini yang dilakukan oleh Tegar ternyata tidak
sia-sia, naluri detektif nya telah melekat sejak masih kecil, meski banyak
orang dan bapaknya mengatakan ia gila ternyata dapat dimentahkan oleh beberapa
kalimat lama, bahwa semua orang punya kecerdasan masing-masing yang apabila
dikembangkan dengan sabar pasti akan berguna. Terbukti sudah jawaban dari Tegar
untuk bapaknya. Tegar kau memang tegar. Gila dan genius hanya selisih tipis bahkan tak ada bedanya.
Bangilan, 17 Nopember 2016.
*Penulis guru MI Salafiyah
Bangilan, anggota Forum Komunikasi Mahasiswa Bangilan (FKMB) dan anggota
Komunitas Kali Kening Bangilan.
Label: cerpen
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda