Senin, 31 Oktober 2016

Pasar Kebo

Pasar Kebo


http://www.koran-sindo.com/news.php?r=4&n=1&date=2015-12-27

Oleh. Rohmat Sholihin*

            Malam yang semakin nakal ini terus menggelayut riuh. Suara hiruk pikuk orang berkaraoke masih belum ada tanda-tanda lelah, masih terus bernyanyi dengan enjoynya. Dan berjoget ria begitu senangnya. Bergoyang ke kanan, ke kiri, dengan aroma alkohol menyebar seisi ruangan karaoke yang tidak terlalu besar di sudut Pasar Kebo. Remang-remang dengan lampu berkelip-kelip menambah suasana malam menjadi suram. Aku sengaja bermalam di sini untuk bertemu dan bertransaksi dengan polangan atau juragan sapi esok hari. Dan harus segera mengirimnya ke Jakarta. Aku mendekati tempat itu dan sekedar mencari hiburan untuk membunuh sepi.
“Mari bang, minum.” Ajak perempuan bahenol yang sangat menggoda. Dengan parfumnya yang wangi menyengat dan rambut rebondingnya yang selalu harum seperti habis keramas di salon. Usianya juga masih belum terlalu tua, masih terkesan segar.  Dan maaf, masih mantap. Lelaki hidung belang mana yang tidak tergoda melihat kostumnya yang serba ketat.
“Siapa namamu mbak?” sapaku dengan senyum manis.
“Iyem, bang.”
“Mbak Iyem, sudah lama kerja disini?”
“Sudah agak lama bang, setelah Dolly dibubarkan.”
“Kok dibubarkan.”
“Iya kan sudah tidak boleh beroperasi disitu lagi bang.”
Tertawaku semakin keras, ada hal lucu diotakku tentang kalimatnya Dolly dibubarkan, seperti upacara saja memakai kata dibubarkan. Atau lebih tepatnya bisa memakai bahasa jawa khas yaitu  obrakan-obrakan.
“Tambah lagi minumnya mbak!” pintaku
“Okey bang.”
Beberapa gelas minuman telah aku tenggak. Kepalaku semakin berat, pandanganku semakin berkunang-kunang, namun hatiku masih tetap ingin menambah seteguk lagi minuman yang mengandung alkohol tinggi itu. Seteguk lagi, seteguk lagi, dan ingin seteguk lagi. Ingin terus minum meski perutku semakin panas dan pandanganku semakin berkunang-kunang, kepalaku, apalagi semakin berat. Memandang Iyem yang ada didepanku seolah-olah ada dua, tersenyum manis dengan rambut rebondingnya yang terurai seperti bidadari yang baru turun dari kahyangan, bodi tubuhnya yang semlohai dengan ramah menemaniku, menganggapku laksana pangeran malam yang baru datang dari medan perang, menyambutku dengan ramah laksana raja berkuasa, melayaniku dengan senyum kehangatan. “Apakah ini kenyataan?” hatiku tak percaya.  Kuusap lagi kedua mataku yang nanar, merah, dan lelah, masih saja bayangan Iyem seperti Putri kecantikan, mempesona malam ini. Menggodaku dengan sentuhan-sentuhan halus tangannya, lembut suaranya, merayuku, dan seakan-akan membuatku terbang ke langit-langit. Aku mencoba untuk berdiri, serasa tubuhku terbang dan jatuh terduduk lagi dikursi sofa Karaoke yang empuk. Tubuhku ditangkap oleh Iyem, dibisiki kata-kata mesra dan terus membuatku serasa terbang menuju puncak keindahan malam tiada tara. Akupun tergoda.
“Ayo masuk bang, tidur saja didalam.” Ajak Iyem.
“Baiklah Yem.” Jawabku pelan.
Aku tak kuasa menolak ketika tubuhku digandeng oleh Iyem yang harum dan hangat. Seakan-akan memberikan pelayanan yang melebihi segalanya. Aku rebahkan tubuhku dikasur yang empuk. Dan Iyem masih setia menungguiku, mengajakku bicara yang samar-samar terdengar kata-kata “tenang saja bang, mari kita nikmati malam ini.” Perlahan-lahan kurasakan aku seperti tertidur di istana kerajaan yang megah dan ditemani putri kerajaan yang jelita. Aku terperangkap dalam pelukan Iyem yang menawan. Aku tak berkutik dalam godaan Iyem. Namun minuman alkohol itu semakin membuat kepalaku berputar-putar dan aku tak kuat bertahan hingga semua yang ada dalam perutku kembali muntah ke lantai.
“Abang pusing ya?”
“Iya. Terlalu banyak minum Yem.”
“Oh tidak bang, hanya seteguk saja kok bang.”
“Ah yang benar Yem, kenapa aku hampir saja ambruk.”
“Perasaan abang saja paling. Buat tidur saja lagi bang. Aku temani.” Dengan cekatan tangan halus Iyem memijitiku. Namun, semakin mual perutku tak tertahankan. Aku pun berusaha mencari kamar mandi.
“Kamar mandinya dimana Yem?”
“Disini bang, aku antar ya.”
“Tak usah Yem, kau tetap disini saja, tunggu aku sebentar. Perutku sangat mual.”
“Baiklah bang.”
Terhuyung-huyung tubuhku yang setengah sadar mencari ruangan kamar mandi. Terseok-seok aku masuk ke kamar mandi. Segera aku muntahkan isi perutku yang sangat mual. Aku basuh perlahan-lahan wajahku dengan air hingga terasa sedikit segar, mataku kembali perlahan-lahan dapat fokus lagi melihat langit-langit kamar mandi yang disinari lampu bohlam. Tak berapa lama, aku keluar dari kamar mandi. Dan kudengar ada teriakan-teriakan yang gaduh diluar, suaranya semakin jelas masuk ke dalam ruangan.
“Tak usah lari!, berhenti!, kami hanya ingin memeriksa saja.” Teriakan itu semakin jelas dan bercampur dengan suara jerit perempuan. Aku terhenyak sejenak, maka kuputuskan dengan langkah terhuyung-huyung aku lari ke arah ruang belakang dan membuka pintunya. Meski ada beberapa teriakan keras terdengan, “jangan lari, jangan lari,” aku tak perduli dengan tubuh terhuyung-huyung aku tetap berlari sekuat tenaga. Tak perduli Iyem, tak perduli semuanya, aku  harus menyelamatkan diri.

            Esoknya fajar menyingsing. Masih setia memberikan senyum hangatnya pada alam semesta. Masih memberikan sinarnya kepada setiap makhluk-Nya tanpa pandang bulu. Tak perduli pada manusia banyak dosa seperti akupun masih punya kesempatan menikmati cahaya indahnya tanpa membayar sepersenpun. Meski banyak dosa yang telah aku perbuat ditempat mesum karaoke di Pasar Kebo semalam. Hampir saja aku terperangkap dalam jurang iblis jahanam. Hampir saja tubuhku bergumul dengan Iyem, primadona PasarKebo.
“Inilah kuasa-Nya yang melebihi dari seluruh makhluk apapun dimuka bumi ini. Andaikan matahari itu membeda-bedakan cahayanya hanya untuk orang suci saja, semua orang akan berbondong-bondong datang ke masjid, klenteng, pura, wihara, gereja bahkan sinagog. Semua orang akan berlomba-lomba untuk menjadi suci, sedangkan kesucian hati seseorang bukanlah sesuatu yang dibentuk dengan mudah dan hanya rajin datang ditempat ibadah saja. Tuhan punya rencana-rencana yang tak bisa ditebak sebelumnya.” Batinku.
Aku terbangun dari tidurku diemper toko setelah ambruk tak kuat lagi berlari. Untung aku tak kena razia semalam. Cepat aku lihat dompetku masih utuh semuanya. Bergegas menuju pasar kebo lagi untuk bertemu dengan juragan sapi dan memastikan sapinya benar-benar pilihan dengan kualitas bagus untuk segera aku kirim ke Jakarta.  “Semoga ia sabar menungguku.” Pikirku.
Sesampai di Pasar Kebo, suasana sudah semakin ramai, banyak orang-orang bicara tentang peristiwa penggerebekan di karaoke semalam. Aku diam saja. Ternyata orang-orang banyak mengetahuinya dari berita koran pagi ini. Ada yang resah ada yang biasa saja dan ada yang marah-marah. Aku semakin penasaran saja. Kenapa mereka bisa begitu. Ternyata si Iyem telah tertangkap oleh satpol PP dan kabarnya Iyem dinyatakan positif terjangkiti virus HIV. Primadona Pasar Kebo itu membuat para hidung belang yang pernah kumpul kebo dengannya menjadi takut, pucat pasi, was-was, frustasi, putus asa dan bertanya-tanya dalam hati.
“Mudah-mudahan aku selamat.” Hatiku kecut.

*Penulis adalah Guru MI Salafiyah Bangilan, anggota Forum Komunikasi Mahasiswa Bangilan (FKMB) dan aktif di Komunitas Literasi Kali Kening Bangilan-Tuban.





Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda