Rabu, 30 November 2016

Putri Bah Tei # 10

http://cryptozoology.blogspot.co.id/2011/04/mencari-kebenaran-adanya-naga.html
Oleh. Rohmat Sholihin.

Pada Hari Ketiga
            Setelah mengarungi petualangan yang mengerikan selama dua hari, kini Joko memasuki kesulitan-kesulitan pada hari ketiga. Dalam hatinya terus berusaha keras menjaga kewaspadaan, jangan sampai hatinya lengah dan goyah yang bisa membuat jiwanya kalah dan gagal dalam menjalani Ajian Melebur Bayu Sukma. Tubuhnya masih terlihat stabil, menggelantung seperti kelelawar, matanya terpejam, terkadang mulutnya terlihat bergerak-gerak seperti melafalkan doa-doa. Dan sesekali mulutnya ia buka perlahan-lahan, mengharap ada setetes embun jatuh dari daun, agar tubuhnya kembali segar dan kuat.
            Kembali pikirannya tercerabut, terbawa angin sepoi-sepoi pada suatu senja di danau mati, airnya tidak mengalir, kecuali diwaktu musim hujan yang airnya melimpah-ruah. Kala senja itu ia sedang bermain dengan teman-teman sebayanya, mandi dengan asyiknya, berteriak, menjerit, tertawa penuh suka. Berlari-lari mengitari danau yang riuh, sampai lupa waktu.
“Kita pulang, hari semakin senja, sebentar lagi gelap.”
“Sebentar, aku masih belum puas.”
“Tenanglah.”
“Kenapa kau gugup?”
“Tak tahu, aku ingin cepat pulang.”
“Sebentar lagi ya, jika matahari benar-benar tak tampak, kita pulang.”
“Keburu malam.”
“Ini masih senja. Belum malam. Kita masih bisa bermain lagi sepuasnya.”
“Besok kita mandi lagi ke sini.”
“Gampang, yang penting kita mandi dulu saja.”
Temannya itupun mengikutinya. Tak berapa lama ketika mereka masih asyik mandi, tiba-tiba air danau menjadi berputar-putar, semakin cepat dan semakin cepat, arusnya menghancurkan dan membawa benda-benda disekitarnya, rumput, bahkan teman-teman ikut terbawa arus, suara jerit ketakutan menyelimuti teman-teman yang ikut terbawa arus air yang semakin dahsyat. Air satu danau seakan-akan tersedot oleh benda asing, tubuh mereka satu persatu hilang tertelan arus air yang semakin kencang. Tampaklah benda raksasa menyerupai ular, tubuhnya panjang menggelapar-gelepar, kepalanya mengerikan dan matanya merah menyala, apapun ditelan, tanpa tersisa. Teman-temannyapun ludes tak ada batang hidungnya.
‘Lepaskan, lepaskan, lepaskan teman-temanku.” Teriak Joko seperti orang ketakutan.
Tak ada suara dari binatang aneh dan keji itu, mulutnya menyeringai, taring-taringnya tajam mengerikan.
“Lepaskan!” tantang Joko.
Dengan sekejap kepalanya mendekati tubuh Joko yang menggigil ketakutan. Lidahnya ia julur-julurkan, mata merahnya tajam menatap Joko,
“Hentikan semedimu!, teman-temanmu akan aku lepaskan.” Jawab binatang yang menyerupai naga.
“Tak akan kuhentikan semediku naga tengik. Lepaskan teman-temanku!.” Gertak Joko.
Dengan cepat tubuh binatang aneh itupun melilit tubuh Joko. Tubuh Joko yang tak terlihat itupun semakin tak berdaya, kekuatan yang telah ia miliki seakan-akan musnah, yang tersisa hanya nafasnya yang tersengal-sengal. Binatang aneh itupun terus melilit Joko. Tak ada perlawanan. Dalam hatinya terus ia melafalkan doa-doa, setidaknya jika ia mati dalam keadaan masih memegang iman. Binatang aneh itupun masih kuat terus melilit tubuh Joko. Joko merasakan tulang dan persendiannya mulai rontok satu persatu, sakit. Ia mau menjerit tetap tak bisa. Hanya pasrah yang ia lakukan. Tubuhnya semakin lemas, namun ia tetap terus melafalkan doa-doa yang telah diberikan oleh Ki Baroto. Menjalani semedi untuk menyempurnakan ilmu Ajian Melebur Bayu Sukma seperti hidup dalam ketertindasan, pikiran mengawang-awang tak tentu, sedangkan hati terus dibiasakan dalam keadaan tenang meski banyak perasaan-perasaan yang terus menggoda pikirannya yang sulit terbendung. Hidup seperti dimainkan oleh perasaan, ancaman, kekhawatiran, meski semuanya berlalu tapi kita harus kuat bertahan dalam keadaan dan situasi apapun. Dan intinya hidup adalah tidak boleh terumbar oleh sifat iri dan dengki apalagi kesombongan yang dapat menggerogoti iman dalam hati.
“Lihatlah Ki!, sepertinya Joko semakin lemas Ki.”
“Tenang Bah Tei, berdoalah! Semoga Joko selalu kuat bertahan dengan tindihan-tindihan perasaan dan pikirannya, ia tidak berperang dengan musuhnya tapi ia sedang berperang dengan dirinya sendiri melawan perasaan dan pikirannya sendiri, ia harus bisa menaklukan kekuatan yang ada dalam dirinya sendiri.”
“Tapi,…..”
“Tenanglah, ia pasti bisa menguasai dirinya dengan kesulitan-kesulitan yang ia hadapi secara terus menerus sehingga ia bisa menjadi terbiasa.”
“Aku semakin khawatir Ki dengan kondisi Joko, aku khawatir ia tidak mampu bertahan dengan situasinya yang semakin sulit.”
“Syukurlah, jika kau mulai mengkhawatirkan dia.”
“Ki….”
“Iya Bah Tei, itu tandanya kau mulai perhatian dan tertarik dengan dia.”
“Aku sudah tidak punya siapa-siapa Ki selain dia, Babah, orang yang satu-satunya aku banggakan kini telah hidup mengungsi mencari keselamatan di negeri Tumasek. Dan kini aku juga belum tahu kabarnya.”
“Semoga Babahmu selamat Tei.”
“Iya Ki, semoga Babah sampai di Tumasek dengan sehat dan bertemu dengan  Bibi Lou.”
“Semoga.”
Ki Baroto dan Bah Tei berbincang-bincang disela-sela selesai berlatih kanoragan, dengan setia mereka terus menunggui Joko yang sedang bersemedi dengan segala resiko dan tantangan-tantangan yang ia hadapi. Tubuhnya semakin lemas dan tak bergerak, pikirannya dihimpit oleh binatang aneh yang meyerupai naga di danau mati tempat ia dan kawan-kawan kecilnya mandi. Binatang itu kini telah melilit tubuhnya dan mengancam untuk menghentikan semedinya. Tubuh Joko tak berdaya, semakin lemah dan tak kuasa menahan lilitan binatang aneh yang menyerupai naga itu. Namun ia tetap tabah dan sabar menahan sakit yang tak terperikan, meski hanya perasaan dan pikirannya saja tapi sungguh membuat tubuh Joko lungset seperti kertas buram. Dengan bertahan terhadap lilitan binatang aneh yang menyerupai naga itu, ia terus memusatkan pikirannya yang bercerai-berai meninggalkan jasadnya terbang ke awang-awang, lama-kelamaan tenaganya mulai pulih lagi, sisa-sisa kekuatan dalam tubuhnya kembali mengaliri peredaran darahnya dan terpusat pada pikirannya yang kembali tenang.
“Pergi saja kau binatang busuk, dan tak berguna, lepaskan juga kawan-kawanku yang telah kau sandera diperutmu itu.”
“Enak saja anak muda. Kau dan kawan-kawanmu akan kulumat.”
“Aku tak takut ancamanmu itu naga busuk.”
“Cepat hentikan semedimu atau aku lumatkan tubuhmu ini!.”
“Silahkan saja, aku sudah siap mati untuk ini.”
“Enak saja kau mintanya langsung mati, akan aku cincang dulu tubuhmu ini, dan sebelum kau hentikan semedimu itu, cepat hentikan semedimu, kau sudah ditunggu perempuanmu itu yang makin cemas menunggumu.”
“Maaf aku tidak takut dengan ancamanmu naga tengik.”
“Goblok kau anak muda, apa yang kau cari dalam semedimu ini?”
“Aku tak cari apa-apa, hanya ingin menaklukan hawa nafsuku.”
“Kurang ajar!, kau memang keparat anak muda.”
“Terserah apa katamu naga tengik.”
“Persetan kau anak muda.”
“Kau sendiri yang menyerupai syetan.”
“Apa aku ini syetan?”
“Bukan hanya syetan tapi iblis.”
Dengan dikatakannya iblis, tubuh binatang aneh yang menyerupai naga itupun perlahan-ahan luluh lantah, dan sirna. Asap putih menyebar  memenuhi danau bersama tubuh anak-anak muda bergelimpangan dipinggir danau dalam keadaan  tertidur. Tubuh Jokopun kembali segar dan tegar. Bersamaan dengan itu, tubuh-tubuh itupun juga menghilang, Joko seperti bangun dari tidur, semua kembali seperti dari awal lagi. Mulut Joko terus melafalkan doa-doa yang telah diberikan Ki Baroto.

Bersambung…

Bangilan, 1 Desember 2016.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda