Senin, 31 Oktober 2016

Guru Keren, Guru Yang Berani Menulis




http://www.rumahbacakomunitas.org/pada-akhirnya-menulis-adalah-soal-keberanian/

Oleh. Rohmat Sholihin*

            Peran guru dewasa ini sangatlah kompleks dengan segala permasalahannya. Guru bagaikan manusia kuat dengan segala keberadaannya. Semenjak guru sebagai tugas profesi yaitu adanya program sertifikasi, dengan program sertifikasi itu guru mendapatkan tuntutan yang lebih berat lagi karena didukung dengan tambahan penghasilan yang cukup tinggi. Disamping bertugas mencerdaskan anak bangsa juga bertanggung jawab dengan membentuk karakter anak didik. Secara tidak langsung profesi guru adalah profesi yang harus benar-benar profesional. Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran. Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat menentukan proses belajar di kelas maupun diluar kelas. Guru harus pandai membawa siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai. Guru harus pintar memberikan informasi-informasi yang mampu memotivasi siswanya untuk bergerak hatinya akan pentingnya pengetahuan. Salah satunya keterampilan yang harus dikuasai guru adalah pandai menulis. Dengan tulisan setidaknya guru bisa memberikan motivasi dan sumbangsih pemikiran bagi keilmuan yang telah dikuasainya kepada siswa dan masyarakat. Karena menulis merupakan proses berfikir, maka tidak bisa dipungkiri lagi bahwa menulis bersifat sentral dalam proses belajar. Terutama profesi guru tak jauh beda dengan ilmuwan, karena guru dipandang sebagai orang yang paling berpengetahuan. Dia bukan saja berkewajiban menyampaikan pengetahuan yang dimilikinya kepada murid, tetapi juga berkewajiban mengembangkan pengetahuan itu dan terus-menerus memupuk pengetahuan yang telah dimilikinya. Dalam abad ini, di mana pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat, guru harus mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut. Banyak cara yang dapat dilakukan, misalnya: belajar sendiri, mengadakan penelitian, mengikuti kursus, mengarang buku, dan membuat tulisan-tulisan ilmiah sehingga peranannya sebagai ilmuwan terlaksana dengan baik. Guru saat ini juga didukung oleh media sosial yang cukup memadai bisa menggunakannya untuk menyampaikan informasi-informasi yang mudah untuk mengaksesnya.

            Menulis merupakan salah satu kegiatan yang sangat menakjubkan . dengan menulis, kita bisa menuangkan ide atau gagasan yang ada dipikiran kita, menuangkan isi hati kita melalui bahasa tulisan sehingga dapat dibaca dan dipahami orang lain. Dengan menulis, kita bisa mentransfer pengetahuan dan hasil pembelajaran kita kepada orang lain sehingga bermanfaat bagi sesama musafir kehidupan. Menulis juga merupakan aktualisasi diri.

            Menulis adalah keberanian, kata Pramoedya Ananta Toer. Berani mengaktualisasikan diri dalam bentuk tulisan. Mengaktualisasikan pikiran-pikiran dalam bentuk tulisan yang dibaca oleh orang lain. Kita pertaruhkan reputasi kita dengan tulisan yang telah kita buat. Kita menanggapi kritikan-kritikan dari hasil tulisan sebagai proses dialektika, bahwa tak semua teori selalu benar. Tak ada tulisan manusia yang bersifat absolut, selalu saja membuka ruang kritik, tanggapan, dan masukan. Tapi setidaknya kita berani mengemukakan pendapat serta ide ke para pembaca dalam bentuk tulisan itu sudah merupakan langkah maju bagi eksistensi diri kita sebagai guru. Terutama untuk para guru sebagai agen pengetahuan harus berani untuk menulis mengemukakan ide dan pikiran dalam tulisan yang banyak jenis dan modelnya, bisa essai, jurnal ilmiah, opini, artikel, cerpen, bahkan novel. Guru harus terus berkarya dengan kreatifitas-kreatifitas tiada kenal henti. Karena belajar juga sepanjang hayat. 

            Guru yang tampil keren dan seksi adalah pemikirannya, hasil karyanya, dan yang jelas pengetahuannya. Guru keren tidak hanya diukur dari penampilan dan aksesori-aksesori yang dipakainya. Seperti; mobilnya, sepeda motornya, hand phonenya, bajunya, make up-nya, atau kekayaan-kekayaan fasilitas mewah yang dimilikinya. Apalagi gaya hidupnya. Meski sekarang yang selalu menjadi ngetrend pada anak kawula muda yang masih berstatus pelajar juga tak luput dari gaya hidup yang serba mewah, misal; pergi ke sekolah dengan diantar naik mobil, bawa motor gede yang sudah dimodifikasi, bawa mobil sendiri yang keren, guru ganteng, guru cantik, yang selalu jadi primadona, dan semua itu tak luput dari pengaruh budaya globalisasi dalam hal apapun, dimana budaya-budaya asing terus melakukan transformasi dan kita mudah untuk mengaksesnya melalui media sosial, media tv, dan sebagainya, tak ayal sangat mempengaruhi pola pikir anak didik yang notabenenya masih remaja dan rasa ingin tahu, rasa ingin mencoba sangatlah tinggi sehingga itu juga menjadi kendala yang harus kita pecahkan bersama. Baik pihak orang tua, sekolah, guru, masyarakat, tokoh masyarakat, bahkan pemerintah.

            Sehingga pamor guru kalah dengan pamor artis, dan bintang-bintang seni hiburan lainnya yang punya banyak penghasilan dan selalu tampil keren. Seperti yang dikisahkan oleh penyanyi legendaris Iwan Fals dalam lagu Oemar Bakri, nasib guru yang lugu, jujur, dan mampu mencerdaskan anak bangsa seperti kecerdasan tokoh ilmuwan Habibi namun tersekat oleh gaji yang tak sebanding dengan peran serta perjuangannya. Dari situlah banyak peran guru menjadi peran yang terkesampingkan.

            Dalam tulisan ini guru yang keren, guru yang berani menulis, menyuarakan ide-ide pembaharuan untuk anak didik dan masyarakatnya. Banyak tokoh-tokoh nasional dari kalangan guru yang pandai dan berani menulis seperti Ki Hajar Dewantara, KH. Hasyim Asyari, R.A Kartini dan masih banyak yang lainnya yang pemikirannya dan ide-idenya bisa mengguncang dunia. Dan tentu itu tidak ditempuh dengan instan, semua dimulai dengan proses dan tekad yang membara dalam hati, serta menggelora dalam niat untuk terus berjuang dengan tulisan-tulisan yang telah diukirnya. Gurulah yang melahirkan manusia-manusia cerdas, berkualitas, dan berwawasan luas. Gurulah yang menjadikan manusia bisa punya angan-angan, bisa bermimpi dikemudian hari untuk menjadi seorang Presiden, Jenderal, Menteri dan pengusaha-pengusaha sukses. Bahkan seorang Presiden hebat yang telah diberikan Tuhan untuk Indonesia yaitu Ir. Soekarno mengatakan; beri aku sepuluh pemuda dan akan ku guncang dunia. Kemana kalimat itu larinya, kalau tidak pada proses pendidikan yang bagus dan peran guru yang berkualitas. Guru yang hebat akan melahirkan peserta didik yang hebat dan guru yang keren adalah guru yang berani menulis. Tentu saja tulisan yang bermutu dan keren juga. Mari kita menulis pasti bisa. Selamat mencoba.

*Penulis seorang guru di MI Salafiyah Bangilan,
sebagai anggota FKMB (Forum Komunikasi Mahasiswa Bangilan),
 aktif di Forum Literasi Kali Kening Bangilan-Tuban.





Label:

“Save The Earth” dengan Pendidikan Islam

“Save The Earth” dengan Pendidikan Islam


https://www.pplhindonesia.or.id/id/

 Oleh. Rohmat Sholihin*

            Lingkungan alam saat ini mengalami kerusakan yang sangat parah. Imbasnya dari kerusakan-kerusakan alam itupun telah banyak kita rasakan, seperti: banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, kekeringan, pemanasan global, rusaknya terumbu karang, rusaknya hutan tropis dan masih banyak lagi. Kerusakan-kerusakan alam itu hampir terjadi akibat ulah tangan manusia yang tidak bertanggung jawab. Akibat ulah segelintir manusia yang telah merusak lingkungan alam dan imbasnya telah di rasakan seluruh umat manusia. Seperti banjir yang telah terjadi di beberapa daerah yang ada di Indonesia akibat dari penebangan hutan secara liar, membuang sampah sembarangan, dan kurang disiplin dalam memperhatikan saluran-saluran air baik sungai maupun kanal. Sehingga daerah aliran sungai kurang lancar dan banyak penyumbatan-penyumbatan dari sampah yang telah dibuang di sungai-sungai. Permasalahan kerusakan lingkungan alam bukanlah menjadi tanggung jawab beberapa orang namun menjadi permasalahan yang harus dipikirkan secara bersama. Termasuk lembaga pendidikan Islam yang harus lebih perduli terhadap kelangsungan lingkungan alam yang lestari. Karena pendidikan Islam dan kelestarian lingkungan saling terkait erat. Bahkan Rosulullah memberikan perintah kepada para sahabatnya ketika menaklukan Makkah (Fatkhu Makkah), pertama jangan menyakiti wanita dan anak-anak. Kedua, jangan melukai dan membunuh orang-orang Quraisy yang sudah menyerah serta tak berdaya. Ketiga, jangan menebang pohon dan membunuh binatang di daerah penaklukan.

            Melihat banyaknya bencana alam yang sering terjadi di muka bumi ini. Hal ini menandakan bahwa bumi telah mengalami ketidakseimbangan, baik tidak seimbang suhu, iklim maupun ekosistemnya. Dari ketidakseimbangan alam itu timbullah beberapa bencana alam seperti banjir, tanah longsor, gunung meletus, panas meningkat, kekeringan, gempa bumi, tsunami, mencairnya lapisan es di daerah kutub, kebakaran hutan. Jika masalah-masalah bencana alam itu tidak segera di tangani secara bersama tidak menutup kemungkinan dalam waktu dekat kehancuran bumi akan terjadi dan manusia yang hidup di bumi juga akan segera berakhir.

            Kenaikan suhu bumi (global warming, GB) kini makin menjadi fokus perhatian dunia. Dalam peringatan Hari Bumi 22 April 2000, majalah Time misalnya menurunkan edisi khusus tentang bumi yang makin panas dan rusak. Meningkatnya GB sungguh sangat memprihatinkan masa depan bumi. Jika GB tidak bisa diatasi, akibatnya bisa sangat fatal: lapisan es dikutub akan mencair dan permukaan air laut akan naik. Gelombang panas pun akan mengacaukan iklim dan menimbulkan badai dahsyat yang akan memporak-porandakan bangunan di berbagai kota. Tragedi banjir Nabi Nuh akan terulang, bahkan dalam skala yang lebih dahsyat.

            Masalah GB ini, yang mulai diangkat ke permukaan pada Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio De Jeneiro, 1992, kini terus menjadi perhatian utama dunia. Sayangnya di antara negara-negara yang punya perhatian besar pada GB sampai saat ini belum melakukan aksi bersama. Bahkan di antara mereka saling mempersalahkan. 

            Di Earth Summit Rio, misalnya, benih-benih saling mempermasalahkan itu sudah tumbuh. Wakil-wakil negara berkembang mempermasalahkan emisi karbon dioksida yang berasal dari pabrik dan kendaraan di negara maju yang menjadi biang keladi GB. Sementara negara-negara maju juga mempermasalahkan negara-negara berkembang yang tidak memperhatikan lingkungan dan merusak hutan. Hutan yang dijuluki paru-paru dunia ditebang semena-mena untuk tujuan ekonomi sesaat.

            Pada sisi lain, negara industri menuduh, teknologi yang rendah, pembangunan yang menggebu-gebu dan banyaknya kendaraan bermotor yang sistem pembakarannya kadaluarsa dan rusak, menyebabkan emisi gas karbon dioksida di negara-negara berkembang sangat besar. Sementara di negara maju mereka membela dengan teknologi yang canggih, hemat energi, dan pemantauan polusi yang baik, emisi karbon dioksida sedikit dan bisa diawasi. Namun demikian, siapakah yang paling bertanggung jawab terhadap permasalahan itu semua? Kalau di antara keduanya saling menyalahkan, persoalannya tak kan pernah selesai, karena masalah ini sudah terlanjur kompleks, runyam dan melingkar-lingkar sehingga sulit dicari ujungnya. Karena itulah, maka yang perlu dipersoalkan sekarang ini, bagaimana menyelamatkan bumi (save the earth) di abad-abad mendatang secara bersama (global partnership). Sebab kerusakan bumi bagaimana pun erat kaitannya dengan persoalan manusia itu sendiri.

            Planet bumi yang merupakan habitat berbagai ragam kehidupan (termasuk manusia) sedang mendapat ancaman kehancuran yang sangat serius. Ancaman itu merupakan puncak dari proses kerusakan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Semua itu terjadi akibat buruknya kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan moral manusia dalam memperlakukan SDA dan lingkungannya.

            Sebagai gambaran buruknya SDA dan lingkungan, kita bisa melihat laporan perkembangan manusia 1998 yang dilansir United Nations Development Pragramme UNDP. Menurut UNDP beban SDA dan lingkungan yang diderita bumi amat berat: 12% spesies mamalia, 11% spesies burung, 4% spesies ikan dan reptil hampir punah. Di pihak lain, 5-10% terumbu karang rusak, 50% mangrove hancur, dan 34% pantai rusak. Demikian juga stok ikan dunia menurun 25%, dan sembilan juta hektar tanah mengalami kerusakan.

            Fakta kerusakan alam di Indonesia juga semakin mencengangkan. Setiap tahun terjadi kerusakan hutan lebih dari 2,5 juta ha, sementara terumbu karang yang tersisa dalam kategori baik hanya tinggal 6,2%. Penyusutan spesies terus berlangsung karena pemburuan dan perusakan habitat mereka.  Sebagai contoh, Jalak Bali burung yang sangat langka, mungkin kini sudah punah dari habitat alamnya di Taman Nasional Bali Barat. Demikian juga harimau Jawa.

            Dan pada umumnya kerusakan tersebut terjadi di negara-negara berkembang, yang pada umumnya kaya akan SDA. Ini terjadi karena di negara-negara berkembang terdapat berbagai masalah seperti kemiskinan, jumlah penduduk tinggi, dan jumlah pengangguran tinggi sehingga tekanan terhadap SDA juga tinggi. Di pihak lain tingkat kesadaran masyarakat terhadap ekologi rendah. Dalam kondisi seperti ini, kondisi penegakan hukum juga rendah. Akibatnya kerusakan lingkungan dan SDA menjadi-jadi. Tragisnya kecenderungan seperti itu ternyata makin lama makin besar.

            Hal itu, misalnya, bisa tergambar dari makin besarnya penduduk dunia. Pertumbuhan penduduk dunia diprediksi akan terus meningkat dari 6,1 miliar jiwa pada 2000 menjadi 7,5 miliar orang pada 2020. Sebagian besar mereka tinggal di negara berkembang.  Penduduk Indonesia, misalnya, saat ini telah mencapai sekitar 220 juta jiwa. Dan pertumbuhan penduduk ini akan diikuti pula dengan meningkatnya konsumsi. Ini semua berarti peluang terjadinya peningkatan degradasi dan pencemaran lingkungan makin besar pula.

            Apabila pembangunan Indonesia berkembang dengan kecepatan 3,4% pertahun, Prof. Emil Salim (2003) memprediksi bahwa pada tahun 2020 akan tercapai tingkat “lower middle income” dengan pendapatan per orang $1.360-$1.500. Namun, jika kecepatan pembangunan naik dengan 7% setahun maka akan dapat dicapai pendapatan per orang $2.700-$3.000 pada 2020.

            Naiknya pendapatan masyarakat di masa mendatang ini di harapkan akan diikuti dengan semakin meningkatnya perhatian mereka terhadap penyelamatan SDA dan lingkungan. Sehingga pertumbuhannya perlu ditopang secara tepat dengan pembangunan dari segi ekologi.

            Masalah besar yang bersifat global yang dihadapi umat manusia dewasa ini adalah krisis ekologi dan krisis moral. Krisis ekologi yang dihadapi umat manusia ini berakar dari sikapnya yang kurang memperhatikan norma-norma moral dalam hubungannya dengan lingkungannya dengan lingkungan hidup secara luas. Kondisi tersebut makin diperparah dengan minimnya pengertian dan pemahaman secara ilmiah warga masyarakat terhadap aspek-aspek penting dari lingkungan hidup. Walhasil, minimnya moral dan pengetahuan ditambah lagi dengan krisis ekonomi menjadikan lingkungan hidup dan SDA sebagai korban dari respon manusia menghadapi kondisi yang menerpa dirinya.

            Dalam rangka menyikapi kondisi lingkungan hidup yang semakin gawat itulah, sangatlah tepat jika kita memulai secara kritis untuk membangun etika lingkungan. Diperlukan moral bangsa di bidang lingkungan hidup yang dilandasi oleh kesatuan dari tiga pilar utama, yaitu intelektual, spiritual, dan emosional.

            Membangun etika lingkungan itu bisa di mulai pada lembaga-lembaga pendidikan. Baik lembaga pendidikan Islam maupun umum. Melihat lembaga pendidikan merupakan ajang pembentukan insan yang kreatif, jujur dan bermartabat. Lembaga pendidikan harus bisa menjawab tantangan-tantangan zaman bukan hanya dari sekedar teori namun juga harus bisa menjawab tantangan-tantangan itu dengan langkah nyata. Jika tantangan zaman saat ini adalah tentang kerusakan lingkungan alam, lembaga pendidikan harus bisa membuat program-program kritis untuk segera menyelamatkan lingkungan tersebut. Bukankah pendidikan adalah proses mengenali lingkungan? Sedangkan lingkungan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, lingkungan alam merupakan laboratorium alami yang harus selalu digunakan praktek pengembangan-pengembangan oleh dunia pendidikan. Oleh karena itu lembaga-lembaga pendidikan harus ikut bertanggung jawab dalam menjaga kelestarian alam.

            Terutama lembaga-lembaga pendidikan Islam yang harus berada di garis terdepan dalam melestarikan lingkungan alam. Karena sebagai pendidik dan sekaligus Rosul, misi kependidikan pertama Muhammad Saw, adalah menanamkan aqidah yang benar: yakni aqidah tawhid mengesakan Tuhan, yang by extension, memahami seluruh fenomena alam dan kemanusiaan sebagai suatu kesatuan, suatu yang holistik. Beliau adalah orang yang suka melakukan refleksi dan merenung tentang alam lingkungan, masyarakat sekitar, dan Tuhan: beliau adalah orang senantiasa belajar, di sekolah tanpa dinding (school without wall).

            Sehingga persepsi masyarakat tentang pendidikan Islam tidak hanya terbatas pada masalah agama (Islam) saja, sehingga muncul suatu asumsi bahwa pendidikan Islam tidak pernah mencapai pendidikan sains. Akibat kuatnya praduga itu lahirlah suatu pemikiran yang bersifat sekuler dalam masalah ilmu. Sementara itu masalah-masalah sosial terus berkembang akibat tangan manusia, termasuk didalamnya masalah lingkungan hidup yang sudah tercemar.

            Kasus lingkungan hidup dihadapi oleh seluruh lapisan masyarakat tidak terkecuali umat Islam sebagai mayoritas penduduk Indonesia. Bermacam cara telah diupayakan untuk menanggulangi ekses kerusakan lingkungan itu, namun belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Pendidikan Islam yang telah mengakar ke masyarakat, dalam dekade terakhir sebagian telah mengarahkan polanya ke arah pendidikan yang bersifat monokotonik juga lebih mengarah pada pengembangan masyarakat dan lingkungannya. Sejalan dengan itu pendidikan Islam diprediksikan sebagai salah satu alternatif jawaban umat Islam dalam menanggulangi problem lingkungan hidup yang semakin  mengkhawatirkan.

            Dalam melakukan studi ini ada beberapa tujuan yang hendak dicapai:
1. Untuk memahami jawaban umat Islam dalam memecahkan masalah lingkungan hidup  yang merupakan kasus global.
2. Untuk mengetahui pola pendidikan Islam dalam menumbuhkan kesadaran lingkungan pada peserta didik dan masyarakat.
3. Untuk menginventarisasikan pendidikan Islam yang bersifat lintas sektoral yang dipandang dapat dijadikan solusi problem sosial yang cenderung berkembang, terutama sekali masalah lingkungan hidup.
4. Kajian ini pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan Islam dalam menumbuhkan kesadaran lingkungan  bagi peserta didik dan masyarakat sekitarnya.

            Bumi merupakan satu-satunya planet yang bisa digunakan untuk hidup dan berkembangbiak oleh seluruh makhluk hidup. Namun, bumi saat ini banyak mengalami kerusakan-kerusakan yang dapat menimbulkan bencana yang membahayakan seluruh kehidupan di planet biru ini. Seperti; tanah longsor, banjir, tsunami, gempa bumi, kebakaran hutan, rusaknya terumbu karang, polusi udara, tercemarnya air bersih, rusaknya sumber mata air akibat dari eksplorasi sumber daya alam yang berlebihan, gunung meletus, dan masih banyak lagi yang hampir mendekati kompleksitas.

            Hampir kerusakan-kerusakan alam yang terjadi di alam ini adalah akibat dari ulah manusia yang tak bertanggung jawab dan menuruti kemauannya sendiri tanpa memperhitungkan akibatnya. Sedangkan alam sangat mengharapkan sentuhan-sentuhan lembut dari tangan manusia untuk terus merawat dan melestarikannaya. Karena manusia adalah kholifah dimuka bumi ini yang menentukan gerak dan tindak-tanduknya harus bisa menghargai alam sebagai tempat hidup dan berkembang biak seluruh makhluk hidup, baik hewan, tumbuhan dan manusia itu sendiri.

Oleh karena itu, kita segera untuk menyelamatkan bumi dari segala kerusakan-kerusakan dengan berbagai cara, baik secara langsung maupun tak langsung. Dengan cara langsung yaitu dengan cara reboisasi lahan-lahan kritis, dilarang membuang sampah sembarangan, dilarang menangkap ikan dengan menggunakan bahan peledak, dilarang menebang pohon, dilarang menangkap dan membunuh hewan yang dilindungi, dilarang membuang limbah pabrik di sungai atau di laut dan masih banyak lagi program-program kelestarian lingkungan alam lainnya. Sedangkan secara tak langsung yaitu dengan banyak mensosialisasikan program-program penghijauan dan menjaga lingkungan alam pada seluruh lapisan masyarakat, mahasiswa, dan pelajar di lembaga-lembaga pendidikan. Sehingga mereka mempunyai kesadaran bersama bahwa menjaga kelestarian alam merupakan perbuatan yang sangat terpuji dan sangat penting.

            Jika kebiasaan manusia tidak segera berubah untuk mencintai dan merawat kelestarian alam mulai saat ini, beberapa tahun ke depan akan membahayakan masa depan kehidupan yang ada di bumi. Karena tingkat kerusakan saat ini sudah sangat memprihatinkan dan bumi terancam rusak. Seperti kasus-kasus yang sudah penulis sebutkan diatas akan menjadi permasalahan serius dan imbasnya ke kita sebagai manusia yang juga ikut hidup dan mendiami planet bumi ini. Marilah kita pikirkan masa depan bumi dan masa depan anak cucu kita yang nantinya akan menggantikan kita ketika kita sudah tua dan mati. Jangan hanya memikirkan kebutuhan sesaat saja, kita kuras habis kekayaan bumi berupa sumber daya alam secara besar-besaran namun tak pernah kita perhatikan dampak-dampak buruk dari yang ditimbulkannya, mari bersama-sama segera kita selamatkan bumi agar kehidupan yang ada di bumi bisa nyaman, berkelanjutan dan lestari.

            Umur bumi yang diperkirakan sudah mencapai 4,5 miliar tahun bukanlah umur yang pendek tapi sudah sangat-sangat tua. Jika kita sebagai manusia tidak segera berbuat merawat bumi, bumi akan mudah mengalami kerusakan yang parah. Bumi dan seluruh kehidupannya akan mengalami kehancuran. Masa depan bumi akan suram bersama harapan seluruh umat manusia. Apalah arti semua baik ekonomi, politik, pendidikan, sosial, iptek, dan sebagainya jika bumi tempat hidup seluruh komponen kehidupan ini mengalami hancur. Tak kan pernah berarti apa-apa. Juga pasti akan ikut hancur pula. Sudah saatnya bumi mendapatkan perlakuan special dari kita semua agar bumi tetap bisa tersenyum menyapa kita setiap hari dengan udaranya yang segar, airnya yang bersih, iklim dan suhu yang tetap hangat, tanah yang tetap memberikan kesuburan dan hasil bumi yang melimpah, pohon-pohon yang rindang dan hijau, burung-burungpun tetap terus bersiul mengisi hari-hari tanpa harus ditangkap untuk dijual belikan, binatang-binatang lain tetap bisa menghuni habitatnya, air laut tetap asin, ikan-ikan terus gemulai menari-nari dengan riang, dan seluruh komponen kehidupan bisa saling mengisi dan hidup dengan penuh persahabatan tanpa harus merusaknya.

            Tanggung jawab terhadap perkembangan kelestarian alam bukan hanya menjadi tanggung jawab segelintir orang atau pihak tertentu, namun perkembangan kelestarian alam merupakan tanggung jawab kita bersama yang harus segera kita upayakan langkah-langkah nyata, seperti; mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bahu membahu, bersatu, dan mencetuskan program “Save The Earth”, program ini sebaiknya bisa menjadi langkah  dan kebijakan dipemerintahan pusat, provinsi, daerah, bahkan sampai ke tingkat yang paling rendah yaitu desa, tidak ketinggalan juga seluruh lembaga-lembaga yang ada di negara kita. Termasuk dalam lembaga pendidikan sekolah-sekolah mulai dari SD/MI sampai Perguruan Tinggi.

            Dalam Pendidikan Agama Islam, menjaga kelestarian alam adalah wajib, agama Islam tidak pernah membenarkan untuk mengeksploitasi alam secara besar-besaran. Karena menurut Islam mengambil sesuatu yang berlebihan itu tidaklah benar termasuk mengeksploitasi alam secara besar-besaran karena imbasnya terhadap perkembangan hidup seluruh makhluk yang mendiami bumi akan menjadi sengsara. Sedangkan Islam hadir dialam semesta ini sebagai agama yang paling sempurna tak kan pernah menyengsarakan seluruh makhlukNya. Manusia yang diangkat oleh Allah untuk menjadi kholifah di bumi harus bisa bertanggung jawab terhadap perkembangan kelestarian alam ini. Sebagaimana dalam surat Al Baqarah ayat 30 yang artinya:

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang kholifah di muka bumi. “Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (kholifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”.” (QS Al Baqarah: 30).

Allah menciptakan manusia dimuka bumi agar manusia dapat menjadi kholifah di muka bumi tersebut. Yang dimaksud dengan kholifah ialah bahwa manusia diciptakan untuk menjadi penguasa yang mengatur apa-apa yang ada di bumi, seperti tumbuhannya, hewannya, hutannya, airnya, sungainya, gunungnya, lautnya, perikanannya dan seyogyanya manusia harus mampu memanfaatkan segala apa yang ada di bumi untuk kemaslahatannya. Jika manusia telah mampu menjalankan itu semuanya maka sunatulloh yang menjadikan manusia sebagai kholifah di bumi benar-benar dijalankan dengan baik oleh manusia tersebut, terutama manusia yang beriman kepada Allah SWT dan Rosulullah SAW.

            Dalam hal kerusakan alam Allah berfirman,

“Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa.” (QS. Hud:116).

Allah SWT mengancam orang-orang yang sering melakukan perusakan lingkungan hidup dengan bencana alam ataupun penyebar wabah penyakit karena mereka telah menghilangkan keseimbangan ekosistem makhluk hidup di bumi ini.
Allah SWT berfirman:

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar-Rum : 41)

Dalam surat yang lainnya, Al-Quran memposisikan kedudukan orang-orang yang melakukan perusakan terhadap lingkungan hidup hampir sekelas dengan kaum kafir yang diancam azab yang sangat pedih sesuai dengan firman Allah SWT, yang berbunyi :

“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanya mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS. Al-Maidah: 33).

Dari penjelasan-penjelasan di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa Islam mewajibkan kita semua agar selalu senantiasa menjaga lingkungan hidup. Gerakan untuk menjaga  kelestarian lingkungan hidup harus terus kita bina agar kita dapat meminimalisir kerusakan lingkungan yang terjadi. Dan lingkungan hidup yang lestari akan menjadikan kehidupan kita di masa yang akan datang menjadi lebih baik. Jika masa depan kita lebih baik, anak cucu kita nanti juga bisa mewarisi akhlak serta perbuatan yang mulia yaitu memperlakukan keseimbangan ekosistem alam dengan baik yang juga berpengaruh kuat terhadap kepribadian kita semua.

            Maka dari itu basis pendidikan kita adalah sekolah-sekolah, dalam pembelajaran yang ada disekolah perlu kita perkenalkan dan kita praktekkan kebiasaan-kebiasaan yang mencerminkan kelestarian alam. Seperti membuang sampah pada tempatnya, menjaga kebersihan baik lingkungan dan diri kita, itu hal yang mendasar yang harus kita tanamkan terus pada peserta didik. Setelah itu anak didik bisa diperkenalkan untuk melihat alam sekitar yang mengalami keruskan seperti tanah longsor, hutan gundul, sungai yang penuh dengan sampah, sehingga hati anak didik akan merasa terketuk dan apa yang harus di kerjakan ketika melihat pemandangan-pemandangan seperti itu?. Disitulah proses stimulus anak terhadap kerusakan alam dan kita ajak anak didik untuk memperbaikinya dengan perlahan-lahan dan seiring proses waktu yang terus berjalan. Belajar sambil melakukan. Dan kegiatan-kegiatan seperti itu tidak harus pada mata pelajaran IPA, IPS, tapi dalam mata pelajaran PAI juga bisa diterapkan untuk mengajak anak berkunjung ke suatu tempat-tempat tertentu. Sehingga ilmu agama Islam bukan hanya bersifat teori semata-mata tapi juga ilmu yang bisa mencakup semua aspek kehidupan, bukankah pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan di alam ini sebagai jawaban hablum minallah, hablum minannas, dan hablum minal alam, hubungan dengan Allah, hubungan dengan manusia dan hubungan dengan alam sekitar. Mari kita selamatkan bumi dari kerusakan sekarang juga.

            Islam dan lingkungan alam semesta ini adalah hubungan kedua unsur yang tak bisa dipisahkan, didalam unsur-unsur alam semesta ini ada  banyak hal yang belum kita ketahui dan itu merupakan pengetahuan yang harus kita uraikan dengan berdasarkan Al Qura’an dan Hadits serta di kembangkan dengan berbagai disiplin ilmu yang luas. Agar Islam tidak menjadi agama yang tidak didukung dengan kemajuan ilmu yang terus berkembang mengikuti perkembangan zaman. Sehingga Islam tidak menjadi agama yang lumpuh namun akan menjadi agama yang rahmatan lil alamin yang bisa diterima oleh seluruh umat manusia dengan kekayaan pengetahuan didalamnya. Dan pengetahuan-pengetahuan didalamnya tidak menjadi pengetahuan yang buta, yang menghalalkan segala cara yang tidak berdasar pada Al Qur’an dan Hadits serta pengembangan-pengembangan pemikir-pemikir Islam.

            Masalah kerusakan alam dan masa depan bumi juga menjadi tanggung jawab bersama termasuk pendidikan Islam juga harus melakukan upaya-upaya untuk masa depan bumi yang sudah semakin tua dengan usianya yang hampir 4,5 miliar tahun ini. Kemungkinan dengan usianya yang sudah tua juga banyak kerusakan-kerusakan baik secara alamiah maupun oleh faktor dari tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab dengan melakukan eksploitasi besar-besaran tanpa memperhatikan keseimbangan alam itu sendiri.

Demikian pembahasan kami tentang “Save The Earth” dengan Pendidikan Islam. Semoga dengan pembahasan ini kami berharap kerusakan-kerusakan dimuka bumi ini bisa diperbaiki dengan upaya-upaya kita bersama dan menjadi tanggung jawab kita bersama baik dari pemerintah, tokoh masyarakat, artis, pemuka-pemuka agama, tokoh politik, guru, pendidikan sekolah, peserta didik, mahasiswa, dan juga masyarakat seluruh dunia, bahwa menjaga alam adalah tanggung jawab kita bersama tanpa terkecuali. Jihad bukan berarti harus memerangi orang kafir dan orang-orang maksiat saja apalagi dengan tega memusuhi saudara kita sendiri yang sesama manusia, tapi jihad terhadap kerusakan alam adalah juga merupakan perjuangan yang lebih berpengaruh terhadap seluruh kehidupan yang ada di planet bumi ini termasuk manusia.
                                                                                   
 *) Guru Kelas di MI Salafiyah Bangilan-Tuban, Anggota Forum Komunikasi Mahasiswa Bangilan (FKMB), anggota Komunitas Kali Kening Bangilan-Tuban





Label:

Pasar Kebo

Pasar Kebo


http://www.koran-sindo.com/news.php?r=4&n=1&date=2015-12-27

Oleh. Rohmat Sholihin*

            Malam yang semakin nakal ini terus menggelayut riuh. Suara hiruk pikuk orang berkaraoke masih belum ada tanda-tanda lelah, masih terus bernyanyi dengan enjoynya. Dan berjoget ria begitu senangnya. Bergoyang ke kanan, ke kiri, dengan aroma alkohol menyebar seisi ruangan karaoke yang tidak terlalu besar di sudut Pasar Kebo. Remang-remang dengan lampu berkelip-kelip menambah suasana malam menjadi suram. Aku sengaja bermalam di sini untuk bertemu dan bertransaksi dengan polangan atau juragan sapi esok hari. Dan harus segera mengirimnya ke Jakarta. Aku mendekati tempat itu dan sekedar mencari hiburan untuk membunuh sepi.
“Mari bang, minum.” Ajak perempuan bahenol yang sangat menggoda. Dengan parfumnya yang wangi menyengat dan rambut rebondingnya yang selalu harum seperti habis keramas di salon. Usianya juga masih belum terlalu tua, masih terkesan segar.  Dan maaf, masih mantap. Lelaki hidung belang mana yang tidak tergoda melihat kostumnya yang serba ketat.
“Siapa namamu mbak?” sapaku dengan senyum manis.
“Iyem, bang.”
“Mbak Iyem, sudah lama kerja disini?”
“Sudah agak lama bang, setelah Dolly dibubarkan.”
“Kok dibubarkan.”
“Iya kan sudah tidak boleh beroperasi disitu lagi bang.”
Tertawaku semakin keras, ada hal lucu diotakku tentang kalimatnya Dolly dibubarkan, seperti upacara saja memakai kata dibubarkan. Atau lebih tepatnya bisa memakai bahasa jawa khas yaitu  obrakan-obrakan.
“Tambah lagi minumnya mbak!” pintaku
“Okey bang.”
Beberapa gelas minuman telah aku tenggak. Kepalaku semakin berat, pandanganku semakin berkunang-kunang, namun hatiku masih tetap ingin menambah seteguk lagi minuman yang mengandung alkohol tinggi itu. Seteguk lagi, seteguk lagi, dan ingin seteguk lagi. Ingin terus minum meski perutku semakin panas dan pandanganku semakin berkunang-kunang, kepalaku, apalagi semakin berat. Memandang Iyem yang ada didepanku seolah-olah ada dua, tersenyum manis dengan rambut rebondingnya yang terurai seperti bidadari yang baru turun dari kahyangan, bodi tubuhnya yang semlohai dengan ramah menemaniku, menganggapku laksana pangeran malam yang baru datang dari medan perang, menyambutku dengan ramah laksana raja berkuasa, melayaniku dengan senyum kehangatan. “Apakah ini kenyataan?” hatiku tak percaya.  Kuusap lagi kedua mataku yang nanar, merah, dan lelah, masih saja bayangan Iyem seperti Putri kecantikan, mempesona malam ini. Menggodaku dengan sentuhan-sentuhan halus tangannya, lembut suaranya, merayuku, dan seakan-akan membuatku terbang ke langit-langit. Aku mencoba untuk berdiri, serasa tubuhku terbang dan jatuh terduduk lagi dikursi sofa Karaoke yang empuk. Tubuhku ditangkap oleh Iyem, dibisiki kata-kata mesra dan terus membuatku serasa terbang menuju puncak keindahan malam tiada tara. Akupun tergoda.
“Ayo masuk bang, tidur saja didalam.” Ajak Iyem.
“Baiklah Yem.” Jawabku pelan.
Aku tak kuasa menolak ketika tubuhku digandeng oleh Iyem yang harum dan hangat. Seakan-akan memberikan pelayanan yang melebihi segalanya. Aku rebahkan tubuhku dikasur yang empuk. Dan Iyem masih setia menungguiku, mengajakku bicara yang samar-samar terdengar kata-kata “tenang saja bang, mari kita nikmati malam ini.” Perlahan-lahan kurasakan aku seperti tertidur di istana kerajaan yang megah dan ditemani putri kerajaan yang jelita. Aku terperangkap dalam pelukan Iyem yang menawan. Aku tak berkutik dalam godaan Iyem. Namun minuman alkohol itu semakin membuat kepalaku berputar-putar dan aku tak kuat bertahan hingga semua yang ada dalam perutku kembali muntah ke lantai.
“Abang pusing ya?”
“Iya. Terlalu banyak minum Yem.”
“Oh tidak bang, hanya seteguk saja kok bang.”
“Ah yang benar Yem, kenapa aku hampir saja ambruk.”
“Perasaan abang saja paling. Buat tidur saja lagi bang. Aku temani.” Dengan cekatan tangan halus Iyem memijitiku. Namun, semakin mual perutku tak tertahankan. Aku pun berusaha mencari kamar mandi.
“Kamar mandinya dimana Yem?”
“Disini bang, aku antar ya.”
“Tak usah Yem, kau tetap disini saja, tunggu aku sebentar. Perutku sangat mual.”
“Baiklah bang.”
Terhuyung-huyung tubuhku yang setengah sadar mencari ruangan kamar mandi. Terseok-seok aku masuk ke kamar mandi. Segera aku muntahkan isi perutku yang sangat mual. Aku basuh perlahan-lahan wajahku dengan air hingga terasa sedikit segar, mataku kembali perlahan-lahan dapat fokus lagi melihat langit-langit kamar mandi yang disinari lampu bohlam. Tak berapa lama, aku keluar dari kamar mandi. Dan kudengar ada teriakan-teriakan yang gaduh diluar, suaranya semakin jelas masuk ke dalam ruangan.
“Tak usah lari!, berhenti!, kami hanya ingin memeriksa saja.” Teriakan itu semakin jelas dan bercampur dengan suara jerit perempuan. Aku terhenyak sejenak, maka kuputuskan dengan langkah terhuyung-huyung aku lari ke arah ruang belakang dan membuka pintunya. Meski ada beberapa teriakan keras terdengan, “jangan lari, jangan lari,” aku tak perduli dengan tubuh terhuyung-huyung aku tetap berlari sekuat tenaga. Tak perduli Iyem, tak perduli semuanya, aku  harus menyelamatkan diri.

            Esoknya fajar menyingsing. Masih setia memberikan senyum hangatnya pada alam semesta. Masih memberikan sinarnya kepada setiap makhluk-Nya tanpa pandang bulu. Tak perduli pada manusia banyak dosa seperti akupun masih punya kesempatan menikmati cahaya indahnya tanpa membayar sepersenpun. Meski banyak dosa yang telah aku perbuat ditempat mesum karaoke di Pasar Kebo semalam. Hampir saja aku terperangkap dalam jurang iblis jahanam. Hampir saja tubuhku bergumul dengan Iyem, primadona PasarKebo.
“Inilah kuasa-Nya yang melebihi dari seluruh makhluk apapun dimuka bumi ini. Andaikan matahari itu membeda-bedakan cahayanya hanya untuk orang suci saja, semua orang akan berbondong-bondong datang ke masjid, klenteng, pura, wihara, gereja bahkan sinagog. Semua orang akan berlomba-lomba untuk menjadi suci, sedangkan kesucian hati seseorang bukanlah sesuatu yang dibentuk dengan mudah dan hanya rajin datang ditempat ibadah saja. Tuhan punya rencana-rencana yang tak bisa ditebak sebelumnya.” Batinku.
Aku terbangun dari tidurku diemper toko setelah ambruk tak kuat lagi berlari. Untung aku tak kena razia semalam. Cepat aku lihat dompetku masih utuh semuanya. Bergegas menuju pasar kebo lagi untuk bertemu dengan juragan sapi dan memastikan sapinya benar-benar pilihan dengan kualitas bagus untuk segera aku kirim ke Jakarta.  “Semoga ia sabar menungguku.” Pikirku.
Sesampai di Pasar Kebo, suasana sudah semakin ramai, banyak orang-orang bicara tentang peristiwa penggerebekan di karaoke semalam. Aku diam saja. Ternyata orang-orang banyak mengetahuinya dari berita koran pagi ini. Ada yang resah ada yang biasa saja dan ada yang marah-marah. Aku semakin penasaran saja. Kenapa mereka bisa begitu. Ternyata si Iyem telah tertangkap oleh satpol PP dan kabarnya Iyem dinyatakan positif terjangkiti virus HIV. Primadona Pasar Kebo itu membuat para hidung belang yang pernah kumpul kebo dengannya menjadi takut, pucat pasi, was-was, frustasi, putus asa dan bertanya-tanya dalam hati.
“Mudah-mudahan aku selamat.” Hatiku kecut.

*Penulis adalah Guru MI Salafiyah Bangilan, anggota Forum Komunikasi Mahasiswa Bangilan (FKMB) dan aktif di Komunitas Literasi Kali Kening Bangilan-Tuban.





Label:

Rabu, 26 Oktober 2016

Mengulas Sisi Kelam Jalan Raya Pos, Jalan Daendels

Kajian Komunitas Kali Kening (1)


http://www.goodreads.com/book/show/1460788.Jalan_Raya_Pos_Jalan_Daendels


Mengulas Sisi Kelam Jalan Raya Pos, Jalan Daendels

Oleh. Rohmat Sholihin*

           
“Indonesia adalah negeri budak. Budak di antara bangsa dan budak bagi bangsa-bangsa lain.” Pramoedya Ananta Toer.

Di jalan yang terbentang 1000 km ini telah bersemayam
ribuan nama yang tak bisa disebutkan satu-persatu.
Jalan Raya Pos, Jalan Daendels.
Rakyat bergelimpangan, meregang nyawa, binasa.
Tak berharga dan sia-sia.
Tersiksa dan disiksa.
Keringatnya tercecer-cecer membasahi bumi pertiwi.
Darahnya tak lagi segar, muram dan hitam seperti nasibnya.
Kelaparan, kelelahan, penyiksaan tuntas tak terkira.
Genosida negeri Tiran.
Benar-benar kejam.
Kerja paksa apapun dipaksa.
Rakyat jelata yang selalu jadi tumbal kekuasan dan kebengisan tak bisa berbuat apa-apa.
Melawan?
Tiang gantungan dan peluru mengancam.
Diam?
Kematian juga pasti akan datang.[1]



            Buku ini adalah buku yang menjadi saksi atas peristiwa pembantaian-pembantaian manusia pribumi di balik pembangunan Jalan Raya Pos atau yang lebih dikenal dengan Jalan Daendels. Jalan yang membentang 1000 kilometer sepanjang utara pulau Jawa, dari Anyer sampai Penarukan, itu dibangun tepatnya dilebarkan dibawah perintah Maarschalk en Gouverneur, Mr. Herman Willem Daendels. Rampung dan dipergunakan 1809.

            Menurut Pramoedya Ananta Toer, pembangunan jalan ini merupakan satu dari banyak kisah tragedi kerjapaksa yang terjadi sepanjang sejarah di Tanah Hindia. Kisah genosida lain terjadi di pulau Bandaneira, 1621, yang dilakukan Jan Pietersz Coen. Korban kerjapaksa tak pernah disebutkan karena nama-nama si jelata memang tak pernah bisa dihargai. Yang lain terjadi setelah Perang Jawa, 1825-1830, usai. Setelah perang melelahkan itu, Hindia Belanda bangkrut. Untuk menanggulangi krisis keuangannya Gubernur Jenderal Van den Bosch memberlakukan kerja tanampaksa dipelbagai perkebunan dan pembangunan jalan kereta api.

            Yang lain lagi, dan ini berlangsung di abad 20, terjadi di Kalimantan Barat yang dilakukan balatentara fasis Jepang. Yang lain lagi, di Sulawesi Selatan dibawah perintah Kapten Westerling yang menelan korban sekitar 40.000 orang. Lalu pada paruh abad 20, genosida baru lahir, kali ini dilakukan penguasa pribumi sendiri kepada warganya. Sepenuturan Pramoedya, Orde Baru dibangun di atas luka genosida yang menelan ratusan, sejuta, atau bahkan satu setengah juta korban yang anehnya kabar ini disambut oleh kalangan Barat sebagai “berita baik”.

            Dan lewat buku ini, Pramoedya Ananta Toer menuturkan sisi paling kelam dari genosida pembangunan jalan raya yang beraspalkan darah dan airmata manusia-manusia Republik tersebut. Ribuan mayat tercecer di jalan-jalan.

            Dari pemeriksaan yang cukup detail dan bercorak tuturan perjalanan ini, membiak sebuah ingatan yang satire, bahwa kita adalah bangsa kaya tapi lemah. Bangsa yang sejak lama bermental diperintah oleh bangsa-bangsa lain. Bangsa yang penguasanya lebih asyik memupuk-mupuk ambisi kekuasaan daripada mengerti kesejahteraan bagi warganya.[2]

            Uraian pembuka dalam buku Jalan Raya Pos, Jalan Daendels diatas membuka kisah pahit perjalanan bangsa kita ini yang terus berjibaku dengan kekuasaan yang tak memperdulikan rasa kemanusiaan. Bangsa kita yang selalu langganan bulan-bulanan pembantaian tidak segera belajar dari sejarah-sejarah yang hampir terus terjadi secara berulang-ulang, bangsa kita seakan-akan mudah melupakan tragedi-tragedi memilukan itu. Tidak segera berbenah dan menjadi catatan penting perjalanan sejarah bangsa yang paling tragis diseluruh dunia. Benar-benar nyawa tak ada artinya. Bergelimpangan karena pembunuhan, kelelahan, penyiksaan, kelaparan, malaria dan wabah-wabah penyakit lainnya. Belum lagi faktor kerakusan manusia dengan kekuasaannya menjadi bengis demi mengejar keuntungan semata. Dibuktikan, besarnya jumlah Pribumi yang tewas tidak membuat Daendels berhenti ditengah jalan. Dengan demikian kurban-kurban yang lebih banyak lagi berjatuhan sebenarnya sama saja dengan genosida, pembunuhan besar-besaran. Dan yang demikian bukan yang pertama kali yang dialami oleh penduduk kecil pribumi. Genosida pertama yang dilakukan Belanda dilakukan oleh Jan Pietersz Coen di bulan-bulan awal pertama 1621 di Bandaneira. Seluruh penduduk binasa. Yang sempat melarikan diri mengungsi ke pulau-pulau lain. Belanda mendatangkan budak belian untuk menjadi penduduk baru buat memelihara dan menjadi pemetik pala dan cengkeh yang ditinggalkan penduduk lainnya.[3] Keadaan yang berbalik 180 derajat, penduduk pribumi harus rela menyingkir meninggalkan tanah-tanahnya yang telah dirampas oleh Kolonial. Seperti tanah yang tak bertanah, sistem tanam paksa yang membuat penduduk kelaparan. Para petani tak lagi bisa menikmati tanah garapannya, tak lagi bisa makan sesuai apa yang telah ditanam, tanahnya hanya menjadi ajang eksploitasi kaum kapitalis yang hanya mementingkan keuntungan tanpa memperhatikan sisi kemanusiaan. Seperti apa yang telah dipidatokan Presiden Soekarno,

Tanah untuk mereka jang betul-betul menggarap tanah! Tanah tidak untuk mereka jang dengan duduk ongkang-ongkang mendjadi gendut-gendut karena menghisapan keringatnja orang-orang jang disuruh menggarap tanah!(hal64)[4]

Tegas sekali pidato Bung Karno dalam membela rakyat kecil terhadap penghisapan-penghisapan oleh praktek sistem kapitalis. Apalagi tujuan Daendels melebarkan jalur Anyer-Penarukan didasari dalih membuka jalur perdagangan lebih mudah yang asalnya ditempuh beberapa hari bisa ditempuh dengan waktu 2, bahkan 3 hari perjalanan darat. Kegiatan ekonomi lebih mudah aksesnya, tentunya untuk keperluan kompeni dalam mengurusi dagang apapun termasuk lada, kopi, tebu, dan lain-lain. Pedihnya rakyat harus dipaksa menanam beberapa tanaman tertentu, tanaman yang hanya laku tinggi dipasaran international. Sedangkan rakyat pribumi yang terbiasa memakan jagung, beras, singkong tak punya kesempatan untuk menanam itu sehingga kelaparanlah yang mereka derita meski berada di tanah-tanah yang subur namun tenaga dan hasil produksinya hampir semua dikeruk oleh Kolonial Belanda. Seperti ketika pembangunan Jalan Raya Pos sampai di daerah Karanganyar yang daerahnya rawa-rawa yang lebih cocok sebagai tempat tinggal buaya.

Dalam pembikinan jalan memantai Laut Jawa dari Karangsembung sampai Semarang, pekerjapaksa bukan saja diserang oleh kelelahan, juga oleh malaria. Sedang waktu menggarap ruas Demak-Kudus memotong semenanjung Muria/Jepara, para pekerja berkaparan dalam meninggikan tanah di rawa-rawa Karanganyar baik karena kelelahan, perlakuan keras, maupun malaria yang berabad menghantui wialayah Karanganyar. Malahan semasa mengerjakan ruas ini rawa-rawa Karanganyar sebagian merupakan tepian laut yang menjorok ke darat, lingkungan alam yang cocok jadi habitat buaya,juga di sini, begitu juga Jalan Raya Pos selesai langsung dikeluarkan perintah menanam kopi sekali pun alamnya tidak begitu cocok untuk tanaman tersebut. Kegagalan yang mengikutinya harus ditanggung oleh para penanam.[5]

Bukan hanya didaerah Karanganyar saja para pekerjapaksa yang dihantam kesulitan medan akibat malaria. Tapi hampir disetiap daerah sepanjang pantai utara yang hampir daerahnya rawa-rawa menjadi sarang malaria yang mematikan.

Serang

Dari Banten Lama Jalan Raya Pos membelok ke selatan disebabkan memang tidak bisa menembus ke timur, sebuah padang rawa-rawa pantai yang seakan tak ada tepinya, dan secara turun-temurun menjadi pembiakan malaria yang mematikan[6]

Bukan berarti rakyat pribumi tak melakukan perlawanan-perlawanan, seperti di daerah Sumedang ada perlawanan dari rakyatnya yang dipimpin oleh Pangeran Kornel dengan ditandai patung Pangeran Kornel sedang berjabat tangan dengan Daendels dengan menggunakan tangan kiri sedang tangan kanan memegang hulu keris. Meski perlawanan dapat dipatahkan oleh pihak Belanda. Tapi setidaknya ada perlawanan, menyurakan suaranya sbahwa dalam perlawanan itu membuahkan keberanian meski kandas pula akhirnya. Namun, jika kita bayangkan bahwa seluruh rakyat dapat bersatu, melawan, dan bertempur bisa dipastikan Belanda tak kan lama berada di bumi pertiwi ini. Kenyataannya juga banyak orang-orang penjilat bangsanya sendiri demi mengamankan posisi mereka sebagai antek-antek kolonial yang bisa hidup nyaman, dan serba kecukupan sebagai abdi kolonial. Mendukung sistem penghisapan terhadap rakyat kecil yang tak berdosa meski itu bagian dari bangsanya.

Bahkan untuk berhasilnya proyek pembangunan jalannya, Daendels tidak bergeming melihat ribuan nyawa pribumi melayang. Sekali lagi laporan orang Inggris pada 1815 itu: seluruh Jalan Raya Pos itu kurban tewas diperkirakan sejumlah 12.000 orang. Jadi Marsekal Gubernur Jenderal itu meneruskan Genosida tak langsung itu. Demi pembangunan. Dan yang tewas tidak akan pernah melihat, jangankan menikmati, hasil cucuran keringatnya sendiri.[7]

            Kenapa bisa terjadi? Apa yang salah dengan rakyat pribumi? Kenapa tak berdaya melawan Kompeni? Dan mengapa VOC bisa berjaya menjarah kekayaan alam Indonesia sampai demikian lama? Pertama, tentu karena pemerintah Belanda memberikan dukungan politik sepenuhnya. VOC diberi hak monopoli dagang di Hindia Timur (maksudnya kepulauan Nusantara) dan dibantu menyingkirkan para pesaing dari Eropa, seperti Inggris dan Portugal. Sebuah piagam Pemerintah Belanda diterbitkan yang bukan saja memberikan monopoli dagang pada VOC, tetapi juga wewenang untuk menduduki wilayah mana pun yang dikehendaki dan menjajah penduduk asli sesuai dengan tuntutan pasar dan kebutuhan politik VOC sendiri (…according to market requirements and VOC political imperatives). Dukungan militer juga melekat dalam hampir semua kegiatan VOC. Mustahil VOC mampu membuka wilayah baru untuk diduduki dan penduduknya dijajah tanpa kekuatan militer sebagai ujung tombak. Para jenderal yang menjadi pimpinan VOC, seperti Jan Pieterzoon Coen (1619-1629), Anthony van Diemen (1636-1645), dan Joan Maetsyker (1653-1678) adalah tokoh-tokoh militer yang menggerakkan kekerasan dalam rangka membunuh dan memperbudak penduduk setempat untuk mencapai tujuan dagang VOC. Yang dilakukan oleh J.P Coen malah mendekati kategori genosida. Pernyataan J.P. Coen yang terkenal adalah “Dispereert niet, ontziet uw vijanden niet, want God is met ons” (Janganlah putus asa, jangan biarkan musuh-musuhmu bebas, karena Tuhan bersama kita). Dan pada tahun 1669 VOC telah menjadi “perusahaan swasta” terbesar di dunia dengan memiliki 150 kapal dagang, 40 kapal perang, 50.000 karyawan, angkatan darat swasta sebesar 10.000 prajurit, dan pembayaran dividen 40%. Kekayaan yang demikian dahsyat untuk ukuran jaman itu tentu dapat diperoleh karena kerjasama korporatokratik dari tiga pilar utama, yakni VOC sendiri sebagai korporasi raksasa, kekuatan politik Pemerintah Belanda, dan kekuatan militer Belanda yang selalu siap untuk menggebuk setiap rintangan yang dihadapi VOC.[8]

            Kekerasan yang terus dialami oleh rakyat pribumi sungguh mencengangkan dan diluar batas kewajaran kemanusiaan. Seperti dikutip lagi oleh Pramoedya Ananta Toer:

Maaf kalau kulanjutkan cerita ini dengan masalah genosida. Apa boleh buat. Genosida tak langsung dilakukan kekuasaan Belanda di Hindia setelah usai Perang Jawa 1825-1830. Akibat perang besar 5 tahun itu Hindia Belanda bangkrut, dan kebangkrutannya  membikin Nederland mengalami krisis keuangan. Gubernur Jenderal Van den Bosch memberlakukan cultuurstelsel alias Tanampaksa. Tak lain dari petani yang dikerahkan untuk kerjapaksa. Di banyak daerah, demi panen komoditi untuk membiayai penjajahan dan penjajah, ribuan petani Jawa tewas kelaparan karena tak sempat menggarap sawah dan ladangnya sendiri.  Tentu saja keluarganya juga ikut tewas. Di Grobogan sampai-sampai orang tak sempat menguburkan para kurban. Bila diingat bahwa setiap muslim berkewajiban mengurus mayat siapa pun sampai ke kuburnya, dapat dibayangkan betapa desa-desa tersapu oleh maut. Genosida tak langsung ini harus diteruskan dan memang ada hasilnya: Nederland bukan hanya lolos dari krisis keuangan, juga mampu membangun jalan keretapi.[9]

Apakah setelah kejadian-kejadian genosida lantas selesai dan puas. Kerakusan tak kan kenal kenyang, selalu terus menguras habis keringat pribumi sampai ke akar-akarnya.

Dalam membangun jalan menuju Pekalongan para pekerjapaksa menerobos hutan belantara yang tidak sehat. Inggris lagi yang memberitakan: kurban yang tewas 4.000 orang waktu menerobos membikin jalan raya ini.[10]

Hampir di setiap daerah yang dilalui oleh Jalan Raya Pos selalu meminta korban. Korban pribumi yang lemah secara pengetahuan. Tenaga mereka hanya dijadikan seperti binatang, bahkan nilainya lebih tinggi dari binatang piaraan, mendapatkan perawatan, makan cukup dan minum yang cukup. Sedangkan rakyat pribumi yang dipekerjakan secara paksa tak kan dapat apa-apa, bahkan makan pun tidak. Rakyat pribumi yang selalu mendapatkan perlakuan tak manusiawi dari kolonial dimanapun berada, tak perduli dibumi nusantara bahkan diseluruh negara-negara yang mengalami masa penjajahan tragis selalu bernasib sama. Penganiayaan dan kekerasan. Kelas penjajah lah yang selalu unggul dan kelas pribumi hanya menjadi kelas rendah yang selalu dikuras keringatnya bahkan darahnya sekalipun. Penghisapan-penghisapan diluar batas kemanusiaan sungguh membuat sistem sosial dinusantara tercerabut. Perbudakan semakin liar, manusia hanya komoditi murah yang bisa dipekerjakan melebihi mesin dan robot. Mungkin sampai sekarang.

            Berdasar perjalanan sejarah, pada dasarnya kekuatan-kekuatan korporatokrasi diawal abad 21 ini tidak mudah, bahkan mustahil dengan gampang bisa mengacak-acak kedaulatan ekonomi kita, seandainya elite nasional kita tidak membungkuk, bahkan mungkin tiarap, di depan berbagai korporasi internasional. Korporasi multinasional adalah bagian paling penting dari korporatokrasi dunia. Kita tidak boleh lupa bahwa akibat penjajahan VOC dan Pemerintah Belanda yang panjang itu struktur mental kita, anak-anak bangsa dan sebagian pemimpin, telah rusak lumayan parah. Kita sudah merdeka lebih dari 6 dasawarsa. “Akan tetapi jauhnya penderitaan yang ditimpakan VOC tidak terperikan. Banyak negara Asia Timur, seperti Indonesia, yang telah dijajah Belanda akibat proyek VOC, masih mengalami kesulitan dalam mengatasi warisan kolonialisasi dan perbudakan 400 tahun kemudian” (How ever, the extent of suffering wreaked by the VOC the uncalculable. Many an East Asian country, such Indonesia, that had been colonized by the Dutch because of the VOC project, still have to deal with the legacy of colonization and slavery four hundred years later).[11]

            Ada lagi kasus genosida didaerah yang dileawti Jalan Raya Pos, tepatnya Demak.
Admiral Jacob van Heemskerk adalah orang Belanda pertama yang berkenalan dengan Demak pada 1602. Waktu itu Demak telah kehilangan pamornya karena kekalahannya dalam perang melawan kerajaan Hindu di bagian tertimur Pulau Jawa dan telah menjadi bagian kerajaan Pajang (sekarang disekitar Klaten), yang sedang bertahan terhadap makin meluasnya pengaruh Mataram. Pajang menderita kekalahan mutlak pada 1604. Lebih seabad kemudian, pada 1746, Demak berada dalam kekuasaan Kompeni Belanda,VOC, dan seabad selanjutnya pada 1848/49 Demak sebagai kabupaten dengan penduduk 336.000 jiwa; karena genosida tak langsung Cultuurstelsel alias tanampaksa, dua pertiga penduduknya tewas. Menurut catatan, sekarang catatan Belanda sendiri, dari 336.000 pada 1848/49 itu pada 1850 tinggal 120.000 jiwa, seiring yang dialami Kabupaten Grobogan dengan penduduknya 98.500 yang tersisa 9.000 jiwa, juga korban genosida tak langsung dari Cultuurstelses dalam tahun-tahun sama. Setengah abad kemudian, pada tahun 1900-1902 kembali Demak, juga Grobogan, dilanda wabah yang membunuh penduduk dan ternak-besarnya sekaligus.[12]

            Itulah gambaran ambisi beberapa orang yang dengan segala upaya mempertahankan wilayah jajahannya dari serangan Inggris dengan mengorbankan rakyat pribumi sebagai tumbal kemegahan sistem Kolonial yang hanya melahirkan perbudakan, kekerasan dan pembunuhan saja.

                                                                                                Bangilan, 8 September 2016

*Penulis aktif dan Aggota di Komunitas Kali Kening Bangilan-Tuban.
           





[1] Rohmat Sholihin, Puisi Daendels.

[2] Pramoedya Ananta Toer, Jalan Raya Pos, Jalan Daendels (Jakarta:Lentera Dipantara, 2010), hal. 5-6.

[3] Pramoedya Ananta Toer, Jalan Raya Pos, Jalan Daendels (Jakarta:Lentera Dipantara, 2010), hal. 21-22.

[4] Andi Achdian, tanah bagi  yang  tak bertanah (Bogor:Kekal Press, 2009), hal. xv.

[5] Pramoedya Ananta Toer, Jalan Raya Pos, Jalan Daendels (Jakarta:Lentera Dipantara, 2010), hal. 26.

[6] Pramoedya Ananta Toer, Jalan Raya Pos, Jalan Daendels (Jakarta:Lentera Dipantara, 2010), hal. 38.

[7] Pramoedya Ananta Toer, Jalan Raya Pos, Jalan Daendels (Jakarta:Lentera Dipantara, 2010), hal. 71.

[8] Mohammad Amien Rais, Agenda Mendesak Bangsa Selamatkan Indonesia! (Yogyakarta:PPSK Press, 2008),hal. 4-5.

[9] Pramoedya Ananta Toer, Jalan Raya Pos, Jalan Daendels (Jakarta:Lentera Dipantara, 2010), hal. 71

[10] Pramoedya Ananta Toer, Jalan Raya Pos, Jalan Daendels (Jakarta:Lentera Dipantara, 2010), hal. 84.

[11] Mohammad Amien Rais, Agenda Mendesak Bangsa Selamatkan Indonesia! (Yogyakarta:PPSK Press, 2008),hal. 8-9.

[12] Pramoedya Ananta Toer, Jalan Raya Pos, Jalan Daendels (Jakarta:Lentera Dipantara, 2010), hal. 94.

Label: