Minggu, 15 Oktober 2017

“Tulisan Empuk dari Mereka”



Beberapa hari ini saya menemukan tulisan-tulisan yang empuk dari para Bupati yang ada di Jawa Timur. Yang pertama dari Bupati Bojonegoro Suyoto atau lebih akrab dipanggil Kang Yoto. Dalam tulisannya yang empuk itu dan dimuat pada rubrik Opini Jawa Pos, sabtu 23 September 2017, judulnya : Buah Demokrasi dari Rukun Kematian. Judulnya itu bukan sembarang judul karena telah dipertahankan untuk disertasi di Universitas Muhammadiyah Malang. Yakni tulisan untuk disodorkan pada program S3 dalam mengambil gelar doktoral.
            Saya tak mau membahas lebih detail apa yang telah disampaikan dalam tulisan Kang Yoto tersebut. Saya hanya salut dengan pemikirannya yang telah dituangkan dalam tulisan. Ada beberapa nilai plus, ketika seorang pemimpin mau dan mampu menulis dengan runtut dan baik. Dari tulisan itu beliau berusaha untuk menjelaskan ide dan pendapat yang bisa dijangkau oleh khalayak ramai. Ada nilai yang telah ditawarkan pada publik bahwa saya sebagai pemimpin ingin berbuat begini. Entah pendapat itu bisa diterima atau bahkan dikritik habis-habisan oleh para pembaca itu urusan belakang yang terpenting pemimpin itu berani menyampaikan gagasan dan ide tertulis yang telah dipublikasikan. Karena jarang seorang pemimpin mampu menulis dengan baik dan empuk untuk dipahami oleh para pembaca. Disamping itu apa yang telah ditulis oleh pemimpin mencerminkan sikap dan pemikiran yang telah dituangkannya didalam tulisan tersebut. Sehingga para pembaca dan masyarakatnya menjadi sadar dan bisa menilai bahwa kualitas pemimpinnya patut diapresiasi. Bukan berarti tulisan saya ini mendiskreditkan para pemimpin yang tak bisa merangkai kata dan kalimat untuk menjadi karya tulis yang baik. Karena notabene saya hanyalah masyarakat awam yang tak ada pengaruhnya terhadap kredibilitas jabatan mereka. Tapi setidaknya pemimpin yang ideal bukan hanya pintar dan piawai dalam berorasi semata namun juga harus bisa menulis dengan baik. Ini idealnya. Dan ini menurut pendapat saya yang kebetulan suka membaca pemikiran-pemikiran hebat dari para pemimpin. Siapa tahu dari karya-karya tulis para pemimpin-pemimpin hebat mampu menghegemoni masyarakatnya untuk bergerak, tentu saja bergerak positif yang mampu membangun bangsa, agama dan negara.
            Kedua, ada lagi tulisan dari Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, yang menuliskan tentang konsep dan perkembangan wilayah yang selama ini beliau pimpin. Yakni Kabupaten Banyuwangi. Dan telah dimuat pada rubrik Opini, Jawa Pos, Sabtu 14 Oktober 2017. Dilihat dari judulnya sangat menarik, Membumikan Pancasila dalam Pembangunan. Sebagaimana pernah ditegaskan oleh Bung Karno, kemerdekaan tidak menyudahi soal-soal. Kemerdekaan malah membangunkan soal-soal. Hanya ketidakmerdekaan yang tidak memberi terang kepada soal-soal. Pandangan Bung Karno memberikan pesan bahwa kemerdekaan tidak menjadikan masalah bisa beres dalam waktu semalam. Namun, dengan kemerdekaan republik ini beroleh ruang untuk menyelesaikan beragam persoalan dengan gotong royong. Kemerdekaan yang diperlukan dalam relasi antara pusat dan daerah maupun relasi antar wilayah juga memberikan ruang bagi kehidupan di tingkat lokal untuk mendonasikan pengalaman-pengalaman terbaiknya guna saling melengkapi antar wilayah demi terwujudnya pembangunan nasional semesta berencana. Melalui tulisannya, Bupati Banyuwangi itu ingin berbagi pengalaman yang dijalankan di Banyuwangi. Setidaknya ada tiga sifat pembangunan yang dijalankan, yaitu inovatif, kerakyatan, dan gotong-royong. Dari gagasan itu lahirlah inovatif pada bidang ekonomi, bahwa selama ini Banyuwangi membangun bidang perekonomian yang bermuara pada keadilan sosial. Antara lain, proteksi pasar para pedagang kecil, memberikan ruang yang luas bagi produk pertanian lokal, inovasi-inovasi perkembangan UMKM; serta pengembangan pariwisata berbasis masyarakat (society based tourism). Bidang Sosial Budaya, pembangunan bermuara pada masyarakat yang inklusif, berdaya saing, dan berpegang teguh pada moral Pancasila. Misalnya dalam pendidikan, peningkatan akses bea siswa Banyuwangi Cerdas. Dengan menggelontorkan dana untuk membiayai 700 anak muda untuk bisa berkuliah berbagai kampus di seluruh Indonesia. Dan juga Program Garda Ampuh menjaring 3000 anak putus sekolah untuk dikembalikan ke sekolah. Dalam hal seni-budaya, program Banyuwangi Festival mampu menjadi kanal tumbuh kembangnya seni-budaya generasi muda. Tak luput dari bidikan tulisan sang Bupati Banyuwangi tersebut tentu saja pelayanan publik, dalam pelayanan publik ini pemerintahan Kabupaten Banyuwangi telah mendapatkan nilai A dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Tulisan-tulisan para bupati yang cerdas ini memberikan keterangan berupa tulisan pada masyarakat luas bahwa wilayah pemerintahan yang telah dipimpin mempunyai trik dan cara-cara yang cerdas dalam menanggulangi segala problem yang telah dihadapinya.
            Kita kenal Bung Karno dengan tulisan-tulisannya mampu menjadi pemimpin yang baik selama ini yang pernah dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dari tangan beliau yang dingin banyak lahir karya-karya tulis berupa teks pidato yang setiap kali dibaca dalam acara kenegaraan atau yang lain. Gayanya dalam membaca teks-teksnya sungguh menggetarkan hati dan mengguncangkan dunia. Belum lagi tulisan-tulisan tentang konsep kenegaraan. Bahkan di masa awal perjuangan untuk mewujudkan kemerdekaan Indoensia beliau harus rela masuk dalam penjara, gara-gara tulisannya yang sangat lugas dan berani. Apakah ia jera untuk menulis, tidak, dalam penjara beliau lebih intens dalam menulis. Lahirlah karya monumental Di Bawah Bendera Revolusi jilid I dan II. Anda sudah pernah baca buku empuk itu? Jika belum, segera baca. Jika sudah segera menulislah seperti mereka. Maaf tapi ini saya tidak memaksa semua orang harus bisa menulis seperti gaya mereka, semua orang punya gaya dan cara menulis yang berbeda-beda.
Banyak juga tokoh-tokoh pemimpin kita yang besar dengan tulisannya, bukan hanya Ir. Soekarno. Tapi Drs.Moh Hatta wakil presiden RI yang pertama juga sangat serius dalam hal membaca dan menulis. Ketika beliau dibuang oleh Kolonial Belanda dalam pengasingan di wilayah Digoel Papua tak jarang beliau bekerja sebagai penulis lepas dan mampu menghasilkan karya tulis yang mengagumkan. Ada lagi Tan Malaka yang berjuang dengan ketajaman penanya lahirlah karya MADILOG selama beliau melakukan pengembaraan politik tingkat dunia. Lalu apa harapan dari tulisan ini yang telah saya ulas? Saya membayangkan negara besar seperti Indonesia menjadi negara yang kembre dalam hal membaca buku. Apalagi dalam menulis yang lebih sulit. Setidaknya untuk menumbuhkan hobi membaca dan menulis buku, diawali untuk menghargai dan mencintai buku itu saja sudah lebih dari cukup daripada tidak pernah sama sekali. Sangat memprihatinkan.

Bangilan, 15 Oktober 2017.

Latihan nulis.com

Rohmat Sholihin
Anggota Komunitas Kali Kening.


            

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda