“Tulisan Empuk dari Mereka”
Beberapa hari
ini saya menemukan tulisan-tulisan yang empuk dari para Bupati yang ada di Jawa
Timur. Yang pertama dari Bupati Bojonegoro Suyoto atau lebih akrab dipanggil
Kang Yoto. Dalam tulisannya yang empuk itu dan dimuat pada rubrik Opini Jawa Pos, sabtu 23 September 2017,
judulnya : Buah Demokrasi dari Rukun Kematian. Judulnya itu bukan sembarang
judul karena telah dipertahankan untuk disertasi di Universitas Muhammadiyah
Malang. Yakni tulisan untuk disodorkan pada program S3 dalam mengambil gelar doktoral.
Saya
tak mau membahas lebih detail apa yang telah disampaikan dalam tulisan Kang
Yoto tersebut. Saya hanya salut dengan pemikirannya yang telah dituangkan dalam
tulisan. Ada beberapa nilai plus,
ketika seorang pemimpin mau dan mampu menulis dengan runtut dan baik. Dari
tulisan itu beliau berusaha untuk menjelaskan ide dan pendapat yang bisa
dijangkau oleh khalayak ramai. Ada nilai yang telah ditawarkan pada publik
bahwa saya sebagai pemimpin ingin berbuat begini. Entah pendapat itu bisa
diterima atau bahkan dikritik habis-habisan oleh para pembaca itu urusan
belakang yang terpenting pemimpin itu berani menyampaikan gagasan dan ide
tertulis yang telah dipublikasikan. Karena jarang seorang pemimpin mampu
menulis dengan baik dan empuk untuk dipahami oleh para pembaca. Disamping itu
apa yang telah ditulis oleh pemimpin mencerminkan sikap dan pemikiran yang
telah dituangkannya didalam tulisan tersebut. Sehingga para pembaca dan
masyarakatnya menjadi sadar dan bisa menilai bahwa kualitas pemimpinnya patut
diapresiasi. Bukan berarti tulisan saya ini mendiskreditkan para pemimpin yang
tak bisa merangkai kata dan kalimat untuk menjadi karya tulis yang baik. Karena
notabene saya hanyalah masyarakat awam yang tak ada pengaruhnya terhadap
kredibilitas jabatan mereka. Tapi setidaknya pemimpin yang ideal bukan hanya
pintar dan piawai dalam berorasi semata namun juga harus bisa menulis dengan
baik. Ini idealnya. Dan ini menurut pendapat saya yang kebetulan suka membaca
pemikiran-pemikiran hebat dari para pemimpin. Siapa tahu dari karya-karya tulis
para pemimpin-pemimpin hebat mampu menghegemoni masyarakatnya untuk bergerak,
tentu saja bergerak positif yang mampu membangun bangsa, agama dan negara.
Kedua,
ada lagi tulisan dari Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, yang menuliskan
tentang konsep dan perkembangan wilayah yang selama ini beliau pimpin. Yakni Kabupaten
Banyuwangi. Dan telah dimuat pada rubrik Opini,
Jawa Pos, Sabtu 14 Oktober 2017. Dilihat
dari judulnya sangat menarik, Membumikan
Pancasila dalam Pembangunan. Sebagaimana pernah ditegaskan oleh Bung Karno,
kemerdekaan tidak menyudahi soal-soal. Kemerdekaan malah membangunkan
soal-soal. Hanya ketidakmerdekaan yang tidak memberi terang kepada soal-soal. Pandangan
Bung Karno memberikan pesan bahwa kemerdekaan tidak menjadikan masalah bisa
beres dalam waktu semalam. Namun, dengan kemerdekaan republik ini beroleh ruang
untuk menyelesaikan beragam persoalan dengan gotong royong. Kemerdekaan yang
diperlukan dalam relasi antara pusat dan daerah maupun relasi antar wilayah
juga memberikan ruang bagi kehidupan di tingkat lokal untuk mendonasikan
pengalaman-pengalaman terbaiknya guna saling melengkapi antar wilayah demi
terwujudnya pembangunan nasional semesta berencana. Melalui tulisannya, Bupati
Banyuwangi itu ingin berbagi pengalaman yang dijalankan di Banyuwangi.
Setidaknya ada tiga sifat pembangunan yang dijalankan, yaitu inovatif,
kerakyatan, dan gotong-royong. Dari gagasan itu lahirlah inovatif pada bidang ekonomi,
bahwa selama ini Banyuwangi membangun bidang perekonomian yang bermuara pada
keadilan sosial. Antara lain, proteksi pasar para pedagang kecil, memberikan
ruang yang luas bagi produk pertanian lokal, inovasi-inovasi perkembangan UMKM;
serta pengembangan pariwisata berbasis masyarakat (society based tourism). Bidang Sosial Budaya, pembangunan bermuara
pada masyarakat yang inklusif, berdaya saing, dan berpegang teguh pada moral
Pancasila. Misalnya dalam pendidikan, peningkatan akses bea siswa Banyuwangi
Cerdas. Dengan menggelontorkan dana untuk membiayai 700 anak muda untuk bisa
berkuliah berbagai kampus di seluruh Indonesia. Dan juga Program Garda Ampuh
menjaring 3000 anak putus sekolah untuk dikembalikan ke sekolah. Dalam hal seni-budaya,
program Banyuwangi Festival mampu menjadi kanal tumbuh kembangnya seni-budaya
generasi muda. Tak luput dari bidikan tulisan sang Bupati Banyuwangi tersebut
tentu saja pelayanan publik, dalam pelayanan publik ini pemerintahan Kabupaten
Banyuwangi telah mendapatkan nilai A dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (SAKIP). Tulisan-tulisan para bupati yang cerdas ini
memberikan keterangan berupa tulisan pada masyarakat luas bahwa wilayah
pemerintahan yang telah dipimpin mempunyai trik dan cara-cara yang cerdas dalam
menanggulangi segala problem yang telah dihadapinya.
Kita
kenal Bung Karno dengan tulisan-tulisannya mampu menjadi pemimpin yang baik
selama ini yang pernah dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dari tangan beliau yang
dingin banyak lahir karya-karya tulis berupa teks pidato yang setiap kali
dibaca dalam acara kenegaraan atau yang lain. Gayanya dalam membaca
teks-teksnya sungguh menggetarkan hati dan mengguncangkan dunia. Belum lagi
tulisan-tulisan tentang konsep kenegaraan. Bahkan di masa awal perjuangan untuk
mewujudkan kemerdekaan Indoensia beliau harus rela masuk dalam penjara,
gara-gara tulisannya yang sangat lugas dan berani. Apakah ia jera untuk
menulis, tidak, dalam penjara beliau lebih intens dalam menulis. Lahirlah karya
monumental Di Bawah Bendera Revolusi
jilid I dan II. Anda sudah pernah baca buku empuk itu? Jika belum, segera
baca. Jika sudah segera menulislah seperti mereka. Maaf tapi ini saya tidak
memaksa semua orang harus bisa menulis seperti gaya mereka, semua orang punya
gaya dan cara menulis yang berbeda-beda.
Banyak juga
tokoh-tokoh pemimpin kita yang besar dengan tulisannya, bukan hanya Ir.
Soekarno. Tapi Drs.Moh Hatta wakil presiden RI yang pertama juga sangat serius
dalam hal membaca dan menulis. Ketika beliau dibuang oleh Kolonial Belanda dalam
pengasingan di wilayah Digoel Papua
tak jarang beliau bekerja sebagai penulis lepas dan mampu menghasilkan karya tulis yang mengagumkan. Ada lagi Tan Malaka yang berjuang dengan ketajaman penanya
lahirlah karya MADILOG selama beliau melakukan pengembaraan politik tingkat dunia.
Lalu apa harapan dari tulisan ini yang telah saya ulas? Saya membayangkan
negara besar seperti Indonesia menjadi negara yang kembre dalam hal membaca buku. Apalagi dalam menulis yang lebih
sulit. Setidaknya untuk menumbuhkan hobi membaca dan menulis buku, diawali
untuk menghargai dan mencintai buku itu saja sudah lebih dari cukup daripada
tidak pernah sama sekali. Sangat memprihatinkan.
Bangilan, 15 Oktober 2017.
Latihan nulis.com
Rohmat Sholihin
Anggota Komunitas Kali Kening.
Label: Essai
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda