“London”
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=315023182274950&set=pcb.315024112274857&type=3&theater
Oleh. Rohmat Sholihin
Tulisan ini aku ambil dari karya salah satu peserta “Kemah Romadlon” di
Madin Al-Isyroq Bate-Bangilan, (Senin/19/7/2017), dengan judul I Miss You, London, aku terkesima ketika
memberikan hadiah buku Eutanasia karya
Linda Tria S, padanya, kau begitu jujur dan polos ketika kutanya alasan apa
sampai kau menulis judul itu? Kau ingin sekali studi di kota London. Subhanallah,
luar biasa, luar biasa, tepuk tangan semua peserta pertanda kagum pada
imajinasi positifnya. Berani bermimpi itu hebat. Aku salut pada mimpinya. Aku
teringat buku Edensor karya Andrea
Hirata, yang menuliskan kisah mimpinya pada suatu lokasi yang hanya ada pada
gambar indah dengan tulisan kecil dipojoknya, Edensor, ternyata sebuah tempat dipedalaman negara Inggris. Mimpi
itu ia peluk setiap waktu, mendekam dalam ingatannya sampai kapanpun, dan
ternyata ia pun sampai juga ditempat yang telah ia impikan sejak masih
kanak-kanak, ia telah singgah di Edensor.
Melihat dari dekat tentang mimpinya sesuai dengan apa yang telah ia dekap.
I Miss You, London, ditulis
oleh Halimatus Sa’diyah, perempuan kecil manis berlesung pipit, bermata bulat
sebulat tekad impiannya mengejar kota London yang masih tetap diam seribu
bahasa. Seakan-akan jarak Bate-London begitu dekat. Gemerlap lampu-lampu
kotanya bisa terlihat diatas bukit Bate yang sunyi dengan angin malam berhembus
lirih dan membisikkan kata-kata rindu, Tunggu
diriku London, sebentar lagi, yah, sebentar lagi, tinjuku akan menghajarmu, tak
sabar aku berlari menikammu dengan segudang mimpi-mimpiku. Namun malam kian
larut membawa angan-angan itu pergi perlahan dan tetap diam.
Diam bukan berarti apatis. Dalam diamnya ia menyimpan ribuan amunisi dan
kelak ia akan muntahkan dengan hebat. Impian seseorang bukanlah impian abstrak,
dari impiannya banyak sejuta hal untuk menemukan jalan, jalan kemana ia akan telusuri
menuju labirin imajinasinya, detak jantungnya, dan tentu saja nafasnya. Tak kan
pernah berhenti sebelum ia menjambak rumput istana Buckingham, menyalami Ratu Elizabeth,
berfoto dengan pengawal istana, bahkan makan malam bersama putri Midleton dan
Pangeran Harry. Ah, betapa bahagianya hidup ketika alam mimpinya mampu
diraihnya. Hidup memang misteri. Perjalanan seseorang tak ada yang tahu. Tak
perlu berkecil hati dan pesimis dalam melaluinya. Kuatkan langkah-langkahmu
disetiap jalan yang kau lalui, selalu ada pengalaman disetiap jejak-jejak kaki
yang kau tinggalkan.
Suatu saat jika kau kembali menelusurinya, tak kan pernah tersesat.
Setinggi-tingginya elang terbang tak kan pernah lupa daratan, dan sejauh kaki
kau melangkah tak kan lupa pada kampung halamanmu yang indah dan permai. Saat
kaki-kaki kecilmu berlari-lari dipematang sawah, bermain lumpur saat musim
tanam padi tiba, menangkap belalang saat musim panen, dan menonton Kentrung saat acara sedekah bumi atau manganan. Kenangan-kenangan itu akan
menjadi saksi abadi. Sawah, sapi, danau, pohon, juga surau kecil dipinggir
kebun jagung beserta kawan-kawan sepermainan dengan wajah-wajah kebahagiaan
akan selalu menari-nari dipelupuk mata saat kau menuliskan pada sebaris kalimat
di kota London, bahwa Tuhan selalu memberikan kesempatan pada makhluknya yang
selalu bekerja keras merebut mimpi-mimpinya. Kawan! Dari kota London ini aku menyapamu, lihatlah senyumku selalu
terngiang saat kau tak disisiku, seperti apa yang aku tulis dulu, ketika
tulisan lusuh dan dekil itu mendapatkan perhatian dari kakak-kakak Komunitas
Kali Kening, I Miss You, London. Salam untuk Gus Shobah, ustadz dan ustadzah,
Kak Ikal, Kak Joyojuwoto, Kak Adib, Kak Mashari, Kak Kafabih, Kak Zakki, Kak
Rohmat, Mbak Linda, Mbak Ayra dan juga seluruh kawan-kawan yang selalu
menggodaku sekaligus mendorongku, apa itu? Indahnya kebersamaan dan tentu saja
senyum ceriamu, kawan.
Bate, 19 Juni 2017.
Label: Essai
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda