Jumat, 02 Juni 2017

“Bang Karto”

Oleh. Rohmat Sholihin*

https://www.cikancah-cyber.com/2016/05/teknik-penokohan-cerita-rekaan-atau-fiksi.html
            “Bang Karto,” begitu orang sekampung memanggilnya. Sebutan kata “bang” mewakili peran dan kiprahnya yang hampir menguasai hajat hidup orang sekampung. Model kegiatan apapun tak luput dari peran dan aksinya, mulai dari kegiatan kepemudaan, pengajian, bedah buku, seni, perayaan-perayaan hari besar, bahkan sampai pendidikan dan politik tak lepas dari pemikiran dan pengawasannya. Otak encernya selalu memberikan sumbangsih besar bagi kemajuan kampung tempat ia tinggal. Bahkan peran dan aksinya mengalahkan peran seorang camat yang membawahi satu kecamatan. Bisa-bisa pak camatpun tak berkutik berhadapan dengan bang Karto. Buktinya, pak camat selalu nurut dan tak berkutik dengan bang Karto. Jika ada masalah yang pelik tak jarang pak camat berkunjung dikediaman bang Karto untuk mendapatkan tausiyah serta masukannya.
            Pendidikan tinggipun tak pernah bang Karto rasakan, hanya sampai pada sekolah dasar. Tapi apalah arti pendidikan? Pendidikan tak kan menjamin masa depan gemilang. Masa depan gemilang bisa diraih dengan kerja keras dan jauh dari putus asa. Jatuh bangun hal biasa. Itu sudah alamiah dan sudah tak asing dalam diri bang Karto. Bahkan pendidikan penjara pun pernah ia rasakan sewaktu masih remaja. Jeruji besi yang sunyi memberikan banyak pelajaran bagaimana ia harus bertahan hidup, berdiskusi dengan pikirannya sendiri, dan bertanya-tanya, memecahkan misteri kehidupan dengan hatinya sendiri. Duh, benar-benar ia telah menjadi pribadi kuat secara prinsip yang telah tersekat oleh jeruji penjara tubuhnya. Memang penjara tak kan bisa membuat pribadi orang lunak seperti gabus. Dengan penjara orang semakin kuat. Rasa dendam dan kemarahan berusaha disimpan dalam hatinya dengan kuat. Kuat tak kuat, lingkungan yang membentuknya harus kuat, jika tak kuat, kenapa ia harus bermain-main dengan api yang panas? Aku menyebutnya “api” karena jika lalai akan berdampak besar dengan membakar dirinya dan sekitarnya. Orang masuk penjara ada tipe “kelalaian” meski tidak semuanya, namun pada dasarnya orang yang dipenjarakan adalah orang yang bermasalah. Sedangkan permasalahan itu relatif, banyak juga orang tak bersalah harus masuk penjara karena ia bagian dari permasalahan itu karena membahayakan.
            Bang Karto dulu dengan sekarang sudah beda jauh. Perubahan itu hampir mendekati sempurna, 180 derajat. Kini ia telah menjadi setara tokoh, tamunya bukan sembarang tamu. Dari kelas pejabat, priyayi, politikus, kyai, preman, pedagang, santri, pegawai, seniman, guru, bahkan dari anak-anak sampai kakek-kakek, laki-laki, perempuan ia layani dengan baik tanpa ada perbedaan. Cara pandangnya seperti malaikat. Hingga hantu harus kabur menjauh dan tak berani mendekat lagi. Khutbah-khutbahnya sungguh mampu menghipnotis pikiran orang lain bahkan setanpun akan tunduk. Dari orang galau akan kembali senyum, dari orang takut akan kembali berani, dari orang yang terjepit akan kembali longgar, dari orang-orang yang kepepet akan kembali tersenyum lepas, punya masalah pelik datang saja ke bang Karto. Rebes bos, eh beres bos. Ia bukan dukun, tabib, atau dongke, ia hanya manusia biasa juga butuh rokok, makan, minum, tertawa, bercanda, berkeluarga, dan bergaul. Tapi ia punya kelebihan pada kharisma atau wibawa yang tidak semua orang punya. Ia sekarang juga mulai bersarung dan berkopyah, lebih religius tepatnya, namun jika aku perhatikan dari segi cara bicaranya, semoga saja ia bukanlah tipe orang yang fanatik. Itu bisa dilihat dari banyak buku yang terpajang rapi dilemari perpustakaan pribadinya. Hampir semua buku-buku apa saja ia baca, ia pelajari, ia diskusikan dengan santai diberanda rumahnya yang asri, santai dan penuh khidmat, sepoi-sepoi angin menerpa wajah hebatnya yang merakyat. Bang Karto kau laksana harimau si raja hutan yang bijak. Setiap aumanmu seisi rimba akan lari terbirit-birit untuk sembunyi. Tak ada yang berani melawanmu, tokoh kancil yang terkenal dengan kecerdikannya masih kalah cerdik denganmu. Tak ada yang berani menghadapimu, sekali berteriak seluruh pengikutmu akan bergerak laksana pasukan Temujin dari Tar-Tar menyerang kota, semua pasti binasa, ludes tak tersisa.
            Nama besarmu semakin menjulang tinggi, mengudara, dan berkibar-kibar seperti bendera kebesaran suatu negara. Dihormati dan dijaga. Kekuatanmu semakin kuat, dari kelas sosial apa saja, dari kelas proletar sampai borjuis. Pemikiranmu terus menghegemoni mereka, mengajak ke arah lebih baik, lebih baik, dan lebih baik. Namun, jangan lengah sampai terpeleset, karena setan selalu punya banyak cara untuk menuntunmu ke arah keburukan walau sebiji dzarohpun. Semakin tinggi keinginan seseorang semakin kencang angin menerjang. Tetaplah menjadi bintang dilangit, sinarnya akan selalu tetap terang meski berada sangat jauh, jauh, jauh. Bang Karto oh bang Karto. Kiprahmu bikin orang berdecak kagum dan hormat. Semoga itu semua bukanlah seperti lingkaran setan yang minta tumbal. Sudah kenal sama bang Karto? Kenalan dong!

Bangilan, 22 Mei 2017.
*Penulis anggota komunitas Kali Kening Bangilan.

            

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda