REFLEKSI HARI LAHIRNYA PANCASILA
LUNTURNYA NILAI-NILAI PANCASILA DALAM PENDIDIKAN KITA
Oleh.
Rohmat Sholihin, S.Pd. M.A.*
https://dedyfitrasuhermanto.wordpress.com/2013/01/14/membentuk-karakter-bangsa-dengan-nilai-nilai-luhur-ke-bhinekaan/
Pendidikan merupakan proses
pendewasaan seluruh unsur yang ada dalam diri manusia secara utuh dan seimbang.
Baik pengetahuan, sikap dan keterampilan. Maka dari itu pendidikan dibutuhkan
proses yang dibangun secara sadar dan bertahap dengan memperhatikan kesabaran
dan kejelian. Pendidikan tidak dibangun dengan cepat dan serba instan, jika itu
terjadi beberapa ketimpangan akan terjadi dan menjadi kendala tersendiri dalam
bidang pendidikan. Misalnya seperti kasus mencontek bersama, tawuran pelajar,
narkoba, ugal-ugalan bahkan sampai ke arah kekerasan dan pembunuhan. Itulah
yang menjadi kendala bangsa yang harus segera kita cari solusinya bersama.
Kita lihat filosofi negara kita
adalah Pancasila. Pancasila mempunyai kedudukan yang tinggi sebagai dasar
negara kita. Kedudukan yang tinggi itu menandakan bahwa Pancasila merupakan
sumber segala hukum dalam hal apapun di negara kita ini. Termasuk dalam ranah
pendidikan kita. Tak diragukan lagi Pancasila merupakan dasar pendidikan
nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003, Bab 2
Tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang bunyinya: Pendidikan Nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Inilah yang perlu kita garis bawahi bahwa hubungan sistem pendidikan
nasional dengan dasar negara Pancasila merupakan hubungan ikatan batin yang tak
bisa dipisahkan pada sumber daya manusia Indonesia. Dan sistem Pendidikan
Nasional Indonesia harus berdasarkan pada Pancasila dan ditujukan untuk
membentuk manusia Indonesia seluruhnya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pancasila hadir dimuka bumi ini
bukanlah dari bim salabim terus ada, tapi Pancasila hadir dimuka bumi ini melalui
proses perjuangan panjang dari para pendiri negeri ini melalui beberapa
tahap-tahap perjuangan yang panjang. Kemerdekaan yang harus diraih dengan
segala upaya serta pengorbanan yang tak ternilai harganya dari para pahlawan.
Pancasila hadir sebagai pegangan hidup seluruh bangsa Indonesia haruslah selalu
kita perhatikan jangan sampai sedikitpun niali-nilai pendidikan yang kita
kembangkan melenceng dari cita-cita bangsa Indonesia seutuhnya yaitu adil seadil-adilnya.
Dan di Indonesia Pancasila harus bisa sebagai paradigma, dimaksudkan bahwa
Pancasila sebagai sistem nilai acuan, kerangka-acuan berpikir, pola-acuan
berpikir; atau jelasnya sebagai sistem nilai yang dijadikan kerangka landasan,
kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah/tujuan bagi ‘yang menyandangnya’.
Yang menyandangnya itu di antaranya:
a) bidang
politik,
b) bidang
ekonomi,
c) bidang
social budaya,
d) bidang
hukum,
e) bidang
kehidupan antar umat beragama,
Istilah paradigma pada mulanya
dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, Orang yang
pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu
tertentu didominasi oleh suatu paradigma. Paradigma adalah pandangan mendasar
dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu
pengetahuan. Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di
bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum,
sosial dan ekonomi. Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai
kerangka berpikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur,
parameter, arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu
dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari
sebuah kegiatan. Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting
dalam melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia. Termasuk dalam bidang
pendidikan sebagai dasar untuk membangun manusia seutuhnya. Nilai-nilai dasar
Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat manusia menurut
Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis
tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:
· 1. Susunan kodrat manusia terdiri atas
jiwa dan raga
· 2.Sifat kodrat manusia sebagai
individu sekaligus sosial
· 3.Kedudukan kodrat manusia sebagai
makhluk pribadi dan makhluk Tuhan.
Seiring perkembangan zaman yang semakin pesat, termasuk kebudayaan manusia
yang semakin maju dan canggih,
segala kemudahan dan sistem informasi dan komunikasi yang bisa diakses sampai
ke tingkat bawah (masyarakat pedesaan) menjadi kendala tersendiri dalam
memasuki babak pertaruhan pola pikir manusia Indonesia. Era globalisasi yang pesat bahkan cenderung ekstrim telah menggeser
peradapan-peradapan lokal bangsa ke posisi yang semakin terjepit dan terpinggirkan.
Peta percaturan politik dunia telah menempatkan dominasi dunia Barat (baca
Eropa) dan Amerika sebagai “pemegang saham” terbesar berbagai bidang baik
ekonomi, politik, ideologi, budaya di planet bumi. Akibatnya nilai karakter
lokal suatu bangsa akan tergerus dan semakin terkikis di tanah airnya sendiri.
Itulah yang dialami Pancasila sebagai Dasar Negara. Padahal, sebagai
ideologi terbuka, Pancasila pada prinsipnya dapat menerima unsur-unsur dari
bangsa lain sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasarnya. Oleh
karena itu tidak menutup kemungkinan pemahaman dan pengamalan Pancasila selalu
berkembang sesuai dengan dinamika perkembangan zaman. Pengaruh negatif
globalisasi harus diwaspadai, karena globalisasi mampu meyakinkan sementara
masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa manusia ke arah kemajuan
dan kemakmuran. Akibat berkembang pesatnya globalisasi didunia, masyarakat
Indonesia sudah mulai banyak yang mengikuti budaya-budaya barat yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai yang tercantum dalam ideologi kita. Hal ini merupakan
contoh pengaruh negatif globalisasi terhadap ideologi Pancasila yang semestinya
tidak perlu untuk ditiru, karena pada dasarnya nenek moyang bangsa Indonesia
memiliki sikap dan etika yang baik dan santun. Baik dalam berpakaian dan
tingkah laku. Sekarang, dapat kita saksikan sendiri bagaimana masyarakat Indonesia
dalam meniru gaya orang barat. Hal yang mestinya tidak baik untuk ditiru jelas
sangat bertentangan dengan ideologi bangsa kita. Hak asasi manusia
(HAM) dengan keliru diterjemahkan boleh berbuat semaunya dan tak peduli apakah
merugikan atau mengganggu hak orang lain. Budaya dari luar, khususnya faham
liberalisme, telah merubah sudut pandang dan jati diri bangsa dan rakyat
Indonesia. Pergeseran nilai dan tata hidup yang serba liberal memaksa bangsa
dan rakyat Indonesia hidup dalam ketidakpastian. Akibatnya, seperti terlihat
saat ini, konstelasi politik nasional serba tidak jelas. Para elite politik
tampak hanya memikirkan kepentingan dirinya dan kelompoknya semata. Dalam
kondisi seperti itu sekali lagi peran Pancasila sebagai pandangan hidup dan
dasar negara memegang peranan penting. Pancasila akan menilai nilai-nilai mana
saja yang bisa diserap untuk disesuaikan dengan nilai-nilai Pancasila sendiri.
Dengan begitu, nilai-nilai baru yang berkembang nantinya tetap berada di atas
kepribadian bangsa Indonesia. Pasalnya, setiap bangsa di dunia sangat
memerlukan pandangan hidup agar mampu berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas
arah dan tujuan yang hendak dicapai. Dengan pandangan hidup, suatu bangsa
mempunyai pedoman dalam memandang setiap persoalan yang dihadapi serta mencari
solusi dari persoalan tersebut. Kita sebagai masyarakat Indonesia harus pandai
memilah mana yang sesuai dan mana yang tidak sesuai dengan ideologi kita.
Jangan sampai kita terjerumus dalam suatu masalah yang bertentangan dengan
nilai-nilai luhur ideologi kita yang disebabkan oleh perkembangan globalisasi
didunia saat ini.
Namun kenyataannya nila-nilai Pancasila mengalami kemerosotan
seiring majunya perkembangan tekhnologi dan informasi. Pancasila bukan lagi
menjadi acuan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia tapi Pancasila hanya menjadi
simbol negara yang tak berarti apa-apa. Ini berbahaya dan bisa menjadi awal
retaknya bangsa yang besar ini. Beberapa kasus dan bukti bahwa nilai-nilai
Pancasila mulai terkikis dengan perkembangan zaman yaitu banyaknya kasus
pencabulan anak dibawah umur bahkan sampai berakhir pembunuhan, tawuran antar
pelajar, narkoba, oplosan sampai berbuntut pada kematian, korupsi, kolusi,
nepotisme, pemerkosaan, pornografi, seks bebas, teroris, bahkan sekelas artis
sebagai figur masyarakat ada yang tidak tahu lambang-lambang dalam Pancasila,
parah lagi ada juga kasus anggota DPR sebagai wakil rakyat Indonesia sampai
tidak hafal sila-sila dalam Pancasila. Sehingga Pancasila hanya sebagai simbol
negara yang masyarakatnya tidak lagi berpijak sebagai paradigma apalagi
mengamalkannya.
Dan efektifnya untuk memperkenalkan kembali nilai-nilai
Pancasila dalam masyarakat yaitu dalam bidang pendidikan kita. Pendidikan
sebagai arus transformasi budaya harus banyak memperkenalkan nilai-nilai
Pancasila di setiap jenjang pendidikan mulai dari TK/RA, MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA
sampai jenjang Perguruan Tinggi atau PT. Apalagi sejak zaman reformasi pendidikan
Pancasila melalui program penataran P4 yang materi didalamnya banyak
memperkenalkan nilai-nilai falsafah Pancasila, UUD 1945, GBHN, Wawasan Wiyata
Mandala, Wawasan Nusantara dan lagu-lagu wajib telah berganti menjadi Masa
Orientasi Sekolah, pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) juga telah
diganti. Logikanya negara tidak lagi menjadi transformasi nilai-nilai Pancasila
dalam pendidikan dan masyarakat, sehingga negara sangat sulit untuk
memposisikan diri sebagai pengontrol arus budaya yang semakin menggila,
didukung dengan sistem informasi dan komunikasi yang sangat maju negara akan
menjadi lebih sulit untuk memantau perkembangan informasi-informasi yang terus
bertebaran melalui dunia maya yang di fasilitasi oleh internet. Memang zaman
telah berubah menjadi zaman keterbukaan dan demokrasi namun untuk menentukan
nilai-nilai falsafah bangsa sangatlah penting agar masyarakat tetap mempunyai
pandangan hidup yang tetap sesuai dengan falsafah Pancasila sebagaimana sumber
segala hukum di negara Indonesia.
Lunturnya nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan kita
merupakan tantangan bagi institusi pendidikan, bagaimanapun juga pendidikan
menjadi sumber utama untuk terus memupuk jiwa-jiwa Pancasila di lingkup
sekolah. Sekolah harus mampu menjadi tempat persemaian nilai-nilai Pancasila,
sehingga peserta didik mampu memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan di sekolah dan di masysarakat. Pada nilai-nilai Pancasila dalam
butir-butirnya merupakan karakter bangsa Indonesia yang harus dikenalkan pada
peserta didik yang saat ini mengalami krisis moral yang dapat mempengaruhi masa
depan bangsa ini dikemudian hari. Dari karakter nilai-nilai Pancasila juga
merupakan jurus untuk membimbing generasi muda yang mampu mempunyai sikap
mandiri dan tidak menjadi generasi muda yang ketergantungan dan
keterbelakangan terhadap nilai-nilai
budaya asing yang bertentangan terhadap nilai-nilai Pancasila.
*Guru
DPK di MI Salafiyah Bangilan Kabupaten Tuban
Label: Artikel Edukasi
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda