Minggu, 16 April 2017

Patmi dan 10 Tahun yang akan datang?

Oleh. Rohmat S*

https://beritagar.id/artikel/berita/ibu-patmi-peserta-aksi-dipasung-semen-berpulang
Patmi, 48, salah satu seorang peserta aksi pengecoran kaki di depan Istana Merdeka, menghembuskan nafas terakhir kemarin dini hari (21/3). Perempuan asal Desa Larangan, Tambakromo, Pati, itu di duga meninggal karena serangan jantung. Sontak, seluruh peserta aksi Kendeng Lestari berduka. Perempuan paruh baya yang memperjuangkan masyarakat karst Kendeng, Jawa Tengah, untuk menentang pembangunan pabrik semen di lingkungan mereka. Bersama dengan warga yang lain dengan teguh menyuarakan aspirasinya bahwa pembangunan pabrik semen tersebut memberikan dampak yang negatif pada kelangsungan lingkungan, terutama kelestarian hutan dan sumber mata air yang berguna bagi kelangsungan warga sekitar, untuk bercocok tanam dan memenuhi kebutuhan hidupnya akan air. Betapa pentingnya sumber mata air dalam kehidupan kita dan masa depan kelangsungan makhluk hidup beberapa tahun ke depan. Melihat kerusakan alam saat ini kian memprihatinkan. Seperti; banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan masih ada banyak lagi kerusakan-kerusakan alam akibat ulah tangan-tangan manusia melalui eksploitasi besar-besaran.
            Air merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan bagi kehidupan dan kelangsungan hidup. Tiada kehidupan tanpa air, bahkan sebagian ahli menggambarkan kehidupan itu adalah air.  Tidak ada satu interaksi kimia pun yang terjadi di dalam tubuh tanpa melibatkan peran air yang sangat vital. Itulah salah satu faktor yang mendorong upaya para ahli zaman sekarang berkat kemajuan penelitian tentang antariksa untuk mencari kemungkinan terdapat air di planet-planet lain selain bumi untuk memastikan kemungkinan adanya gejala hidup di planet itu. Dengan fitrah yang diciptakan Allah, manusia merasakan adanya hubungan yang erat antara air dan kehidupan. Oleh karena itu, Al-Qur’an diturunkan sesuai dengan fitrah manusia itu. Allah berfirman :
Dan apakah orang-orang yang ingkar itu tidak mengetahui bahwa langit dan bumi itu dahulu berpadu, lalu Kami pisahkan keduanya. Dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup dari air. Maka mengapakah mereka tidak beriman? (QS. Al-Anbiya’ : 30)
            Pejuang Patmi dan kawan-kawan dalam aksi  mengecor kakinya dengan semen di depan Istana Merdeka Jakarta, ingin memberikan pesan dan tuntutan kepada pemerintah yang berkuasa bahwa pembangunan pabrik semen di daerah gunung Kendeng sangat bertentangan dengan kelestarian lingkungan alam terutama sumber mata air dan lahan mereka untuk menggantungkan hidup akan mengalami kerusakan. Ada sumber mata air besar yang berada di lahan sekitar gunung kendeng yang sangat bermanfaat untuk pertanian, hewan ternak dan sumber kehidupan lainnya. Jika kerusakan itu di abaikan, kelak generasi muda yang akan datang akan mengalami krisis air dan pangan karena lahan-lahannya telah disulap menjadi lahan industri semen. Apa mereka kelak akan makan semen? Minum dengan semen? Dan memandikan anak-anak dan hewan ternak dengan semen? Mengairi lahan pertanian dengan semen? Masalah lingkungan alam inilah yang seharusnya menjadi tolok ukur agar kita tidak gegabah mengambil kebijakan hanya berdasarkan pundi-pundi materi namun di sisi lain banyak mengorbankan kalangan masyarakat lainnya.  Sungguh negara ini telah mengambil kebijakan yang keliru ketika tetap terus melanjutkan operasi pembangunan pabrik semen di daerah gunung Kendeng Pati-Jawa Tengah.  Berdasarkan pasal 33 UUD 1945 melarang adanya penguasaan sumber daya alam ditangan perorangan atau pihak-pihak tertentu, dengan kata lain adalah monopoli, oligopoli maupun praktek kartel dalam bidang pengelolaan sumber daya alam dianggap bertentangan dengan prinsip pasal 33 UUD 1945 tersebut. Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumber daya alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sehingga monopoli pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya berada pada negara. Dalam Pasal 33 ini menjelaskan bahwa perekonomian indonesia akan ditopang oleh 3 pelaku utama yaitu Koperasi, BUMN/D (Badan Usaha Milik Negara/Daerah), dan Swasta yang akan mewujudkan demokrasi ekonomi yang bercirikan mekanisme pasar, serta intervensi pemerintah, serta pengakuan terhadap hak milik perseorangan (Indrawati,1995). Penafsiran dari kalimat “dikuasai oleh negara” dalam ayat (2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan tetapi utamanya dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta memberikan pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan mayoritas masyarakat, dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Jiwa dari Pasal 33 UUD 1945 yang berlandaskan semangat sosial, menempatkan penguasaan terhadap berbagai sumber daya untuk kepentingan publik (seperti sumber daya alam) pada negara. Pengaturan ini berdasarkan anggapan bahwa pemerintah adalah pemegang mandat untuk melaksanakan kehidupan kenegaraan di Indonesia. Untuk itu, pemegang mandat ini seharusnya punya legitimasi yang sah dan ada yang mengontrol tidak tanduknya, apakah sudah menjalankan pemerintahan yang jujur dan adil, dapat dipercaya (accountable), dan tranparan (good governance).[1]
            Dan logikanya, apakah selama ini masyarakat sekitar gunung Kendeng merusak lingkungan alam? Saya kira orang akan menjawab, “tidak”. Justru masyarakat gunung Kendenglah yang selalu menjaga kelestarian lingkungan melalui bercocok tanam yang sudah dilakukan bertahun-tahun bahkan berhasil menjadikan daerah Pati sebagai lumbung pangan masyarakat Jawa Tengah bahkan nasional dengan julukan Bumi Mina Tani. Sehingga ketahanan pangan kita akan selalu terjaga.
            Dengan perjuangan Mbah Patmi terhadap kelestarian gunung Kendeng hingga akhir hayat perlu mendapatkan apresiasi bagi kita bersama, ia berjuang bukan untuk kepentingannya sendiri namun untuk kepentingan masyarakat luas dan untuk kepentingan masyarakat dunia karena ia telah menyelamatkan sumber mata air sebagai sumber kehidupan.
            Kini mbah Patmi telah tiada. Sepuluh tahun yang akan datang jika gunung Kendeng masih dapat dilestarikan, cucu kita dan masa depan kelestarian lingkungan masih akan tetap lestari. Bumi, air dan kekayaan alam masih menjadi hak bagi masyarakat untuk dapat dinikmati dengan seadil-adilnya. Jika gunung Kendeng harus jatuh pada korporasi untuk dikuasai pasti akan lain lagi ceritanya. Karena hidup bukanlah lagi untuk menikmati tapi akan saling mengejar dan berebut untuk bisa menikmati. Selamat jalan mbah Patmi.

Bangilan, 16 April 2017
*Penulis anggota Komunitas Kali Kening.




[1]http://www.si-pedia.com/2014/03/bunyi-pasal-33-uud-1945-1-5-dan-pembahasannya.html 

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda