Rabu, 15 Maret 2017

Menulis, Menulis, Menulis!

Oleh. Rohmat Sholihin*

https://www.maxmanroe.com/tips-cara-menulis-artikel-yang-baik.html


“Manusia pada hakikatnya adalah penulis. Apa yang ia dengar, apa yang ia lihat dan alami, ia jadikan pola. Ia percaya apa yang dapat dipikir, akan dapat pula ditulis, lambat atau cepat. Dalam setiap perjalanan dan dalam setiap peristiwa ia memperoleh bahan baru untuk di tulis atau dikarangnya.” (Goethe).

            Menulis! Masih banyak orang yang enggan dan malas untuk menulis. Orang lebih suka ngerumpi, di manapun tempatnya, di kafe, di pasar, di warung nasi, di mal, di kantor, di rumah, di kebun, di kantin, atau juga di gunung maupun di tengah-tengah laut sekalipun. Padahal orang selalu berhubungan dengan menulis meski hanya sekedar menulis kabar via SMS, bukankah itu bagian dari tulisan yang berhubungan dengan huruf dan aksara serta kata dan kalimat. Orang mengartikan penulis adalah pekerjaan yang sulit karena harus mencari berbagai data pada referensi atau sumber-sumber tulisan berasal, bisa buku, internet, majalah, koran, dan masih banyak lagi sumber-sumber tulisan yang bisa di pakai untuk bahan tulisan. Menulis itu bagai meracik bumbu masakan, asin, asam, manis, pahit, gurih, pedas, tergantung selera penulis yang akan ditonjolkan pada pembaca. Dan menulis itu mudah dilakukan setiap orang bagi yang mau mencoba dengan kesungguhan. Tak ada yang sulit dan rumit, menulis bisa dipelajari dan bisa dicoba setiap waktu. Tak usah menunggu waktu yang tepat sesuai dengan ketenangan hati serta pikiran atau merenung di tempat-tempat kesunyian dan sebagainya. Menulis bisa dilakukan dimanapun tempatnya sesuai yang di inginkan.
            Pengalaman menulis seseorang berbeda-beda sesuai dengan apa yang dialaminya, di alam pikirnya. Ada tulisan yang tragis mengiris-iris kalbu, menyayat-nyayat hati, membuat mata penuh dengan air mata, ada yang terpingkal-pingkal dan kosel-kosel karena lucunya, ada yang berkobar-kobar laksana petir membahana, ada yang praktis seperti makan mie instan, cepat saji dan maknyus rasanya. Semua tulisan-tulisan itu memberikan nuansa emosi yang berbeda-beda sesuai selera. Itulah makna sebuah tulisan yang mampu menyeruak dalam hati dan menggerakkan emosi untuk bereaksi.
            Tulisan mengibaratkan bentuk pemikiran penulis meski hanya sebuah tulisan tapi setidaknya apa yang ia torehkan dalam tulisan adalah hasil analisis dan renungan dengan segala keluh kesah dalam hati dan alam pikirnya. Kemampuan seorang penulis akan terlihat dari banyaknya tulisan yang dimuat di media massa atau diterbitkan menjadi buku. Dengan banyak berbagai media dan penerbit yang meloloskan buah pikirannya untuk dikonsumsi publik, berarti penulis tersebut telah mampu memenuhi kualifikasi, kriteria, atau penilaian dari banyak yang ahli di bidang bahasa, jurnalistik, perfilman dan pakar berbagai bidang keilmuan. Artinya oleh redaktur, editor, penulis scenario/sutradara tulisannya boleh jadi lebih diakui, dihargai, bermutu dan layak ‘saji’. 
            Bila banyak tulisan terjual, secara otomatis pemasukan uang pun akan banyak. Ini tentu yang selalu diimpi-impikan para penulis yang telah bertekad bisa mendapatkan rezeki halal dari bidang ini. Pertanyaannya, bisakah kamu meraih impian itu?
            Hanya penulis yang disiplin, ulet, sabar dan tahan banting yang memungkinkan terus berkarya. Bila mulai ada tulisan yang dimuat media massa, faktor-faktor tadilah yang bisa memaksimalkan kemampuan kreativitas dan produktivitas seorang penulis. Tinggal berkarya teratur dan punya kejaran target dimuat, maka ia akan dapat eksis hidup dari menulis. Saat ini masih banyak media massa yang belum mampu menghargai karya penulis bila dimuat, paling hanya cukup ucapan terima kasih, memberi sertifikat atau kaos. Namun sudah banyak pula media yang memberi penghargaan layak pada para penulis. Bila sudah merasa punya kemampuan menulis, pilihlah media yang bisa memberi honor tulisan.[1] Meski terkadang ada beberapa pilihan bagi penulis, yaitu apakah penulis ketika menulis hanya bermuara pada uang atau tidak, itu di kembalikan pada pribadi penulis masing-masing karena ada banyak juga penulis ketika menuliskan pemikirannya dan lahirlah karya tulisnya hanya untuk menyalurkan idealismenya, bukan semata-mata untuk materi yang berupa uang. Sehingga tulisan tidak harus dihargai dengan materi uang saja tapi bagaimana penulis bisa menyalurkan tulisan-tulisannya bagaikan menemukan dunianya yang hilang sehingga ketika penulis selesai menuliskannya dan mempublikasikannya dalam media meski dalam bentuk Blog, WA, Facebook atau bahkan Mading, bahagia sekali, tiada terkira. Menulis adalah kebahagiaan dalam berpengetahuan, nilai itu yang lebih mujarab untuk terus berkarya melalui tulisan. Maka, ayo kita tetap menulis, menulis, menulis. Meski tidak dibaca setidaknya kita telah menuliskannya walau dalam kesunyian. Suatu saat pasti akan meledak sesuai ruang dan waktu.


*Penulis hanya suka menulis di blog dan di papan tulis serta punya teman-teman yang baik hati di Komunitas Kali Kening Bangilan-Tuban.



[1] Agus Ponda dan Komar Endrasmara, Hari Gini Gak Bisa Nulis?(Jakarta:PT Bhuana Ilmu Populer, 2010), hlm. 43-44.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda