Senin, 06 Februari 2017

Ah, Kau Pram!

Oleh. Rohmat S*

https://jagokata.com/kutipan/dari-pramoedya_ananta_toer.html


            Rangking disekolah tidak harus satu, rangking 3 atau 5 sudah cukup bagus, jika dapat rangking terakhir tak usah risau, bekerjalah lebih giat lagi. Bahkan nilai juga tidak harus 9 dan 10. Aku terpikir kalimat itu. Kenapa? Hampir semua orang-orang besar dan hebat dalam bidangnya, selalu mengalami kesulitan-kesulitan disekolahnya, dalam kurung, bermasalah dalam pelajarannya. Meski arah tulisan ini tidak ada niat sedikitpun untuk tidak menghargai nilai dan prestasi disekolah atau dimanapun tempatnya. Yang menarik hanya ingin menuliskan sedikit tentang kisah orang-orang besar dan hebat dikemudian hari, ingin mengetahui bagaimana proses kehidupan dan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya, dan bagaimana mereka bisa melalui kesulitan-kesulitan hidup dan mampu keluar dari lubang itu. Aku pernah membaca sedikit kisah ilmuwan Albert Enstein, ia termasuk anak yang mengalami kesulitan-kesulitan waktu mengikuti pembelajaran disekolahnya. Bahkan, gurunya tak tanggung-tanggung menyebutnya termasuk anak yang idiot, ah terlalu kejam sebutan itu, kita sebut saja ya dengan kata bodoh, ah masih kejam juga sebutan bodoh, kita sebut kurang mampu, ah masih kurang manusiawi, kita sebut belum bisa saja, meski harus bertentangan dengan guru Enstein. Dengan sabar Enstein kecil harus melalui masa-masa sulit dan harus melalui masa-masa kritis dengan kecamuk 1000 pertanyaan yang membingungkan dalam otaknya, berputar-putar seperti awan kelabu, menguras pikirannya hingga membingungkan. Apa mungkin ini tanda-tanda kecerdasan yang tidak disadari oleh orang lain terutama oleh gurunya di sekolah. Selalu yang keluar pertanyaan-pertanyaan yang membebalkan. Sedangkan gurunya disekolah hanya mengatakan anak pintar pada anak-anak yang datar, menurut, dan tak banyak bertanya serta tidak membingungkan atau ruwet. Dan siapa sangka ketika Enstein tumbuh dewasa ketertarikannya dengan ilmu Matematika dan Sains sejak masih kecil semakin menggebu-gebu seperti dentuman massa energi nuklir yang telah ia kemukakan dalam teori relativitas atomnya. Ia seperti menyimpan bom waktu teori yang meledak juga akhirnya. Semua mengakui jika ia termasuk ilmuwan mutakhir dalam bidang Sains sepanjang abad, akhirnya.
            Ada juga Thomas Alfa Edison, ilmuwan serba bisa atau lebih kerennya dijuluki manusia 1000 penemuan, super jenius sepanjang abad. Tak banyak tahu, jika dulu ketika mengalami masa kanak-kanak, tokoh ini mengalami gangguan dalam pelajaran di sekolah, berfikir cenderung lamban, hanya bebal oleh kata tanya yang berkecamuk seperti nyamuk dalam otaknya. Gurunya dibuat tak berdaya. Karena hanya mau belajar Matematika dan Sains saja. Dengan kerelaan Thomas Alfa Edison kecil dikembalikan lagi oleh pihak sekolah kepada ibunya, dan mengatakan “anak anda terlalu bodoh untuk belajar disekolah ini.” Ah ini kalimat penistaan dari pihak sekolah kepada orang tua Alfa. Dengan sabar dan ulet Thomas Alfa Edison belajar sendiri dirumah dengan asuhan ibunya, istilah sekarang Home Schoolling, dengan cinta dan kasih sayang ibunya membesarkan dan mendidik Thomas Alfa Edison hingga menjadi manusia yang berkategori cerdas, dengan banyak penemuan, mulai dari bola lampu listrik, mesin penetas telur, telegraf, pena listrik, baterei alkaline, fonograf, kinetoskop, alat voting elektronik, pengawet buah, proyektor, dan masih banyak penemuan lainnya, sekitar 1093 penemuan yang telah ia patenkan. Hingga ia dijuluki manusia 1000 penemuan.
            Ah, kau Pram! Kali ini aku harus menuliskan kau lagi, yang belum sempat ku ketahui sebelumnya. Ternyata dibalik nama besarmu dalam bidang sastra ada yang menarik dari dirimu. Bukan tentang bagaimana proses kau menulis yang sudah terakui oleh khalayak ramai dan dunia, tapi tentang kau dimasa kecil. Kau juga mengalami beberapa kesulitan dalam bersekolah, ketika bersekolah, 10 tahun kau baru bisa lulus, padahal sebenarnya untuk bisa lulus sekolah itu hanya cukup 7 tahun saja. Meski tidak menguasai pelajaran disekolah, kau sudah tertarik dengan dunia tulis-menulis. Seperti apa katamu dalam nyanyianmu yang bisu bahwa disekolah rangking tidak harus satu, tiga atau lima sudah cukup bagus. Ah, kau Pram! Kau bahkan juga pernah ditolak oleh kepala sekolah disekolah IBO karena kebebalanmu. Itulah hidup sebenarnya. Menjadikan anak didik atau anak kita sendiri untuk selalu menjadi rangking satu, terdepan, bahkan tiada tanding, hanya akan menambah beban pikiran anak itu sendiri. Biarkan ia mengalir seperti air. Ia hidup bukan untuk menjalani persis seperti apa yang telah ditempuh oleh orang tuanya, tapi anak punya hak dan punya jalan sendiri untuk meraihnya yang terkadang sangat menyimpang jauh dengan orang tuanya, selagi anak kita bertanggung jawab dan berani membuktikan konsistensi dirinya dengan sabar dan ulet, bukankah doa dan dorongan yang anak butuhkan? Dorongan dan doa setiap saat dari orang tua bersifat positif untuk menjadikan anak-anak kita tumbuh kembang dengan optimis.
            Ah, kau Pram! Ternyata kau juga punya keterbatasan dan kekurangan, seperti manusia lainnya. Seperti masa kanak-kanakmu yang bebal dalam pelajaran sekolahmu. Meski pada akhirnya kau mampu membuktikan pada dunia bahwa manusia adalah makhluk yang kuat dan berkebudayaan, manusia bukan barang lemah seperti gabus, ditelan ombak dan luruh ke pantai.

Bangilan, 6 Pebruari 2017.
Mengenang 92 tahun kelahiran pengarang besar yang pernah dimiliki Indonesia, Pramoedya Ananta Toer.

*Penulis aktif di Komunitas Kali Kening Bangilan.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda