Ah, Kau Pram!
Oleh. Rohmat S*
https://jagokata.com/kutipan/dari-pramoedya_ananta_toer.html
Rangking disekolah tidak harus satu, rangking 3 atau 5
sudah cukup bagus, jika dapat rangking terakhir tak usah risau, bekerjalah lebih giat lagi. Bahkan nilai juga tidak harus 9 dan 10. Aku terpikir kalimat
itu. Kenapa? Hampir semua orang-orang besar dan hebat dalam bidangnya, selalu
mengalami kesulitan-kesulitan disekolahnya, dalam kurung, bermasalah dalam
pelajarannya. Meski arah tulisan ini tidak ada niat sedikitpun untuk tidak
menghargai nilai dan prestasi disekolah atau dimanapun tempatnya. Yang menarik
hanya ingin menuliskan sedikit tentang kisah orang-orang besar dan hebat
dikemudian hari, ingin mengetahui bagaimana proses kehidupan dan
kesulitan-kesulitan yang dihadapinya, dan bagaimana mereka bisa melalui
kesulitan-kesulitan hidup dan mampu keluar dari lubang itu. Aku pernah membaca
sedikit kisah ilmuwan Albert Enstein, ia termasuk anak yang mengalami
kesulitan-kesulitan waktu mengikuti pembelajaran disekolahnya. Bahkan, gurunya
tak tanggung-tanggung menyebutnya termasuk anak yang idiot, ah terlalu kejam
sebutan itu, kita sebut saja ya dengan kata bodoh, ah masih kejam juga sebutan
bodoh, kita sebut kurang mampu, ah masih kurang manusiawi, kita sebut belum
bisa saja, meski harus bertentangan dengan guru Enstein. Dengan sabar Enstein
kecil harus melalui masa-masa sulit dan harus melalui masa-masa kritis dengan
kecamuk 1000 pertanyaan yang membingungkan dalam otaknya, berputar-putar
seperti awan kelabu, menguras pikirannya hingga membingungkan. Apa mungkin ini
tanda-tanda kecerdasan yang tidak disadari oleh orang lain terutama oleh
gurunya di sekolah. Selalu yang keluar pertanyaan-pertanyaan yang membebalkan.
Sedangkan gurunya disekolah hanya mengatakan anak pintar pada anak-anak yang
datar, menurut, dan tak banyak bertanya serta tidak membingungkan atau ruwet. Dan
siapa sangka ketika Enstein tumbuh dewasa ketertarikannya dengan ilmu
Matematika dan Sains sejak masih kecil semakin menggebu-gebu seperti dentuman
massa energi nuklir yang telah ia kemukakan dalam teori relativitas atomnya. Ia
seperti menyimpan bom waktu teori yang meledak juga akhirnya. Semua mengakui
jika ia termasuk ilmuwan mutakhir dalam bidang Sains sepanjang abad, akhirnya.
Ada juga Thomas Alfa Edison, ilmuwan serba bisa atau
lebih kerennya dijuluki manusia 1000 penemuan, super jenius sepanjang abad. Tak
banyak tahu, jika dulu ketika mengalami masa kanak-kanak, tokoh ini mengalami
gangguan dalam pelajaran di sekolah, berfikir cenderung lamban, hanya bebal
oleh kata tanya yang berkecamuk seperti nyamuk dalam otaknya. Gurunya dibuat
tak berdaya. Karena hanya mau belajar Matematika dan Sains saja. Dengan
kerelaan Thomas Alfa Edison kecil dikembalikan lagi oleh pihak sekolah kepada
ibunya, dan mengatakan “anak anda terlalu bodoh untuk belajar disekolah ini.”
Ah ini kalimat penistaan dari pihak sekolah kepada orang tua Alfa. Dengan sabar
dan ulet Thomas Alfa Edison belajar sendiri dirumah dengan asuhan ibunya,
istilah sekarang Home Schoolling,
dengan cinta dan kasih sayang ibunya membesarkan dan mendidik Thomas Alfa
Edison hingga menjadi manusia yang berkategori cerdas, dengan banyak penemuan,
mulai dari bola lampu listrik, mesin penetas telur, telegraf, pena listrik,
baterei alkaline, fonograf, kinetoskop, alat voting elektronik, pengawet buah, proyektor,
dan masih banyak penemuan lainnya, sekitar 1093 penemuan yang telah ia patenkan.
Hingga ia dijuluki manusia 1000 penemuan.
Ah, kau Pram! Kali ini aku harus menuliskan kau lagi,
yang belum sempat ku ketahui sebelumnya. Ternyata dibalik nama besarmu dalam
bidang sastra ada yang menarik dari dirimu. Bukan tentang bagaimana proses kau
menulis yang sudah terakui oleh khalayak ramai dan dunia, tapi tentang kau
dimasa kecil. Kau juga mengalami beberapa kesulitan dalam bersekolah, ketika
bersekolah, 10 tahun kau baru bisa lulus, padahal sebenarnya untuk bisa lulus
sekolah itu hanya cukup 7 tahun saja. Meski tidak menguasai pelajaran
disekolah, kau sudah tertarik dengan dunia tulis-menulis. Seperti apa katamu
dalam nyanyianmu yang bisu bahwa disekolah rangking tidak harus satu, tiga atau
lima sudah cukup bagus. Ah, kau Pram! Kau bahkan juga pernah ditolak oleh
kepala sekolah disekolah IBO karena kebebalanmu. Itulah hidup sebenarnya.
Menjadikan anak didik atau anak kita sendiri untuk selalu menjadi rangking
satu, terdepan, bahkan tiada tanding, hanya akan menambah beban pikiran anak
itu sendiri. Biarkan ia mengalir seperti air. Ia hidup bukan untuk menjalani
persis seperti apa yang telah ditempuh oleh orang tuanya, tapi anak punya hak
dan punya jalan sendiri untuk meraihnya yang terkadang sangat menyimpang jauh
dengan orang tuanya, selagi anak kita bertanggung jawab dan berani membuktikan konsistensi
dirinya dengan sabar dan ulet, bukankah doa dan dorongan yang anak butuhkan?
Dorongan dan doa setiap saat dari orang tua bersifat positif untuk menjadikan
anak-anak kita tumbuh kembang dengan optimis.
Ah, kau Pram! Ternyata kau juga punya keterbatasan dan
kekurangan, seperti manusia lainnya. Seperti masa kanak-kanakmu yang bebal
dalam pelajaran sekolahmu. Meski pada akhirnya kau mampu membuktikan pada dunia
bahwa manusia adalah makhluk yang kuat dan berkebudayaan, manusia bukan barang
lemah seperti gabus, ditelan ombak dan luruh ke pantai.
Bangilan, 6 Pebruari 2017.
Mengenang 92 tahun kelahiran
pengarang besar yang pernah dimiliki Indonesia, Pramoedya Ananta Toer.
*Penulis aktif di Komunitas
Kali Kening Bangilan.
Label: catatan
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda