Belajar Sambil Berenang
Oleh. Rohmat Sholihin*
Peserta didik MI Salafiyah Bangilan sedang asyik berenang.
Foto. Rohmat S.
Untuk mengurangi kejenuhan belajar di dalam kelas,
peserta didik bisa belajar dikolam renang sambil berenang. Tentu mengasyikkan,
bukan? Peserta didik tentu juga sangat senang. Peserta didik bisa tertawa lepas
dan ceria. Dunia anak beda dengan dunia orang dewasa, anak ingin selalu mencari
tempat-tempat yang penuh dengan permainan dan kesenangan untuk membentuk pola
pikir yang tidak mudah tertekan. Sebagai pendidik kurang etis jika memaksa
peserta didik harus menjadi seperti orang dewasa, apalagi seperti dirinya, bukankah
kedewasaan itu merupakan proses kehidupan yang terbentur dengan waktu dan
psikologis. Tidak bisa kedewasaan dibentuk hanya dengan waktu beberapa hari,
tapi setiap waktu. Maka dari itu, biarkan anak belajar dengan senang tanpa
memaksa sedemikian rupa hingga peserta didik kurang menikmati proses
pembelajaran yang berlangsung.
Belajar berenang dalam keceriaan.
foto. Rohmat S.
Anak didik mempunyai banyak keinginan-keinginan yang ada
dalam benaknya sesuai dengan skill yang mereka miliki. Sedangkan pendidik yang
berada dalam lingkungan madrasah ibaratnya adalah orang tua yang mempunyai
tugas menjaga, mendidik, mengarahkan serta melindungi. Pendidik atau guru harus
bisa memberikan suasana yang penuh kebahagiaan serta menyenangkan. Sehingga
anak didik tidak lagi menjadi anak didik yang jenuh dan terpaksa, terpaksa
dalam mengikuti proses pembelajaran yang akhirnya tidak enjoy. Seakan-akan
peserta didik berada dalam penjara. Kaku dan membosankan.
Stasiun kereta api Jatirogo dalam kesunyian tergilas roda zaman.
Foto. Rohmat S.
Kali ini MI Salafiyah Bangilan pada kelas 6, melakukan
kegiatan berenang sambil belajar dalam mata pelajaran Pendidikan Jasmani dalam
materi berenang. Namun kita tidak hanya berenang saja, akan tetapi juga
melakukan kunjungan serta wawancara di salah satu bangunan peninggalan kolonial Belanda yaitu bangunan
stasiun Jatirogo yang masih berdiri megah meski fungsinya sekarang berubah
menjadi warung kopi dan billiard. Peserta didik bisa melihat langsung secara
dekat bentuk bangunan stasiun yang telah lama tidak difungsikan lagi. Relnya
telah hilang, sedikitpun tak ada bekas, hanya tumbuh rumput ilalang dan gundukan tanah yang semakin mengering
dan memerah menyimpan sejarah. Namun, dilihat dari sisi sejarah per-kereta
apian di Indonesia, di daerah kecamatan Bangilan-Jatirogo pernah menjadi
lintasan kereta api jurusan Rembang-Bojonegoro. Sehingga kereta api pernah
menjadi andalan transportasi rakyat ketika sepeda motor, mobil dan bus belum
merebak seperti sekarang ini. Dan kereta api menjadi sumber transportasi
masyarakat yang bisa menghemat sumber daya alam terutama bahan bakar. Efisiensi
bahan bakar pada operasi kereta api, sangat hemat, jika dibandingkan dengan
merebaknya kendaraan-kendaraan bermotor sekarang ini. Hampir tiap rumah
mempunyai kendaraan yang menggunakan bahan bakar, baik premium, solar,
pertamax, dan juga pertalite. Belum lagi pemerintah mengeluarkan subsidi bahan
bakar yang jumlahnya tidak sedikit, hampir beberapa triliun rupiah per tahun. Sehingga
pemerintah sulit melakukan penghematan. Dan cadangan modal negara semakin terus
berkurang. Imbasnya negara akan menambah hutang dan bunganya semakin tinggi.
Stasiun Jatirogo riwayatmu kini.
Foto. Rohmat S.
Beban-beban negara juga menjadi beban rakyat. Rakyat Indonesia
yang hampir 250 juta jiwa harus menjadi tumbal. Melalui pajak dan daya beli
masyarakat yang tinggi, rakyat terbebani. Belum lagi jumlah rakyat miskin yang
semakin bertambah akibat pengangguran karena jumlah lapangan kerja yang sempit.
Negara belum bisa mengelola sumber daya alam yang melimpah ini menjadi barang
komoditas yang bisa bersaing dipasaran internasional. Negara kita hanya menjual
bahan mentah yang harganya juga rendah sedangkan negara maju mengelola bahan
mentah tersebut menjadi barang komoditas yang terakui kualitasnya di pasaran
global. Dan harganya selangit. Negara ketiga seperti Indonesia ini hanya bisa
menjadi negara pasar, lambat laun imbasnya masyarakat kita menjadi masyarakat
konsumtif, bukan menjadi masyarakat produksi. Entah, sampai kapanpun kita cukup
terima dengan status konsumtif. Hanya menjadi negara pengimpor bukan negara
pengekspor.
Kenapa tulisan ini harus mengarah kesini?, sedangkan dari
awal hanya membahas masalah belajar dan berenang. Karena kita adalah bagian
dari negara Indonesia, kita adalah rakyat Indonesia. Permasalahan-permasalahan
Indonesia adalah permasalahan kita juga. Hasil keputusan yang telah ditetapkan
dan disyahkan dari pusat imbasnya pada daerah-daerah juga. Pemerintah harus
terus mulai berbenah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia terutama
masalah anak-anak didik yang menjadi tulang punggung negara besar ini agar
terus dididik dengan semangat serta kurikulum yang benar-benar memadai dan
berkualitas, bukan sistem pendidikan yang hanya bersifat menghegemoni kekuasaan
semata. Seperti misal, pendidikan yang hanya disistem seperti proyek, yaitu
bicara untung dan rugi serta nilai tawar yang bisa mendatangkan untung besar
bagi oknum-oknum tertentu. Bukan pendidikan yang benar-benar bicara tentang
proses. Tapi pendidikan yang bersifat
instan dan keuntungan atau profit.
Kemajuan negara ke depan ibaratnya adalah kemajuan
generasi mudanya. Dan kemajuan negara hampir sama dengan proses belajar
berenang, tertatih-tatih, karagu-raguan, dan bahkan harus melalui proses
tenggelam, bahkan trauma. Meski begitu kita tidak boleh berputus asa, masih
banyak cara untuk maju, untuk berproses, dan terus berusaha dengan semangat
yang tinggi dan terus mencoba tanpa kenal menyerah. Seperti dalam dunia
pendidikan kita. Tidak boleh jika generasi muda mempunyai sifat menyerah, putus
asa, dan tidak mau belajar hanya karena alasan malas. Peserta didik adalah
rohnya pendidikan, sangat ironis jika kita sebagai pendidik tidak memberikan
pelayanan pendidikan yang terbaik bagi peserta didik, baik dalam proses
pengajaran maupun dalam proses kehidupan. Guru harus punya pandangan luas dan
mampu memahami kondisi peserta didik dengan tidak egois. Ajarlah anak didik
dengan baik, dengan proses pengajaran yang menyenangkan serta mampu menjadikan
mereka menjadi anak didik yang tangguh dan mandiri serta mempunyai rasa
solidaritas yang tinggi terhadap keluarga, agama, serta negara. Meski hanya berawal dari hal yang
remeh seperti belajar berenang. Bukankah dalam sebuah hadits yang diriwayatkan
oleh Ad Dailamiy, Rosulullah SAW bersabda :
“Allimuu auladakum al
sibaahata wal rimaayata”
Artinya : “Ajarilah
anak-anakmu berenang dan memanah”
Bangilan, 18 Januari 2017.
*Penulis Guru MI Salafiyah
Bangilan dan anggota Komunitas Literasi Kali Kening.
Label: Madrasah Inspirasi
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda