As dan Gitarnya
As, orang-orang memanggilmu begitu. Mulai usia anak-anak sampai dewasa
tak ada yang tak kenal namamu. Jika kamu lewat dengan menenteng gitar tua,
orang-orang banyak yang tersenyum dan selalu memanggilmu, “ayo nyanyi disini
As!” seperti seseorang yang telah bertemu dengan bintang idola. Histeris, dan
tertawa gembira. Hadirnya As dijalan seperti bisa mengobati gundah, kecewa,
stress, bahkan sakit hati. Ia bagai malaikat kegembiraan yang dikirim ke bumi,
misinya bernyanyi. Tak pernah melihatnya dalam keadaan bersedih atau mengeluh
merasa kurang ini dan kurang itu, padahal secara fisik dan kejiwaan ia
sepertinya menghadapi banyak permasalahan, namun ia mampu bertahan dalam kancah
kehidupan.
Dengan gitar tuamu itu kau sabar menyisir setiap rumah ke rumah,
toko-toko dan juga pasar untuk menyanyikan lagu-lagu dangdut, suaramu dengan
lantang dan percaya diri memecahkan suasana hati yang sedang dirundung duka.
Orang pasti akan tertawa melihat aksi khasmu. Tak dibuat-buat, sudah asli bakat
yang ada dalam dirimu. Tak ada bedanya aksi penyanyi kondang dengan bayaran
tinggi versus As yang hanya minta uang recehan bahkan rokok otekan sekalipun
bahkan tak dibayar juga tak masalah, ia juga masih akan tetap tersenyum.
Senyummu itu As yang khas dan tanpa beban. Tak perduli orang mau berkata
apa, kau tetap cuek dan santai. Gitarmu terus kau petik dan suaramu terus
mengalun. Meski ada beberapa nada yang fals kau tetap bernyanyi dengan penuh
percaya diri. Dengan cara bernyanyi kau seperti menemukan dirimu seutuhnya, kau
bukan As yang dikira oleh banyak orang, terbelakang dan setengah sinting. Kau
terbang seperti penyanyi dangdut papan atas. Dari gayamu mengamen banyak orang
yang suka dan tertarik. Berani beda dan lain dari yang lain, punya ekspresi
kuat, dan fenomenal. Apakah itu sinting? Mungkin. Orang yang punya kemampuan
beda bisa di anggap sinting. Hemm, hatiku kecut. Tapi memang iya.
As, membuat orang bahagia dan bisa tertawa bukanlah hal mudah. Melihat
dari banyak permasalahan yang terus di hadapi dari hari ke hari, setiap orang
pasti mengalami capek, lelah dan stres. Ternyata kau bisa As, hanya bermodal
gitar tua dan suaramu yang percaya diri, banyak orang bisa tertawa
terpingkal-pingkal. Bahkan sekelas dokterpun sanggup kau buat tertawa lepas dan
bahagia. Tahu kan?, membuat tertawa seorang dokter sangatlah sulit, apalagi
tertawa lepas dengan pasiennya, suatu keniscayaan. Meskipun ada, itupun hanya
sebuah tuntutan publik, karena tuntutan pelayanan. Bukankah sama dengan posisi
kau As, memberikan pelayanan hiburan meski remeh-temeh sebagai pengamen
jalanan, tanpa di bayar dengan ketentuan pajak penghasilan sebagai tenaga
professional, tapi kau bisa As, dengan hatimu yang lugu kau bisa menghibur
masyarakat. Ah, tapi kau berada di persimpangan jalan As. Banyak orang tak
menganggapmu sebagai biang penghibur sejati yang paling ikhlas di dunia.
Benar-benar harus menjadi gila untuk bisa menjadi kau, As. Hanya Tuhan yang
bisa menilai hatimu yang terdalam.
Aku sendiri merasa kurang jika setiap sore kau tak bernyanyi di depan
tokoku. Ada kehangatan dalam suaramu yang telah kau rekam dalam sound minimu
yang telah kau modifikasi dengan gitar tuamu, kau tak perlu bersusah payah
terus mengeluarkan suaramu, hanya mengeklik tombol-tombol yang ada pada alat soundmu
itu, dan mengatur volume yang kau inginkan, sungguh kreatif, bahkan orang yang
waras sekalipun tak punya ide begitu. Aku berani bertaruh dengan siapa saja,
pengamen yang mondar-mandir di kampung ini kaulah yang paling kreatif, As.
Menghibur dan berkreasi. Tanpa kenal lelah. Benar-benar pengamen profesional.
Duit yang kau dapatkan lumayan juga. Hampir aku perhatikan setiap rumah
dan toko yang kau datangi banyak yang memberikan minimal Rp 1000, bahkan ada
yang lebih. Aku sendiri jika kau mampir dan bernyanyi di tokoku kukeluarkan
uang Rp 2000 untukmu. Bahkan terkadang bisa lebih dari itu. Karena kau punya
jiwa menghibur dan bukan sekedar mengamen tapi berkreasi dengan lucu dan
original.
“Permisi pak,
assalamualaikum pak, izinkan saya membawakan lagu indah pak, yang berjudul Antaraaaa Cintaaaa Tahtaaaaaa, dan
semoga bisa terhibur.”
“Iya As,
silahkan, aku pasti terhibur,” meski dalam hati aku ingin tertawa dengan
terpingkal-pingkal jika melihat penampilanmu yang luar biasa dan terobsesi
menjadi penyanyi dangdut tersohor. Sayang orang hanya menganggapmu sebagai
orang lucu-lucuan, tak lebih dari itu. Dan suara aslimu yang terekam dalam
soundmu kembali kau bunyikan dengan volume yang kau inginkan. Dengan gaya
khasmu kau seakan-akan memainkan melodi gitar tuamu meski hanya bergaya karena
suara gitar sudah ada dalam melodi karaokenya.
“Luar biasa,
luar biasa, hebat kau As. Hebat.”
“Terima kasih,”
katamu sambil menganggukkan tubuhmu laksana artis ternama, rambut panjangmu
yang terurai semakin membuat orang yang melihatmu pasti terpesona. Senyum
lepasmu kembali terngiang dan berlalu dengan tetap tersenyum tanpa malu-malu.
Aku masih memandangimu tanpa bergeming, dan bayangmu seperti malaikat yang
sengaja di kirim Tuhan untuk selalu menjagamu, melalui malam-malam yang selalu
indah, kau tak punya kesedihan, hanya mungkin gusar jika alat-alatmu untuk
mengamen itu rusak, kau ada dan lahir melebihi harapan setiap manusia normal,
yang mengira lebih pintar, lebih cerdas, lebih manusiawi, dan lebih sehat dari
kau, nyatanya kau lebih unggul dari mereka, kau bisa membuat mereka tersenyum,
meski hanya untuk seribu perak bahkan lima ratus perak, atau tak di beri pun
juga tak masalah, kau tetap terus bernyanyi dengan suaramu yang memang agak
lucu, bukan lucu, tapi memang lucu. Dan orang menikmati suaramu itu.
“Ayo As, nyanyi
lagi As.”
Aku mendengar
banyak orang memintamu untuk memainkan gitar tua dan suaramu.
*Penulis aktif
di Komunitas Literasi Kali Kening Bangilan-Tuban.
Label: cerpen
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda