Pram dan Karya Tulisnya
http://mulpix.com/instagram/sastra_dan_indonesia.html
Oleh. Rohmat Sholihin*
Memahami
pribadi Pram seperti memahami kata-kata dan kalimat-kalimat yang ada dalam
setiap buku-buku karyanya. Meledak-ledak emosinya dan penuh intrik. Jika
karyanya dinilai ibarat masakan, pedas tak terkira. Namun ada juga sisi
kelembutan yang hangat disetiap menampilkan tokoh utamanya misalkan tokoh
Minke, seorang pejuang yang dingin memainkan penanya untuk melawan terhadap
ketimpangan hidup disekitarnya. Ketidakadilan dan penindasan terhadap anak
bangsa yang telah lama hidup dalam belenggu keterjajahan. Anak pribumi yang
selalu menjadi jongos di rumahnya sendiri, menjadi bulan-bulanan sistem
penjajah yang telah rapat mengurung corak berfikirnya, tak ada ruang sedikitpun
untuk kebebasan sekalipun hanya untuk bernafas. Penjajahan, menguasai orang
yang lemah, tak ada nyali untuk melawan penguasa bahkan sekali melawan, nyali
telah diratakan dan dibumi hanguskan. Menjajah bukan hanya persoalan membunuh
dan dibunuh tapi menjajah lebih dari itu, mengeruk harta sumber daya alam
seenaknya juga bagian dari jiwa-jiwa menjajah. Memperlakukan orang-orang lemah
seperti jongos juga bagian dari menjajah. Melestarikan budaya feodal juga
bagian dari menjajah. Bahkan orang-orang tak boleh pintar juga bagian dari
menjajah.
Kapitalisme
melahirkan Kolonialisme. Dari mengumpulkan modal melalui penghisapan keringat
para pekerja, tumbuhlah kesuburan modal kapitalisme. Rakyat kecil punya apa?
Tak punya apa-apa, hanya punya keyakinan dalam hati bahwa esok hanya memikirkan
bagaimana cara untuk makan bagi keluarganya. Tak punya cukup uang untuk
ditabung di bank atau di bawah bantal. Uang yang telah dimiliki oleh para
pekerja hanya akan berputar untuk membeli produk-produk dari kapitalisme yang
telah ia buat sendiri. Dipabrik-pabrik barang-barang itu telah ia buat tapi
gaji yang ia dapati tak sebanding dengan harga barang-barang tersebut. Membelinyapun
bahkan harus dengan menyicil atau kredit, ada profit lagi yang harus diterima
di kantong kapitalisme melalui bank. Kapitalisme bisa menjadi produsen juga
bisa menjadi konsumen.
Pram
menggambarkan dialektika realis sosialisme dalam karyanya dengan apik dan
perlahan-lahan pula. Seperti kisah Perburuan,
menggambarkan betapa menderitanya kehidupan waktu itu. Banyak orang-orang
pribumi yang harus merelakan waktunya untuk tidur di bawah kolong jembatan
akibat dari sistem sosial yang telah diberangus oleh sistem kolonialisme.
Sistem sosial kita diporak-porandakan, kriminal meningkat dan orang
terlunta-lunta mencari peraduan hidup damai dibuminya sendiri yang telah
dirampas secara paksa. Semua itu bukan kesalahan dari sistem kolonialesme saja
tapi karena kebiasaan dan budaya kita sendiri yang terkadang membenarkan sistem
feodalisme. Ada pembedaan-pembedaan dari sistem sosial kita, dimana kelas-kelas
sosial kita dibuat seperti terkotak-kotak, ada kelas penguasa, ada kelas tuan
tanah, ada kelas ningrat dan juga ada kelas kere
atau rakyat jelata yang tak punya apa-apa.
Seharusnya itu mulai dihindarkan, sebab dimata Tuhan bahwa manusia
adalah sama, yang membedakan adalah tingkat ketaqwaan dan keimanan seseorang
itu sendiri, meski ia lahir dan dibesarkan dilingkungan budak sekalipun jika ia
mempunyai tingkat ketaqwaan dan keimanan yang tinggi ia akan mempunyai derajat
yang tinggi pula. Namun, pada kenyataannya realitas itu sulit ditemukan dalam
kehidupan bermasyarakat kecuali pada zaman nabi Muhammad dan para
sahabat-sahabatnya. Nabi Muhammad menggunakan sistem dakwah yang sangat hebat,
yaitu tidak pernah membeda-bedakan status sosial personalnya. Sehingga lambat
laun ajaran yang disampaikan dapat diterima oleh segala kalangan baik dari
kalangan budak, kalangan bangsawan, kalangan pedagang, dan tentu saja kaum
perempuan. Banyak juga sahabat-sahabat nabi Muhammad yang hidup tertindas. Namun
nabi Muhammad tidak pernah lelah terus memberikan semangat dan pertolongan pada
kaumnya.
Karya
Pram juga hampir semua menyuarakan pembelaan terhadap ketimpangan sosial,
ketertindasan sistem sosial yang banyak ia angkat ke permukaan agar bisa
menjadi kajian anak bangsa secara kritis tanpa harus bermusuhan. Karena memang
bukan untuk dimusuhi tapi untuk dikaji pemikiran-pemikiran yang lahir dalam
bentuk tulisan-tulisan yang berguna bagi perkembangan khasanah literasi untuk
masa depan anak bangsa sebagai bahan rujukan dan referensi keilmuan. Meski ia
sendiri harus berdarah-darah dalam penjara kurang lebih 14 tahun oleh rezim
penguasa yang sebenarnyapun tak berpengaruh dalam kekuasaannya. Banyak fitnah
yang bertubi-tubi mulai dari komunis, makar, hanya untuk mengkerdilkan nyali
pemikirannya yang brilian. Buktinya tidak terbukti. Pengarang tidak untuk
diklaim salah dari hasil karangannya, tapi perlu untuk diberi kesempatan
bersuara dengan penjelasan-penjelasan yang berdasarkan data-data yang telah
diambil sebagai bahan penelitiannya. Seperti contoh karya Pramoedya dalam Arus
Balik yang kontoversial itu, banyak orang beradu argumentasi tentang hasil
tulisannya itu. Boleh saja, karena seribu alasan bisa saja kemungkinan terjadi.
Ada yang mengatakan Pramoedya ngawur dengan berdasarkan ketidaksetujuannya menggambarkan
tentang tokoh Sunan Kalijaga yang tidak sesuai gambaran aslinya, ada yang
mengatakan hasil rekaannya saja, bahkan ada yang mengatakan bahwa itu hasil
pergolakan batinnya yang terlalu lama dalam penjara sehingga Pram banyak memahami
tentang ilmu kebatinan, ada yang mengatakan ini adalah karya semacam epos sejarah, dan
tentu saja masih banyak kemungkinan-kemungkinan yang terus bisa saja terjadi. Karena
menurut Pram sendiri bahwa menulis adalah suatu keberanian. Karena ketika
tulisan dimunculkan dalam karya dan dibaca oleh banyak kalangan dalam situasi
apapun kemungkinan bisa saja terjadi kritik dan cercaan yang kita terima. Tapi kita
harus kuat, karena tulisan yang telah kita tulis ibaratnya perut kita merasa
mual dan berhasil dimuntahkan, lega kan! Tak harus dengan cara kekerasan untuk
mengadili hasil karya seseorang. Beda boleh tapi harus juga dibuktikan dengan
karya yang tidak boleh kalah dengan yang diadili, jangan hanya bisa mengkritik
saja karena tak jauh beda dengan omong kosong belaka.
Kita
telah banyak diajari Pram bagaimana memposisikan diri kita sebagai pengarang
dan penulis. Meski kita bukan penulis kondang seperti beliau. Tapi agar kita
punya dukungan moril serta kepercayaan bahwa untuk menjadi penulis setidaknya
punya modal idealis untuk berani menyuarakan ide dan gagasan. Menulis tidak
rugi, menulis membuat kita sebagai seorang ksatria karena dalam menulis
sebenarnya upaya pembelaan terhadap dirinya sendiri dan orang lain, tak salah
jika Pram mengatakan bahwa menulis adalah tugas nasional. Bukan berarti semua
orang harus menjadi penulis, ya setidaknya banyak orang yang secara tidak sadar
selalu berhubungan dengan menulis meski hanya menullis dalam nota atau karcis
pasar sekalipun atau menulis surat untuk kekasihnya, yang jelas tulisan, sekali
lagi, tulisan adalah sarana untuk memberi pengertian bahwa tulisan adalah
penting. Maka dari itu tulisan ada untuk dibaca bukan dihancurkan, jika tak
suka buang saja ke tong sampah tapi jangan dibakar. Selamat menulis!.
*Penulis anggota Komunitas Kali
Kening Bangilan-Tuban.
Label: catatan khusus
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda