Kamis, 08 Desember 2016

Masalah Lingkungan, Masalah Dunia

Google.com

Oleh. Rohmat Sholihin*

            Kabar duka kembali menyelimuti Provinsi Aceh, gempa berkekuatan 6,5 SR kembali menerjang Aceh. Pasca tsunami akhir Desember 2004 yang mengorbankan hampir puluhan ribu orang yang tinggal di Aceh dan Sumatera Utara. Ribuan orang kehilangan tempat tinggal, puluhan infrastruktur hancur total. Puluhan ribu orang mengungsi mencari tempat aman. Belum lagi pemulihan trauma psikis masyarakat juga membutuhkan waktu. Belum lagi yang tidak diketemukan, hilang entah kemana, atau banyak mayat-mayat bergelimpangan tak terdeteksi identitasnya. Pulau itu bagaikan pulau hantu yang masyarakatnya tercekam oleh amuk bencana alam. Apa yang harus kita lakukan jika alam sudah murka?, memang bencana alam terjadi adalah faktor alam yang tidak seimbang dan sulit diprediksi, karena beberapa faktor yang terjadi bisa karena pergeseran lempeng bumi atau juga bisa terjadi akibat ulah tangan manusia. Faktor manusia inilah juga perlu mendapatkan sorotan dari seluruh aspek yang ada.
            Ketika manusia baru memasuki abad industri, abad ke-19, ilmuwan yang tergila-gila pada rasionalisme dan sekularisme, menganggap bumi sebagai sebuah entitas yang mati. Bumi hanya sekedar hamparan tanah, bebatuan, karang, dan air yang bisa dieksploitasi sekehendak manusia. Tidak heran kemudian manusia mengeksploitasi bumi dengan semena-mena tak hanya di darat, tapi juga di laut dan udara. Bahkan sampai akhir abad ke-20 yang baru saja kita tinggalkan, masih banyak manusia menganggap bumi sebagai entitas yang mati. Orang berfikir, bumi bisa diperlakukan apa saja tanpa ada perlawanan.
            Salah satu kekejaman manusia yang tak terkira pada bumi adalah peledakan bom atom. Setelah peledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki oleh Sekutu kelompok negara yang mengaku paling maju dan concern dengan perdamaian di bumi, pada tahun 1945 yang membunuh ratusan ribu manusia, orang-orang masih terus mengembangkan senjata dahsyat tersebut dengan melakukan percobaan di permukaan, di atas (atmosfir) dan di dalam bumi. Sebuah percobaan nuklir di atol Mururoa oleh Perancis (1995) misalnya, yang kekuatannya ribuan kali dari bom atom yang diledakkan di Hiroshima, telah membuat bumi bergetar amat hebat dan akibatnya menggeser garis edar bumi terhadap matahari. Akibatnya, posisi garis edar bumi terhadap matahari berubah dan jarak bumi dengan matahari makin dekat.[1]
            Posisi inilah yang kita khawatirkan bersama, bahkan menjadi masalah dunia. Karena imbasnya juga akan dirasakan oleh masyarakat dunia. Jika jarak bumi dengan matahari semakin dekat seluruh bumi suhunya akan meningkat, dan masa depan kehidupan di bumi semakin membahayakan. Lapisan es yang berada di daerah kutub akan mencair dan air laut akan meningkat yang dikhawatirkan terjadi banjir bandang karena air laut meluap, sejarah akan terulang lagi, yaitu pada peristiwa banjir bandang di zaman nabi Nuh bahkan akan lebih dahsyat lagi. Akibat lapisan es di daerah kutub yang mencair, air laut tak lagi asin berapa kerugian lagi yang kita rasakan?, banyak satwa laut terutama ikan akan banyak yang mati karena kandungan garam menjadi sedikit.
            Di sisi lain pergeseran rotasi bumi berakibat seperti ban mobil yang oleng. Makin lama, olengnya makin besar. Apa yang terjadi jika olengnya makin besar? Gaya sentripetal dan sentrifugal bumi yang mengelilingi matahari tidak seimbang. Bumi akan terjatuh ke matahari karena gaya gravitasi matahari lebih besar.[2] Ada teori yang disampaikan oleh guru mengaji di surau waktu aku masih kecil, nanti jika mendekati hari kiamat jarak bumi dengan matahari makin dekat bahkan jarak dekatnya tak tanggung-tanggung hanya seukuran satu tangan orang dewasa. Aku tak bisa membayangkan jika bumi dengan matahari hanya berjarak begitu dekatnya. Bisa dipastikan bumi berjarak dengan matahari puluhan kilo saja bumi akan panas dan hancur. Kehidupan di bumi sudah punah karena tak ada makhluk hidup di bumi yang bisa bertahan terhadap panas matahari dengan jarak yang begitu dekatnya. The End of The world. Hanya Allah yang tahu. Masalah kapan terjadinya kiamat tak ada yang tahu kapan terjadinya, malaikatpun tak tahu, manusia hanya tahu dari tanda-tandanya saja.
            Dan ironisnya bumi yang makin panas ini makin bertambah panas lagi karena atmosfir bumi dipenuhi gas-gas rumah kaca (green house effect), terutama karbon dioksida sisa kendaraan bermotor yang memakai bahan bakar minyak (BBM). Tiap hari ribuan ton karbon dioksida memenuhi atmosfir. Tak hanya itu, asap kendaraan bermotor dan pabrik juga mengeluarkan gas nitrogen oksida dan belerang oksida. Kedua gas ini jika terkena air hujan akan bereaksi menjadi asam nitrat dan sulfat. Hujan asam akibat gas-gas tersebut telah mengakibatkan banyak hutan meranggas di Eropa dan Amerika, banyak danau-danau yang airnya beracun karena konsentrasi asamnya tinggi. Di Amerika, misalnya, berdasarkan laporan USA Today beberapa hari lalu, pada dekade 1990-an, ratusan danau airnya beracun karena kadar asamnya sangat tinggi. Ikan-ikan dan biota yang hidup di danau pun mati.
            Bagi negara yang tumpuan hidupnya masih pada pertanian seperti Indonesia, hujan asam adalah bencana besar. Lahan-lahan pertanian yang subur bisa menjadi kritis karena unsur haranya larut dalam asam. Menurunnya hasil produksi di lahan-lahan pertanian dekat perkotaan di Indonesia, bisa jadi karena pengaruh hujan asam tersebut karena unsur-unsur hara tanahnya hilang terlarut dalam asam. Jika pemakaian BBM terus meningkat tanpa ada terobosan untuk mencari bahan bakar alternatif yang tak mengeluarkan nitrogen oksida dan sulfur oksida, bukan tidak mungkin kelak, tanah-tanah yang subur di Indonesia akan menjadi lahan kritis yang tak bisa ditanami apa-apa kecuali gulma dan ilalang.
            Bumi tak hanya “sakit” di permukaannya. Selubung penyelamat penghuni bumi yang berada di atmosfir, yaitu lapisan ozon yang menahan sinar ultra violet yang berbahaya, kini terkoyak. Lapisan ozon itu rusak karena manusia menyebarkan CFCs ke atmosfir. Atom kalor yang ada pada gas ini bersifat sebagai katalisator yang merusak lapisan ozon tersebut.[3] Ini bukan hanya persoalan yang harus ditanggung oleh beberapa orang atau negara tapi menjadi permasalahan bagi kita semua. Masalah ini masalah bencana alam, kerusakan dari alam meski ada beberapa faktor dari ulah manusianya sendiri. Alam telah memberikan peringatan melalui bencana yang telah ditimbulkannya agar manusia lebih berhati-hati dalam melakukan alam, marilah kita sama-sama menjaganya, memperhatikannya, merawatnya dengan kaidah-kaidah yang seimbang. Memang alam ini ada adalah untuk manusia tapi juga harus bertanggung jawab untuk menjaganya sebagai amanat dari Allah untuk manusia bahwa manusia di angkat oleh Allah untuk menjadi kholifah di muka bumi bukan menimbulkan kerusakan-kerusakan tapi untuk berbuat kebajikan-kebajikan terhadap yang lain termasuk menjaga kelestarian lingkungan alam.
            Kita harus bersatu padu untuk membangun kelestarian lingkungan mulai dari sekarang. Isu ini bukan isu politik tapi menjadi isu bersama bahkan menjadi isu dunia yang harus segera kita galakkan. Banyak manusia yang hidup di suatu daerah yang mengalami musibah bencana alam, seperti yang saya jelaskan di atas, yaitu bencana alam gempa bumi di Aceh dengan kekuatan 6,5 SR. Dan bencana-bencan alam yang terjadi pada belahan negara lainnya. Semoga kita sebagai manusia agar lebih berhati-hati lagi dalam mengeksploitasi alam yang sudah tua ini karena hampir manusia 6 milyar yang hidup di bumi sebagai taruhannya dan mari kita galakkan program melestarikan alam, karena masalah lingkungan adalah masalah dunia.

*Penulis anggota Komunitas Kali Kening Bangilan-Tuban.
           




[1] Prof. Dr. Hadi  S. Ali Kodra dan Drs. Syaukani HR, MM, Bumi Makin Panas Banjir Makin Luas Menyibak Tragedi Kehancuran Hutan (Bandung:Penerbit Nuansa, 2004), hal. 207-208.
[2] Prof. Dr. Hadi  S. Ali Kodra dan Drs. Syaukani HR, MM, Bumi Makin Panas Banjir Makin Luas Menyibak Tragedi Kehancuran Hutan (Bandung:Penerbit Nuansa, 2004), hal. 208.

[3] [3] Prof. Dr. Hadi  S. Ali Kodra dan Drs. Syaukani HR, MM, Bumi Makin Panas Banjir Makin Luas Menyibak Tragedi Kehancuran Hutan (Bandung:Penerbit Nuansa, 2004), hal. 209.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda