Pram Dan Penjara
http://www.cnnindonesia.com/hiburan/20160430002028-241-127685/pesan-dalam-sepatu-kabar-pramoedya-untuk-dunia/
Oleh.
Rohmat Sholihin*
Tiada kata jera meski penjara memberangus pikiran Pram.
Manusia bukanlah seonggok gabus yang hilang ditelan ombak pantai, manusia
bagaimanapun rupa dan bentuknya ia tetap manusia, dengan hatinya ia masih bisa
bersuara dan melawan meski segala keterbatasan telah dilumpuhkan. Karena
sejarah dan manusia adalah saudara dan sulit dipisahkan. Manusia tanpa sejarah
tak ubahnya seperti tikus got yang hanya sibuk mencari makan, kawin, lalu mati.
Manusia yang membangun sejarah akan melahirkan peradaban, dan dunia tanpa
peradaban akan seperti dunia tanpa busana, telanjang, seperti manusia purba tak
ubahnya hidup seperti hewan. Manusia punya fase-fase perkembangan, baik fisik
dan juga kebudayaannya. Menusialah yang mengisi dan menorehkan sejarah untuk
peradaban. Sedangkan bukti peradaban manusia adalah pemikiran, karya tulis,
bahasa, bangunan, dan juga tradisi.
Dari balik jeruji penjara, Pram tak ada niat sejengkalpun
untuk berkata berhenti dari menulis. Bahkan suara dalam tulisan Pram makin
menggila, dan berkobar-kobar, membakar jiwa. Seperti syair dari pengagumnya,
Linda Tria Sumarno,
Bacalah…
Dan bakarlah
Semangatmu…
Bacalah…
Dan bakarlah
Kesombonganmu…
Bacalah…
Dan bakarlah
Ketidakadilan...
Budaya membaca untuk
menumbuhkan budaya menulis…
Pram
takkan tinggal diam dan berpangku tangan meski dalam jeruji penjara.
Ketidakadilan harus terus dilawan dan keadilan harus terus ditegakkan. Meski
lewat tulisan dan buku-buku karyanya, Pram selalu mencoba berteriak meski
hatinya terpasung oleh penjara. Penjara terlalu kecil bagi jiwanya yang besar.
Penjara hanya membatasi tubuhnya tapi pikirannya telah menyeruak kemana-mana,
bergentayangan seperti hantu-hantu yang penasaran terhadap pembebasan dan
kemerdekaan. Seperti Nyanyi Sunyi Seorang
Bisu, salah satu bukti bahwa dirinya telah berada di pulau pembuangan Pulau
Buru, Maluku. Ditempat itu ada banyak orang-orang yang terasing dari sistem
sosialnya dan melakukan aktivitas hidup yang terisolasi dan serba terbatas. Tak
tahu dan jauh dari sentuhan keluarganya, dari masyarakatnya, dan juga dari
tradisi-tradisinya, mereka harus kuat bertahan dengan keadaan apapun meski
dalam situasi pembuangan, bahwa kita masih diberi kesempatan hidup dan bernafas
merupakan anugerah terindah dari sang pencipta. Banyak juga cara untuk kuat
bertahan dalam pembuangan dan sakit hati dalam bentuk kekecewaaan. Pram mencoba
bertahan dengan caranya sendiri untuk kuat bertahan mendekam dalam jeruji
penjara, yaitu dengan cara mengosongkan pikirannya dari beban-beban pikiran
yang masih mendekam dalam otaknya ketika hendak beristirahat, tubuhnya
ditelentangkan pada bale atau lantai, pikirannya dibiarkan kosong, dalam ritmik
tertentu menarik nafas lalu dihembuskan perlahan, tak jauh beda dengan
meditasi, tak usah takut, semua permasalahan pasti akan berlalu dengan
sendirinya, cara itu dilakukan berulang-ulang agar udara oksigen dalam otak
mampu terpenuhi. Dan ketika tidur, beban-beban itupun berlalu. Tak ayal, meski
dalam pembuangan dan tekanan dari kekuasaan, Pram melahirkan tetralogi Buru
yang sangat fantastik, Bumi Manusia, Anak
Semua Bangsa, Jejak Langkah, Rumah Kaca, dan masih ada lagi catatan-catatan
khusus seperti Nyanyi Sunyi Seorang Bisu
1, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu 2, Perawan Remaja Dalam Cengkeraman Militer.
Nasib-sebagai orang buangan memang sangat tragis. Dalam buku Perawan Remaja Dalam Cengkeraman Militer
mengisahkan betapa kejamnya seorang manusia dalam memperlakukan seorang
manusia. Bahkan melebihi binatang sekalipun. Manusia yang punya harga diri
dipaksa untuk menghilangkan harga dirinya, kebusukan dan kebejatan manusia melebihi
batas-batas kewajaran sebagai anak manusia, manusia dihempaskan dalam lumpur
kenistaan oleh manusia, manusia dihabisi juga oleh manusia, manusia dibelenggu
juga oleh manusia, manusia menjadi entitas tertinggi terhadap manusia. Manusia
yang hidup dimuka bumi ini melebihi kekuasaan Tuhan, mengatur, memerintah,
menyiksa, dan membunuh bisa saja terjadi terhadap manusia. Membahas sisi
manusia tak kan pernah usai. Selalu berkesinambungan sepanjang masa. Dan
kembali pada sisi sejarah bahwa anak manusia tak bisa terlepas dari sejarah
meski kecenderungan akan terulang kembali.
Seperti Pram, keluar masuk penjara
hanya karena bekerja untuk keabadian, menulis permasalahan demi permasalahan
disekitar kita. Apa yang ia lihat, apa yang ia dengar dan apa yang ia rasakan
hampir komplit terekam dalam memori Pram dan kemudian lahirlah tulisan. Seperti
Gadis Pantai dengan kritis ia ingin
menghilangkan tradisi feodalisme Jawa yang masih kental hubungan antara priyayi
dengan kelas bawah yang terjadi tidak wajar. Ada sekat hubungan kedua kelas
ini, bahkan berlaku bagi hubungan suami-istri, dimana perbedaan kelas terjadi
antara suami yang priyayi dan si istri yang kelas bawah dari masyarakat miskin
pantai. Hubungan yang kaku dan kurang pantas disebut sebagai manusia yang sama
dihadapan Tuhan. Ketika si suami sudah puas dengan perempuannya, bahkan sudah
keluar anak keturunannya, tak perduli, kita memang beda kelas, pergi saja, dan
kembali ke habitatmu pada kelas rendahan didaerah pantai, bahkan anak
keturunannya sedikitpun tak boleh ia jamah, meski dengan susah payah gadis lugu
itu melahirkan anak dari rahimnya sendiri sebagai darah daging yang telah
menyatu. Benar tidaknya tulisan yang telah digagas Pram, kita semua
bertanya-tanya, banyak penilaian yang keluar sebagai kritik sastra, Pram
sungguh terlalu dalam menciptakan tokoh antagonis, seorang tokoh Bendoro yang paham betul dengan agama
melakukan perbuatan yang tidak manusiawi, yaitu memperlakukan perempuan
istrinya sendiri seperti orang lain, bahkan dengan tega mengusirnya dari rumah
ketika semua keinginan tuan Bendoro terpenuhi, tentu saja kebutuhan nafsu seks
dari gadis lugu yang belum tahu apa-apa. Dan boleh saja para pembaca mempunyai
penafsiran yang berbeda-beda melalui kritik sastra dari sudut pandang yang
berbeda-beda pula. Karena sebuah sastra lahir atau ditulis oleh seseorang bukan
untuk gagah-gagahan tapi sedikitnya ada dan terjadi pada alam nyata, meski pada
dasarnya seorang pengaranglah yang pandai atau tidaknya meracik bumbu-bumbu
dalam tulisannya, sehingga tulisan itu terkesan hidup untuk berbicara mewakili
kenyataan yang sebenarnya pada masyarakat luas. Bukankah feodalisme Jawa sudah
ada sejak tumbuh kerajaan-kerajaan di tanah Jawa? Dan budaya Patrial masih
mendominasi kuat diatas kaum Matrial. Disinilah kejelian Pram dalam
menggambarkan ketimpangan kebiasaan hubungan dua kubu anatara laki-laki dan
perempuan. Apakah selamanya kaum perempuan menjadi tertindas atas laki-laki?,
apakah selamanya kaum perempuan menjadi sumber eksploitasi oleh kaum laki-laki?
Inilah yang harus kita sikapi bahwa kesetaraan gender itu penting, meski ada
juga batas-batasnya. Bolehlah tokoh antagonis Tuan Bendoro dalam Gadis
Pantai yang ditulis oleh Pram itu kebablasan, tapi setidaknya itulah
gambaran sejarah tradisi Jawa yang terus melakukan evolusi dari hari ke hari agar
tidak kembali pada tradisi yang kaku yaitu priyayi centris.
Pram akhirnya juga mengakui bahwa
ketragisan hidup dalam penjara ke penjara ada hikmah dibalik itu semua, yaitu
Pram punya kesempatan dan waktu lebih banyak dalam menulis dan membaca
buku-bukunya, meski kebiasaannya menulis sempat juga dipaksa untuk berhenti,
tapi menulis tidak harus diatas kertas putih, bisa juga dimedia-media lain yang
bisa digunakan unruk menulis, menulis, dan menulis. Lahirlah tulisan dalam
cangkang telur-telur ayam piaraannya dipulau Buru, didinding-dinding,
dibatu-batu bahkan menulis dalam pikirannya sendiri, terekam cekam dalam
kegusarannya sendiri, dan sendirian ia bagai orang marah dan haus akan
kemerdekaan sebagaimana orang normal pada umumnya. Kebebasan, makhluk yang harus
ia perjuangkan mati-matian dengan berbagai tulisan. Penjara tak kan bisa
membunuh dan memberangus ide dan pemikiran Pram. Selama penderitaan datang dari
manusia, dia bukan bencana alam, dia pun pasti bisa dilawan oleh manusia.
*Penulis
anggota Komunitas Kali Kening Bangilan-Tuban.
Label: catatan khusus
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda