Kamis, 18 Mei 2017

Pembinaan Aparatur Sipil Negara Di Lingkungan Kantor Kemenag Kabupaten Tuban Bersama Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. Drs. H. Syamsul Bahri, M.Pd.I


Oleh. Rohmat Sholihin*


https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10209095785727800&set=pcb.10209095791767951&type=3&theater
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. Bapak Drs. H. Syamsul Bahri, M.Pd.I memberikan pembinaan di  Lingkungan Kementerian Agama Kabupaten Tuban di Pendopo Krido Manunggal Kabupaten Tuban. (18/5/2017)

            Ada beberapa hal yang menarik dan perlu di garis bawahi sebagai bahan perenungan untuk kehidupan yang lebih bermakna dari sambutan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, Bapak Drs. H. Syamsul Bahri, M.Pd.I di Pendopo Kabupaten Tuban pada hari Kamis/18/Mei/2017, pukul 09.00 WIB di lingkungan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tuban. Hampir semua undangan yang hadir terkesima dengan “the power of oration” yang menggebu-gebu, menggelora, menghentak seluruh ruangan pendopo yang bergaya terbuka itu, bernada marah namun tetap sejuk dengan tidak meninggalkan rasa humornya yang tinggi. Semua hadirin seakan-akan diajak jalan-jelan menaiki tempat yang tinggi, terjal, indah, namun juga terkadang harus tertunduk haru ketika kita harus dipaparkan kisah haru yang menyentuh kalbu. Emosi kita teraduk-aduk oleh gaya orasi yang baik dari orang nomor satu di lingkungan Kantor Wilayah Kemeterian Agama Provinsi Jawa Timur itu.
Jangan Pernah Menghardik Anak Yatim
            Pada saat semua peserta tertawa lepas dengan guyonan-guyonan yang dilontarkan oleh sang pembicara, tiba-tiba seisi ruangan terdiam, terkesima, oleh orasi yang tegas dan bernada keras namun kita tidak merasa sedikitpun tersinggung, kita seperti anak yang telah dimarahi oleh sang ayah, justru kita merasa tertantang dan termotivasi untuk segera merubah kekurangan-kekurangan yang masih hinggap pada diri ini. Kita merasa telah di ingatkan oleh petuah-petuah hidup yang kaya akan makna. Bahwa hidup didunia ini hanya sebentar dan akan ada lagi kehidupan yang lebih lama yaitu kehidupan di akhirat. Maka dari itu janganlah sekali-kali bersifat kikir, pelit atau mementingkan diri sendiri apalagi sampai berani menghardik anak yatim. Ketika ada kasus yang sangat memalukan terjadi pada lingkungan lembaga pendidikan Madrasah Tsanawiyah Negeri di kota tertentu. Bahwa ada satu peserta didik yang telah dikeluarkan dari madrasah karena tak mampu membayar ujian. Peserta didik itu adalah anak yatim, dimana keluarganya hidup serba kekurangan karena sang ayah telah meninggal. Kasus ini yang membuat marah dan berteriak lantang, ada rasa ketidakadilan terhadap anak yatim di lembaga pendidikan dalam naungan agama Islam yaitu Madrasah Tsanawiyah Negeri tersebut. Anak yatim yang seharusnya dibantu, diperlakukan dengan baik, dilayani dengan prima, ternyata hanya karena tidak mampu untuk melunasi kekurangan biaya sekolahnya, ia harus dikeluarkan dan siap tidak mengikuti ujian. Kasus inilah yang dinilai persis dengan mendustakan agama, bahwa Islam yang telah mengajarkan agar menghormati anak yatim, melindungi anak yatim, membantu anak yatim ternyata hanya manis dibibir saja. Hampir tak ada niat dalam hati mereka untuk membantunya. Bahkan pihak lembaga dengan tega akan mengeluarkan anak yatim yang tak mampu membayar tersebut dari lembaga pendidikan. Dimana hati nurani mereka sebagai manusia yang telah memeluk Islam sebagai agama yang paling sempurna?, bahwa hidup adalah untuk saling membantu antar sesama yang mengalami kekurangan, bukan hidup yang penuh dengan nilai-nilai materialistik dan kapitalistik. Dimana nilai-nilai ke-Islaman mereka dalam proses pendidikan Islam jika prakteknya nol? Mudah jika hanya bisa mengucapkan saja namun tak ada niat untuk mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan bukan hanya bersifat teori saja, pendidikan adalah proses pendewasaan sikap manusia agar ia mempunyai rasa yang benar-benar manusiawi. Berbagi dengan sesama, terhadap orang-orang yang hidup dalam kekurangan, termasuk anak yatim. Buanglah sifat kikir karena hanya akan membuat manusia itu hidup individualis dan egois. Seperti kalimat yang telah diucapkan oleh Presiden Soekarno bahwa Tuhan berada dalam gubuk si miskin. Kalimat ini jelas mengartikan bahwa manusia yang hidup serba kecukupan tidak boleh egois dan hidup memikirkan diri sendiri tapi harus perduli terhadap orang-orang fakir miskin yang membutuhkan uluran tangan kita.
Allah SWT berfirman, "Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim." (QS. Al-Ma'un:1-2)
Satu masalah sosial yang ada dalam sebuah masyarakat terkait dengan keberadaan anak-anak yatim yang kehilangan orang yang melindungi dan bertanggung jawab atas mereka. Anak-anak yatim ini biasanya kekurangan kasih sayang dan bila ini tidak ditutupi, maka mereka akan menjadi anak yang tidak sehat secara psikis dan dalam banyak kasus menjadi orang yang hatinya keras bahkan berbahaya. Anak-anak seperti ini pada akhirnya bukan saja telah kehilangan kebahagiaan, tapi akan menjadi masalah bagi masyarakat. Al-Quran memperingatkan orang-orang yang tidak memperhatikan perasaan manusia dan tidak peduli dengan anak-anak yatim.
Dalam surat Al-Ma'un, Allah SWT menggunakan gaya bahasa yang keras terhadap orang-orang yang menghardik anak yatim dan menyebut mereka sebagai pendusta agama di Hari Kiamat. Pada dasarnya, dari pentakbiran Al-Quran ini dapat dipahami bahwa prinsip kebenaran agama bukan mengucapkan sesuatu, tapi hakikat iman itu adalah perubahan dalam diri manusia yang kemudian mengajaknya untuk berbuat kebaikan. Dengan demikian, seseorang yang menghardik anak yatim itu sejatinya tidak ada hakikat iman dalam dirinya, bahkan Allah SWT menyebut orang seperti itu dengan pendusta agama.
Mengenai anak-anak yatim, ada poin penting lain yang menjadi sorotan dalam surat Al-Ma'un ini, dimana Allah SWT dalam surat ini mengajak manusia untuk memperhatikan sisi kejiwaan manusia dan bagaimana bersikap secara baik dengan anak yatim. Karena masalah dan kesulitan yang dihadapi anak yatim adalah kehilangan kasih sayang dan makanan ruh, sementara gizi dan makanan materinya berada pada tahapan selanjutnya.
Dalam surat Ad-Dhuha, Allah SWT setelah menyebut Nabi Muhammad SAW sebagai anak yatim sejak kecil dan memerintahkan, "Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang."
Allah SWT juga dalam surat Al-Fajr ketika menyebut karakter manusia yang tidak baik, maka yang disebutkan paling pertama adalah tidak memuliakan anak yatim. "Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim."
Mencermati ayat ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa Allah SWT meminta kita untuk menghormati anak yatim. Karena di balik penghormatan ini juga tersimpan perbuatan baik dan juga memberi makan mereka, termasuk masalah materi dan ekonomi mereka. Dalam masyarakat modern saat ini, umat Islam tidak boleh merasa cukup dengan aksi individu, tapi perlu memobilisasi potensi yang dimiliki umat Islam untuk menciptakan anak-anak yatim ini sebagai manusia yang layak bagi masyarakat lewat program yang dibuat dengan baik, baik untuk sektor ekonomi, budaya maupun pendidikan.[1] Sehingga anak yatim akan tumbuh kembang menjadi manusia yang mulia.
Etos Kerja dan Integritas
            Sebagai Aparatur Sipil Negara, kita semua harus mempunyai etos kerja yang tinggi dan kuat. Kita merasa punya tanggung jawab terhadap beban kerja dan tugas negara sebagai pelayan masyarakat menuju kemajuan bangsa. Sebagai pendidik kita harus siap mendidik anak didik dengan baik, dengan tanggung jawab yang tinggi pula siap mengantarkan peserta didik mampu meraih cita-cita tinggi yang telah diidam-idamkannya. Menjadi Aparatur Sipil Negara dilarang keras melakukan tindakan korupsi. Tindakan korupsi adalah tindakan yang merugikan negara, korupsi tidak hanya dalam menggelapkan aset-aset negara namun korupsi adalah bentuk penyimpangan-penyimpangan yang menghambat jalannya pemerintahan, termasuk korupsi waktu dalam bertugas, penyimpangan kebijakan yang telah ditentukan oleh para pejabat. Korupsi adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
            Aparatur Sipil Negara harus bersifat jujur. Bahwa kepercayaan yang telah diamanahkan masyarakat kepada pejabat jangan sampai disia-siakan hingga nilai-nilai kejujuran itu menjadi punah. Kepunahan kejujuran sama saja kehancuran. Jangan ragu untuk bersifat jujur jika hanya takut kehilangan suatu jabatan, jabatan hanyalah topeng yang tak selamanya akan terus kita sematkan pada wajah kita. Tidak ada jabatan yang dapat terus kita pertahankan. Jika kita punya kesempatan berupa jabatan, bekerjalah dengan baik sebagai amal ibadah untuk bertanggung jawab kepada Allah SWT di kehidupan akhir nanti. Mungkin itu inti dari sambutan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, Bapak Drs H. Syamsul Bahri, M.Pd.I. Semoga bermanfaat!

Pendopo Tuban, 18 Mei 2017.
*Penulis salah satu peserta pembinaan.
           




[1] http://indonesian.irib.ir/islam/al-quran/item/75041-Peringatan_dalam_Al-Quran-_Menyakiti_Anak_Yatim

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda