Puisi
Oleh. Rohmat Sholihin
Puisi
merupakan salah satu cara untuk meluapkan emosi sesuai dengan ekspresi yang
diinginkan oleh penyair. Penyair ibarat pemecah sandi kata-kata dalam puisi
melalui bahasa yang akan disampaikan. Ada banyak maksud dan tujuan penyair
dalam menuliskan kata-kata, namun puisi tidak harus menjadi milik penyair saja,
puisi bisa menjadi bagian hidup dan berada ditengah-tengah hinggar-bingar
kehidupan yang serba kompleks ini. Puisi adalah pencapaian budaya setiap
manusia, melalui kontemplasi dengan melihat kejadian-kejadian yang menarik
disekitarnya. Puisi seperti duta, merubah dan mendobrak tradisi yang mulai
menyimpang dalam masyarakat yang mulai jengah terhadap ketertindasan dan
ketidakadilan yang telah diciptakan sendiri oleh bangsa manusia, bukan bangsa
yang lain. Ada banyak kelalaian-kelalaian manusia yang nilainya tanpa batas,
menembus zaman-zaman mulai manusia itu diciptakan Tuhan hingga sekarang seakan
kelalaian tiada mau berhenti. Selalu ada mengikuti bangsa manusia mulai
bermamah biak dan beranak.
Puisi seakan
menyampaikan pesan sejarah sebagai makna abadi. Karena dituliskan dalam bentuk
aksara. Seandainya puisi hanya diucapkan saja ia akan hilang ditelan sunyi. Luruh
oleh waktu tanpa bekas, hanya berupa angin sepoi-sepoi berhembus membawa puisi
itu pergi. Seperti lolongan anjing yang membaung, sekejap begitu mencekam, tapi
tak kurang dari berapa menit ia akan hilang ditelan sunyi kembali mencair oleh
suara alam. Puisi lekat dalam karya sastra, ia tulisan dan menjadi bagian
karangan hasil imajinasi manusia. Setiap baris yang telah membentuk bait
mengindikasikan muatan dari penyair. Bebas apa yang akan disuarakan. Puisi tak
ada batas, puisi akan selalu ada menemani kehidupan manusia hingga menuju
kematian.
Puisi
tak luput dari estetika, daya menarik dari puisi adalah keindahan yang ada
dalam pilihan kata-kata yang sanggup menghipnotis jiwa seseorang. Kalaupun toh
aku boleh memilih aku lebih suka memilih puisi yang mampu menjungkalkan
kekuasaan, bagaimanapun bentuknya, termasuk puisi yang sanggup merayu hati
perempuan menjadi bidadari yang tercantik seisi alam raya, merontokkan hatinya,
meluruhkan jiwanya, hingga tak sadar ia masuk perangkap kata-kata dan mabuk
kepayang. He..he…sentimentil.
Melawan dengan
puisi tidak semua orang bisa. Peran dan tangggung jawab puisi dalam Indonesia
bergerak cukup besar. Hampir semua pujangga bekerja keras untuk mencari
kata-kata perlawanan untuk menuju Indonesia merdeka. Semua pujangga berkontemplasi
untuk membakar semangat rakyat Indonesia yang tidak punya keberanian untuk melawan
penjajahan. Seakan-akan puisi mempunyai magnet kuat untuk menggerakkan massa,
menggempur musuh dan berteriak lantang, “hidup atau mati, sekali merdeka tetap
merdeka,” menjadi slogan kuat jiwa perlawanan. Ribuan massa pun bergerak,
bersatu dan melawan.
Puisi dimanapun
tempatnya bisa menjadi warna yang bisa memoles pikiran seseorang. Berpuisilah meski
kau tak bisa. Paksa. Puisi akan selalu ada dalam denyut nadimu dan terbawa
kemanapun kau berpaling dari kesulitan hidup yang sangat berat sekalipun.
Label: Essai
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda